🥀.03

69 12 5
                                    

Alqur'an lebih menarik tuk dibaca loh!!
Jangan dilupain yaa..
Oke Next!! Happy Reading♥️

-Penantian-

--¤♡¤--

Satu minggu berlalu, sampai datang minggu berikutnya. Entah bagaimana nasib keberadaan Sabrina di keluarga Dhiaurrahman. Apakah ia harus menunggu Kakaknya lulus kuliah dan mengejar gelar dokter di kota Metropolitan ini? Sehingga ia harus mati-matian menahan perasaannya dan menahan rasa cemburu yang sepatutnya itu tidak pantas.

Bagaimana tidak? Ustadz idolanya itu begitu dekat dengan Farah, sahabat kecil Zain. Hatinya sangat sakit ketika dirinya dengan bodohnya membandingkan sikap Zain terhadap Farah dan sikap Zain ketika dengan dirinya.

Terhitung sebulan lebih Sabrina berada di sini, namun sikap Zain selalu begitu. Cuek, dingin, dan tidak peduli. Tetapi dia siapa? Berani berharap lebih kepada Ustadz itu. Apalagi pertemuan mereka yang sangat ... ah sudahlah.

Tetapi, Sabrina memaklumi itu. Pasti Ustadz Zain malu, atau canggung, bahkan ia pun begitu kepadanya. Tetapi hal itu tidak akan meruntuhkan rasa mahabbah yang sudah tertanam di dalam hatinya. Meski ia perusak citra sang Ustadz, tetapi salahkah jika ia berharap pertanggungjawaban itu benar terjadi walau sebenarnya itu tidak wajib karena hanya murni sebuah ketidaksengajaan?

Sabrina memijit pelipisnya pelan. Lihatlah, sepatutnya ia tidak memikirkan semua itu. Jatuhnya malah ia seperti berharap kepada makhluk. Padahal itu jelas-jelas dilarang dalam Islam.

Allah berfirman dalam surah Al-Insyirah ayat delapan yang berbunyi ;  وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَب yang artinya ;dan hanya kepada Tuhan-Mu lah engkau berharap.  Maka setiap manusia diperintahkan untuk berharap hanya kepada Allah jika tidak ingin merasakan apa itu kecewa.

Sabrina merasa kepalanya begitu sakit, ia bangkit dari duduknya di kasur untuk mencari minyak kayu putih dan minyak angin yang selalu ia bawa kemana-mana.

Setelah hampir beberapa menit mencari di ruangan kamarnya, Sabrina tidak menemukan benda yang ia butuhkan sekarang itu. Hingga ia pun memutuskan untuk membelinya di apotek. Sekalian ke minimarket untuk membeli kebutuhan-kebutuhannya.

Pada pukul setengah delapan, Sabrina sudah siap dengan penampilannya. Gamis manis berwarna cream membalut tubuhnya begitu anggun. Dan hijab segi empat warna cokelat tua untuk menutupi aurat rambutnya.

Malam ini sebenarnya ia ingin mengajak Zhara, namun saat ia pergi ke kamarnya, Zhara tidak membuka pintunya. Mungkin adik dari pujaan hatinya itu sudah terlelap. Sabrina tidak ingin menganggunya.

Langkahnya pun langsung menuju keluar rumah. sebenarnya, Sabrina hendak izin kepada Umma Aisyah, namun diurungkannya. Karena ia tahu, Umma pasti tidak akan mengizinkannya jika tidak ada satu orang pun yang menemaninya. Apalagi ini malam hari.

Suara berat Zain  tiba-tiba mengejutkan Sabrina ketika ia berada di teras rumah.
"Mau ke mana?"

Sabrina mengusap dadanya reflek. Terkejut mendengar suara Zain. Ia pun membalikkan tubuhnya melihat Ustadz yang tengah duduk di kursi.

"Mmm, mau ke apotek sama ke mini market." Jawab Sabrina apa adanya. Sungguh buat apa jika ia berbohong  hanya demi diizinkan.

"Oh." Jawab Zain singkat. Sebenarnya ia ingin bertanya lebih panjang. Namun rasa canggungnya itu lebih besar.

PenantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang