🥀.25

27 9 4
                                    

Sang Maha cinta,
Mudah untuk membolak-balikkan hati setiap insan.
Semudah membalikkan telapak tangan.

-Penantian-

Indahnya bunga-bunga merah terikat rapih di meja pelamin. Meja dengan penutup kain putih bersih itu akan menjadi saksi keterikatan hubungan yang Allah ridhai.

Karpet-karpet mewah tergelar di luasnya ruang tamu milik keluarga Farah. Semerbak wangi aroma melati tercium dari sudut demi sudut bangunan tempat Farah dibesarkan itu.

Hari ini, status sahabat kecil akan berubah menjadi seorang istri yang Zain cintai dan sayangi. Namun, entah mengapa akhir-akhir ini seorang Ustadz bernama Zain tak lagi menitik fokuskan hari bahagianya itu. Seperti ada yang kurang di kehidupannya, ada seseorang yang ternyata begitu penting dalam kehidupannya.

Farah pun begitu, ia merasa takdir ini tak sepantasnya berpihak padanya. Farah merasa dirinya begitu egois dan jahat telah menyakiti hati Sabrina, walau ini masih hanya firasatnya jika Sabrina telah menaruh harapan lebih pada calon suaminya itu. Tetapi ia selalu yakin akan firasatnya itu.

Setetes cairan bening menitik tanpa Farah pinta. Wajah cantik yang telah lengkap dengan make up tebal itu terpantul di cermin dengan tatapannya yang kosong.

Pikiran Farah telah kalut memikirkan dimana teman perempuannya itu. Rencana yang ia susun dengan Sabrina akan benar-benar gagal.

Dalam hati ia tak pernah berhenti berbicara, memikirkan bagaimana pernikahan ini tak semestinya terjadi. Dari awal seharusnya ia telah sadar akhir-akhir ini Sabrina telah menghilang, sehingga ia bisa mengurungkan keputusan yang ia setujui dahulu. Ia benar-benar menyesal.

Suara lembut sang Ibunda dari Farah menyapa kedua telinganya.

"Sebentar lagi, calon kamu akan segera sampe, gimana perasaanmu nak?" Tanyanya sambil menutup pintu kamar Farah.

Farah masih terdiam, kedua matanya masih menatap kosong ke pantulan wajahnya itu. Hingga sebuah belaian mendarat lembut di pundak Farah, membuat ia menoleh di bahunya itu.

Siapa lagi kalau bukan Umi Warda, seorang wanita paruh baya yang tak kalah cantik dari putrinya itu berhasil membuat Farah memalingkan wajahnya menatap kedua matanya setelah sepersekian detik melamun.

"Umi," Panggil Farah kemudian beranjak dari duduknya dan menghadap pada wanita yang sangat ia sayangi itu.

Umi Warda mengangkat kedua tangannya mendaratkannya di kedua punda Farah, kemudian mengarahkannya untuk duduk di tempat tidur yang berbalut sprei putih bersih itu.

"Farah sayang, kenapa tadi ngelamun hm? Kelihatanya lagi galau gitu. Harusnya kamu bahagia kan hari ini."

Kedua mata Farah terbelalak, bola matanya mengedar secara memutar, bibirnya sedikit ia gigit. Dia lagi memikirkan jawaban untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan Umi Warda tersebut.

"Mmm ... tentu Mi, Farah ... Farah cuma sedih aja bentar lagi udah nggak bisa manja-manja sama Umi. Farah nggak tahu bakal bisa jauh dari Umi atau nggak ... Farah, Farah takut belum bisa jadi istri yang baik buat Zain, Mi." Tutur Farah dengan lancar sehingga tak ada sedikitpun peekataan yang membuat Umi Warda curiga.

Seulas senyum tipis tebentuk indah di bibir cantik Umi Warda, kedua matanya menatap sendu ke arah putri semata wayangnya. Putri semata wayang yang ia sayangi telah tumbuh menjadi sosok yang cantik rupawan dengan ilmu agama dan parasnya. Putri kecilnya yang sebentar lagi akan menjadi milik orang lain. Bidadari kecilnya yang akan menjabat sebagai seoranh istri.

PenantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang