Part 35

9.1K 574 96
                                    

double up! Like & Komennya jgn lupa 😋

~🍎~

Setelah makan malam di sebuah warung pecel lele—Joey mengatakan rindu makanan kaki lima—Ken segera mengemudikan BMW-nya menuju kediamannya. Tapi, sepanjang jalan Joey malah dibuat binggung karena mobil Ken tidak mengarah ke Apartemen lamanya, melaikan ke sebuah komplek elite dengan penjagaan super ketat, lalu berhenti di halaman rumah mewah bergaya minimalis yang memiliki tiga lantai.

"Ini rumah siapa Ken?" Joey bertanya kepada Ken ketika tiba disana, menatap kagum karena gerbangnya bisa terbuka otomatis, dengan deretan mobil mewah yang terparkir di garasi rumah itu—koleksi Ken.

"Rumah kita sayang," Ken berkata santai, meminta Joey menunggu karena Ken akan membukakan pintu mobil. Bibirnya melengkung ke atas membentuk senyuman. "Welcome our future home, my love."

Joey terkejut, menatap Ken penuh tanya. "Maksudnya our, kamu dan aku?"

"Iya, calon istri aku." Tiga kata yang membuat Joey berdebar ketika Ken berbicara dengan lembut, lalu mengambil tangan Joey untuk ia gandeng, membawa wanitanya masuk ke dalam rumah.

Ken membiarkan Joey melihat-lihat rumah itu. Dulu Joey pernah berkata ia menyukai rumah dengan nuansa putih dan bisa dekat dengan alam. Meski terlihat simple, tapi kesan mewah yang dirancang arsitek terkenal tetap terasa dominan.

"Aku membeli rumah ini setahun yang lalu, kemudian merenovasinya. Saat melakukan renovasi aku selalu yakin kalau suatu hari nanti kamu akan tinggal di rumah ini, and look now, you're here." Ken memeluk Joey dari belakang, meletakan dagunya di pundak Joey. "Do you like this house?"

Joey mengangguk. "Ya, aku sangat suka! Beautiful, Ken."

Sekarang senyum Joey mirip bulan sabit yang bersinar terang. Malah Ken yakin bulan kalah terang dengan ekspresi wanita itu.

"Tidak banyak perabotan di rumah ini, hanya ada barang-barang penting seperti tempat tidur dan kulkas," ujar Ken, mendaratkan satu kecupan di pundak Joey. "Aku mau kamu yang menghiasnya beauty. Kalau ada yang bukan selera kamu, kamu bebas mengganti semua yang ada disini, termasuk marmernya."

Ken mengatakan seolah ia tidak keberatan kalau Joey mau menghancurkan rumahnya, dan membangun istana yang baru. Ken tidak masalah dengan itu, sebab uangnya tidak akan habis.

"Nggak perlu sampai ganti marmer," Joey menggeleng sambil mengelus pipi Ken, masih belum terbiasa dengan jalan pikiran aneh orang kaya. "Kita tinggal mengisinya dengan beberapa perabot tambahan aja. Belanja bersama kedengarannya menyenangkan Ken?"

"Aku akan mengkosongkan satu hari untuk menemani kamu belanja beauty," kata Ken.

Selesai mengelilingi rumah, Ken segera mengantar Joey ke kamarnya untuk beristirahat. Namun Joey tidak langsung tidur karena ia harus membongkar kopernya. Sebuah kamera yang baru ia beli seminggu lalu menarik perhatian Joey.

Wanita itu terduduk lama di ranjang sambil mengotak-atik benda tersebut, Joey merasa harus mencobanya setelah melihat hasilnya yang bagus. Lalu Joey teringat kembali kalau Ken pernah menjadi model di Milan.

Akhirnya Joey melangkahkan kaki menuju kamar Ken untuk meminta pria itu menjadi modelnya. Pintu kamar Ken sedikit terbuka, Joey langsung mendorong dengan bahu karena tangannya sibuk memegang kamera, matanya fokus mengatur setting.

"Ken, aku baru aja membeli kamera baru. Apa kamu mau jadi model aku?" Pandangan Joey tidak teralihkan dari kamera, "jawab, kenapa diam aja?"

Seharusnya Joey kaget karena sekarang Ken sedang berdiri di depan cermin dengan sehelai handuk putih yang melilit di perutnya. Tapi, justru Ken yang dibuat kehilangan kata-kata dengan kehadiran Joey.

Karena Ken tidak segera menjawab, Joey langsung mengalihkan pandangannya untuk mencari keberadaan pria itu, "akhhh!" Joey memekik kecil.

"Sorry-sorry," Joey cepat berbalik membelakangi Ken, "aku nggak tau kalau kamu habis mandi."

Wajah Joey seketika berubah semerah cherry. Namun saat hendak pergi, tubuhnya lebih dulu dicekal lengan besar Ken yang melingkar di pinggangnya. Joey bisa merasakan dada telanjang Ken menempel sepenuhnya pada punggungnya, pria itu begitu harum, meski sebenarnya aroma Ken selalu harum entah itu dari parfum atau sabun yang ia pakai.

Ken menelusuri leher Joey dengan hidungnya, membuat gerakan menggoda. Wanita itu bisa merasakan tubuhnya meremang saat rahang Ken yang ditumbuhi brewok tipis membelai perlahan.

"Nanti aku akan jadi model kamu, sayang," Joey bisa merasakan napas Ken saat pria itu sengaja mengelitik telinganya, "pergilah ke kamarmu sekarang, karena kalau kamu nggak segera pergi aku akan menjadi gila detik ini." Ken menekan napasnya dengan suara serak.

Sayangnya dalam sekejab Ken malah melepaskan pelukannya, mundur satu langkah.

Pria itu tak ingin semakin larut, dan membuat Joey memberikan tatapan kecewa karena gagal menyembunyikan aura binatang buasnya.

Lalu kemudian Joey malah berbalik, menaruh kameranya di meja sambil menatap seductive. Menyentuh handuk pria itu—tepat kepada sesuatu yang mulai gelisah di balik handuk.

Joey membuat Ken tersihir sepenuhnya.

"Kamu meminta aku untuk keluar? Oke, aku akan keluar sekarang." Ucapan Joey seolah berbading terbalik dengan tindakannya yang sedang mengusap permukaan milik Ken. Berniat membangunkan sesuatu.

"Sayang," Ken tak menyangka kalau Joey akan meraba-raba dirinya lebih dulu. Pria itu memberikan tatapan bertanya sekaligus mendamba.

Sebetulnya Joey ragu, tapi hasratnya yang dominan justru berkata, "will you, Ken?"

"Haa?" Ken berusaha mengkonfirmasi, menajamkan pendengarannya. Joey tahu Ken juga menginginkannya, tapi pria itu tidak akan melakukannya karena khawatir Joey tidak suka.

"I miss you, so, will you? Making love with me?" tanya Joey sambil menatap Ken tepat di mata, otaknya benar-benar sedang dikuasai iblis.

Ken anggap itu sebagai undangan, bersamaan dengan ekspresi terkejut pria itu yang berubah menjadi senyuman seolah matahari terbit di wajah tampannya. Lalu menjawab dengan seringai di bibir, "YES!"

Demi Tuhan, jika Ken tidak dapat berada di dalam Joey malam ini, ia akan berada dalam kegilaan besok pagi. Menjadi uring-uringan seperti hilang akal.

"Come here, my Ken..." Joey mengulurkan tangannya kepada pria itu agar Ken mendekat. Ken mendatanginya dengan patuh, meraih tangan Joey untuk ia kecup permukaannya.

Joey mengikis jarak wajahnya dengan Ken seolah menaburkan sihir-sihir manis. Mengusap rahang pria itu yang ditumbuhi bulu-bulu kecil dengan sebelah tangannya sebelum menggesekan hidungnya di sana. Lalu dengan berani mendaratkan sebuah kecupan kecil.

Mata Joey terbuka perlahan sehingga ia bisa melihat pergerakan bibir Ken yang tersenyum, "menemukan sesuatu yang menarik sayang?"

"Ya. Sesuatu yang tampan." Joey menyeringai, tidak takut jujur, sambil menatap sesuatu yang membuatnya gemas.

"Apa?" Tanya Ken.

Sekarang Joey sengaja menyentuh area rahang Ken dengan gerakan melambat. Memberikan godaan dengan ujung kukunya, menyusuri pelan sehingga Ken merasa geli sekaligus menegang di sepanjang leher.

"Rahang kamu yang ditumbuhi brewok, sangat..." Joey berdeham, "Seksi."

Ken memberikan jenis senyuman nakal sambil mengedipkan satu matanya, dan berbisik, "I know, my love. Kamu puas hanya menyentuhnya? Atau kamu ingin rahang seksi aku berada di antara paha kamu?"

"Aku mau merasakannya, Sir," Joey tersenyum dengan jarak dua senti saja dari bibir Ken, lalu berkata, "then, kiss me."

~🍎~

Q : APA YANG AKAN TERJADI DI PART SELANJUTNYA? Komen! 😏🌚🌘
.
.

See you next chapter~~❤️‍🩹

I FEEL YOUR TOUCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang