Sorry for typo:)
Happy Reading
.
.
."Takdir manusia sudah Tuhan atur dengan sedemikian rupa dan dengan porsinya masing-masing. Tinggal, kita sendiri yang menjalaninya seperti apa."
Pagi hari ini Roy sudah di ijinkan untuk pulang oleh dokter. Masih dengan perban yang di pasang di tangan dan plester di pelipisnya Roy.
Roy mengganti pakaiannya dengan perlahan. "Shsshss," sempat meringis karna Roy salah gerak.
"Anjim susah amat deh," gerutu Roy.
Setelah selesai, Roy mengambil tasnya lalu keluar dari kamar inapnya. Roy hanya seorang diri dikamar, Bi Ara sudah pulang sejak malam tadi.
Roy berniat ingin menjenguk Kakaknya, Delon. Tepat lima hari Roy sudah berada di rumah sakit, tapi Roy mendengar kabar dari Bi Ara bahwa Delon masih belum sadar juga.
Sampai di kamar inap, Roy mengintip dari celah jendela kamar inap Kakaknya takut jika ada Davin dan Hendra ada disana.
Roy menghela napas lega, mereka tidak ada di dalam disana. Dan dengan perlahan Roy membuka knop pintunya.
Dapat ia lihat tubuh Delon masih di pasang alat medis, masker oksigen masih dengan setia di wajahnya Kakaknya.
Roy menatap sendu Kakaknya lalu mendekat perlahan ke arah Kakaknya. "Kak, bangun. Maaf, karna aku Kakak jadi begini, hiks." Ucap Roy sambil menangis. Air matanya mengalir dengan sendirinya.
Roy menghapus pelan air matanya lalu tersenyum tipis. "Maaf aku gak bisa lama, Kak. Aku takut Ayah sama Bang Davin datang, terus aku kena marah. Aku gak mau kena marah dulu hehe. Kakak cepat sembuh ya, dah!" Ucap Roy langsung pergi dari ruangan Kakaknya.
Tanpa Roy sadari bahwa Delon sudah sadar semenjak tadi. Tapi, Delon enggan untuk membuka matanya.
Dan ketika Roy keluar dari kamarnya, Delon membuka matanya perlahan. Lalu ia menatap pintu kamar inapnya dengan sendu.
Semua perkataan Roy dapat Delon rekam dengan jelas, semuanya Delon dengar. Delon mengeluarkan cairan bening dari pelupuk matanya, dan tatapan tak terbaca.
"Maaf~!"
****
"ROY!! ROYYY!" Teriak seseorang dari depan pintu kamar Roy.
Roy berdecak kesal, lalu berjalan ke arah pintu kamarnya. "Apaa eum..."
Belum sempat Roy melanjutkan ucapannya, tubunya sudah dipeluk dengan hangat dan erat.
"Maaf... Gue gak ada waktu lo sakit,hiks!" Ucap Rey menyesal.
Ya, dia adalah Rey.
Tatapan Roy berubah menjadi sayu dan ia membalas pelukan Rey.
"Gak papa, gue paham kondisi lu kok. Tapi, selama lu gak ada gue ngerasa kek sendirian aja gitu hehe ," ucap Roy pelan di balik ceruk bahu Rey.
Rey semakin merasa bersalah dan menyesal. "Maaf," satu kata yang keluar dari mulut Rey.
Roy tersenyum tipis. "Gak papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
DOENTE [END]✅
Teen Fiction[SEDANG PROSES REVISI] "Kenapa gue dibenci?" Hanya ada seorang remaja menyedihkan yang memiliki saudara kembar tak seiras tengah mengharapkan cinta dan kasih sayang keluarganya. **** Hello, gaes! Welcome back di cerita ketigaku, xixi. I hope u like...