Part 19

4.1K 363 50
                                    

Ramaikan guys, kasih bintang dan spam komen yang banyak sebagai bentuk penghargaan!

Elah, tinggal baca doang. Gratis lagi, masak pelit.

~🍎~

Ken sudah biasa keluar-masuk sebuah rumah mewah dengan gaya eropa klasik yang terletak di pusat kota Jakarta, meski memilih tidak tinggal di sana. Istana itu punya puluhan pilar dan sangat luas, bisa saja seseorang tersesat pada kedatangan pertama.

Sebenarnya Ken sangat malas berkunjung ke rumah Ayahnya jika bukan karena pertemuan ini penting. Sebuah pesta yang akan dihadiri konglomerat, pejabat, dan kolega bisnis Robert Renner. Tentunya, Ken tidak ingin melewatkan kesempatan seperti ini untuk memperluas jaringannya.

Acara pelelangan untuk kegiatan amal yang dibuat sangat mewah. Yang berkedok untuk memamerkan jabatan, uang dan latar belakang.

Tidak ada yang miskin di sini karena semua tamu terlihat sukses dan kebanyakan mereka adalah orang penting. Presiden negeri ini sampai datang bersama istri dan putrinya meski sebentar. Bukti bahwa Robert Renner bukan orang sembarangan.

"Hei kak, apa kabar?" Seseorang menyapa Ken dan suara itu terdengar familiar, ketika menoleh ia mendapati gadis cantik yang punya hidung mirip dengannya tersenyum. Tubuh mungilnya dibalut kain satin hijau tua yang berkilau, sangat memukau.

Ken ingin mengabaikan, tapi setidaknya ia harus mengatakan sesuatu agar gadis itu tidak kehilangan muka.

"Baik. Kamu datang? Bukannya di Ausie?" Tanya Ken pada Kellani Valery Renner—adik tiri, satu Ayah.

"Pesawat aku sampai tadi sore, kak," ujar Kellani. "Tentu saja aku harus datang karena ada keluarga Presiden dan putrinya—Irene Aurora Abrisam—teman aku."

"Oh.." Ken hanya mengangkat bahu lalu berusaha menghindar. "Kalau gitu aku undur diri dulu, mau ambil sampanye."

"Sampai kapan kakak akan mengabaikan aku?"

Ken menghentikan langkahnya, lalu berbalik.

Gadis itu tidak gentar meski Ken jauh lebih tua, karena Kellani menyayangi Ken sebagai saudara.

Kellani berkata pada Ken. "Kebencian Kakak tidak akan merubah fakta kalau kita memiliki darah yang sama. Kamu adalah kakak aku dan aku adalah adik Kennan Renner, meski beda Ibu. Kita keluarga."

"We have the same father. But, not family." Ken menjawab enteng, sesuai kenyataan. Bahkan hubungannya dengan Kellani dan istri kedua Ayahnya hanya sebatas sapaan. Tidak perduli jika Kellani tersinggung dengan kata-katanya. "Don't talk to me, if not important. Annoying."

"Okay, then. Stay healty, my bro." Kellani melambaikan lima jarinya, menyembunyikan sorot kecewa dengan tersenyum—pintar memanipulasi suasana hati.

Pesta semakin larut.

Ken sudah menemui beberapa kolega yang sengaja menyapanya—cari muka. Lalu kemudian sang Ayah Robert Renner datang untuk bergabung setelah menghabiskan waktunya dengan orang-orang penting.

"Hai Robert, lama tidak bertemu.." Sapa seorang pria berperawakan besar yang ditemani gadis muda, terlihat seperti putrinya.

"Winsel! Kabar baik." Robert Renner lalu memeluk teman sekampusnya dulu tanpa canggung. Sudah beberapa tahun mereka tidak bertemu karena Winsel sibuk dengan bisnisnya di Singapore. "Ken, kenalkan ini Om Winsel Admaja, teman seperjuangan Daddy di New York bersama Robin."

Mereka bersalaman.

Lalu Robert meneruskan penuh semangat. "Sayang sekali Robin tidak bisa datang, pasti seru kalau pria itu ada di sini untuk kita kerjai, minum alkohol yang paling dia benci!"

I FEEL YOUR TOUCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang