Terkadang sebuah rasa itu hadir namun tak begitu disadari, sehingga penyesalan hadir kala dirinya telah pergi meninggalkannya entah kemana.
-Me
-Penantian-
Seorang perempuan bergamis hitam dan hijabnya yang berwarna Maroon itu kini berjalan tergopoh di Rumah Sakit dengan linangan air mata yang tak kunjung berhenti keluar dari sudut matanya.
Sabrina menoleh kesana kemari mencari keberadaan ruang rawat ayahanda tercintanya. Diikuti oleh Arkan dibelakangnya.
Nafas Arkan memburu ketika mengikuti langkah Sabrina yang begitu cepat, sehingga membuatnya terengah-engah. Bahkan ia pun lupa bahwa dirinya baru saja pulih dari kecelakaan yang menimpanya tempo lalu.
"Brin, tunggu!! Jangan cepat-cepat!" Teriak Arkan membuat Sabrina menoleh namun masih tetap melangkah terburu.
"Ngga bisa, Kan. Kita harus cepet sampe sana. Aku khawatir sama Ayah ...." Ucapnya sambil mengusap kasar air mata yang masih meluruh di pipi kirinya.
Dada bidang Arkan kembang kempis. Ia meletakkan telapak kanannya untuk menyentuh dadanya yang sedikit sesak. Sungguh ia begitu lemah hari ini.
Kini Arkan terpaksa berhenti. Kepalanya terasa begitu berat saat itu.
Saat itu juga dirinya tersungkur, jatuh.Buuk!!
Suara kedua lutut Arkan membuat Sabrina terkejut hingga dirinya menoleh ke belakang.
"Astaghfirullah! Arkan!" Kaget Sabrina membalikkan tubuhnya lalu berjalan cepat ke arah Arkan yang sudah terduduk lemah tak berdaya di lantai Rumah Sakit."Kamu kenapa?" Tanya Sabrina khawatir.
Arkan tersenyum tipis sembari menyentuh kepalanya yang terasa begitu berat. "Aku ... nggak ... aku nggak papa kok, Brin," Elak Arkan menyembunyikan rasa sakitnya.
"Gak usah bohong. Aku ngerti, kalau nggak papa kenapa kamu sampek jatuh kayak gini," Bantah Sabrina tak percaya.
"Astagfirullah hal adzim! kamu kan habis kecelakaan, Kan ... pasti kepala kamu masih sakit ya? Maafin aku, Kan. Oke sekarang ayo berdiri, kita jalan pelan-pelan aja. Kamu masih kuat, 'kan?"
Arkan cukup terdiam untuk sepersekian detik, lalu kemudian ia kembali tersadar setelah menyadari Sabrina kembali memanggilnya. "Arkan?"
"Ah iya?" Sahut Arkan cengo.
"Kepala kamu masih pusing?" Tanya Sabrina lagi memastikan.
"Gak papa Brin," jawab Arkan masih menyembunyikan rasa sakitnya. Meski sudah ketahuan dengan jelas dari Sabrina.
"Maafin aku. Sekarang kita jalan pelan-pelan aja ya," ajak Sabrina.
Arkan pun kemudian mencoba untuk berdiri, dan keduanya pun berjalan dengan santai namun pasti. Dan setelah berjalan cukup sekitar sepuluh menit, kini mereka telah menemukan kamar VIP yang mereka tuju.
Dengan pasti, Sabrina mengetuk pintu bercat putih bersih bertuliskan VIP Mawar no 2 itu. Lalu kemudian mengucapkan salam.
"Assalamualaikum."
KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian
Spiritual[REVISI] On Going Salahkah jika seseorang mempunyai keinginan rasa cinta yang bisa berbalas? Tentu semua ingin cintanya tidak sepihak. Namun apakah mungkin Sabrina bisa mendapatkan balasan cinta dari seorang Ustadz? Sedang takdir buruk nan tidak m...