Part 17

9.5K 558 70
                                    

Thanks yang masih setia baca atau baca ulang, hehe

Kasih apresiasi penulis dengan kasih like dan komen per-line ya. Sukur" follow akun gue juga :*

~🍎~

Joey ingat impiannya bertahun-tahun lalu ketika ia masih muda dan naif. Menyelam bersama Brian untuk menikmati dasar laut yang ada di seluruh penjuru dunia, sayangnya sampai sekarang impian itu hanya menggantung seperti bintang. "Yaaa.. kita akan berenang mirip duyung sambil bergandengan tangan," Joey berkata kepada Brian.

"Brian akan selalu menggenggam tangan ini," pemuda itu mengecup punggung tangan Joey satu detik. "Bersama.. berenang seperti duyung," lalu mereka terkekeh bersama.

Dan sekarang pria itu ada dihadapannya. Meminta kesempatan padahal sadar dengan kenyataan bahwa keberuntungan Brian Madava telah habis.

Joey dan Brian bukan anak muda yang suka dengan hal-hal romantis, mereka lebih sering menghabiskan waktunya untuk belajar atau pergi ke kolam renang umum. Kadang mereka juga bertengkar untuk sesuatu yang sepele, seperti saat Brian tidak sengaja menghilangkan pulpen milik Joey padahal sudah ada namanya. Joey marah, dan Brian membelikan selusin pulpen dengan uang jajannya.

Sifat Brian yang lembut selalu menjadi penawar ketika Joey berubah dingin dan galak. Dulu sebanyak apapun mereka bertengkar, Joey akan luluh saat Brian menggenggam tangannya dan memasang raut wajah menyesal.

Sedangkan sekarang, rasa sakit hati yang Brian torehkan membuat Joey benar-benar kecewa, untuk waktu yang lama.

"Aku menyesal setiap detik selama bertahun-tahun," mata Brian sudah mendung. "Barrie adalah Kakak ku satu-satunya, kami keluarga dan aku selalu ingin melakukan segalanya untuk Barrie. Tapi, aku bodoh karena sikapku justru menyakiti kamu. Lebih buruknya lagi, aku malah melemparkan perasaan seorang wanita yang tulus kepadaku untuk Barrie."

Seharusnya Brian tahu dari awal, kalau penyesalan selalu datang belakangan.

"Barrie meninggal setahun setelah aku masuk Universitas. Dia sering menanyakan kamu, dan minta maaf jika dia melakukan kesalahan sehingga kamu tidak pernah datang lagi ke rumah kami," Brian meneruskan. "Semua terjadi karena aku, kamu kecewa dan akhirnya pergi juga karena aku. Semuanya berantakan. Lalu bisakah kamu memaafkan kami, Barrie dan aku?"

Joey memijat dahi. Tak bisa berpikir.

"Joey..."

"...."

"...."

"Aku turut berduka atas meninggalnya Kak Barrie." Joey berkata tulus.

Brian hanya mengangguk, tidak menjawab karena Joey seperti ingin berkata lebih banyak.

"Brian, denger," Joey mengatur napasnya, memilih kalimat yang tepat. "Ada dua hal yang mau aku tekankan di sini. Pertama, aku tidak berencana memberikan kamu kesempatan karena takdir kita adalah menjadi teman. Bukan pasangan, kamu sendiri yang telah membuang kesempatan itu."

Pria itu menatap Joey dengan gurat terluka yang tidak ia tutupi, merasa patah karena kata-katanya.

"Kedua, perbuatan bodoh kamu di masa lalu memang membuat aku sakit hati. Tapi itu dulu, bahkan aku sudah melupakannya kalau kamu tidak tiba-tiba muncul di hadapan aku seperti sekarang. Manusia itu harus hidup dengan melihat ke depan, sesekali menengok ke belakang untuk belajar dari kesalahan," Joey tidak menatap Brian karena ia akan menangis. "Aku sudah memaafkan..."

Brian tersenyum getir, entah untuk apa.

"Kalau kita tidak bisa menjadi pasangan, bisa kita menjadi teman baik?" Lalu mengulurkan tangannya, yang kemudian disambut oleh Joey.

"Ya. kita teman." Balas Joey.

Waktu memang akan menyembuhkan segalanya, namun ingatan tidak bisa disembuhkan. Setidaknya berdamai dengan masa lalu adalah keputusan terbaik yang seharusnya dilakukan orang dewasa. Terus belajar menjadi manusia yang sebenarnya. Menerima dan merelakan adalah kunci kebahagiaan sejati.

"Joey, boleh aku bertanya?" Joey mengiyakan sehingga Brian langsung meneruskan. "Pria di Club tempo hari, dia benar-benar pacar kamu?"

"Iya." Joey reflek menjawab.

"Apa kamu bahagia dengan pria itu?" Brian menatap Joey serius. "Aku ingin kamu bahagia, tapi pria itu tidak terlihat baik untuk kamu. Aku pernah mendengar track recordnya beberapa kali, dan kamu pantas mendapatkan yang terbaik."

"Terbaik seperti apa? Seperti kamu?" Joey berkata sinis.

"...."

Astaga, kenapa sejak kemarin semesta cerewet sekali dengan mengirim beberapa orang yang mengatakan bahwa Ken.. tidak baik. Dia bahkan bukan kriminal!

"Apa yang aku lakukan dengan Ken bukan urusan kamu, dan aku tau apa yang terbaik untuk diri aku," ujar Joey. "Aku nggak bisa memaafkan kamu untuk waktu yang lama, bukankah itu kekanak-kanakan? Tapi sekarang aku mencoba berdamai dengan diri sendiri, mencari kebahagiaanku, dan mungkin yang aku cari ada pada Ken."

"I know, Joey." Brian mengangguk. "Aku terima. Dan aku selalu berdoa supaya kamu bahagia dengan semua pilihan kamu."

Joey merasa lega, menghirup udara sebanyak-banyaknya. Dan ketika Joey telah berdamai dengan masa lalunya, ia sadar hatinya telah menjadi milik Kennan Renner.

Joey dan Brian terlalu larut dalam obrolan mereka sehingga tidak menyadari bahwa ada satu sosok sedang memperhatikan dari balkon lantai dua, menahan panas dadanya yang mendidih.

~🍎~

Duh gawaaaaat, ngamuk-ngamuk deh!

Kalian para reader, belum pernah lihat fuckboy ngamuk kan? Atau udah sering sabar hadapin fuckboy?

hahaha 😋

I FEEL YOUR TOUCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang