🥀.18

30 7 1
                                    

Aku memang memiliki Rasa.
Tapi, kenapa? Kenapa rasa ini menginginkan tuk terus menyinggah?
Aku sadar rasa ini bertepuk sebelah tangan.
Salahkah jika aku berharap?
(Sbrnafsha)

--¤♡¤--

13.00 WIB, Gadis cantik bernama Sabrina itu mengerjap-ngerjapkan kedua matanya, mengedarkannya ke semua ruangan. Langsung saja pikirnya melayang, entah ada dimana ia sekarang.

Suara bising terdengar diluar sana. Sabrina mengerutkan dahinya bingung, siapa yang berdebat di luar itu.

Akhirnya setelah sadar dimana ia berada, tiba-tiba saja netra teduh Sabrina melebar. Bagaimana bisa ia sampai di rumah Zain.

"Kok aku bisa ada disini? Apa yang terjadi denganku?"  Batin Sabrina bingung.

Gadis cantik itu terbangun, berjalan menuju pintu kamar dan keluar. Kedua telinganya masih menangkap suara bising itu.
Langkahnya terhenti seketika, napas yang semula normal, berhenti sekejap. Dan organ di dalamnya yang berdentum hebat.

Zain dan Arkan yang melihat kehadiran seseorang pun menghentikan perdebatan mereka.

"Brin, kamu baik-baik saja?" Tanya Arkan yang langsung mendapat lirikan tak suka dari Zain.

"Memangnya aku kenapa?" Tanya Sabrina polos, gadis itu tak mengingatnya sedikit pun.

"Kau tadi pingsan, Sha. Trus pria yang dulunya ini membuat kamu koma selama beberapa hari, menopang kamu seenak jidatnya. Kayak lupa sama kesalahan diri." Jelas Zain sambil melirik Arkan yang saat ini terdiam.

"Aa.. apa barusan? Arkan yang telah menabrakku waktu itu?" Tanya Sabrina seolah tak percaya. Setelah ia terdiam beberapa saat untuk mendalami apa yang dikatakan Zain.

"Maafin aku Brin, aku ... aku nggak sengaja," lirih Arkan memohon maaf pada Sabrina.

Kakinya seperti mendapat tarikan dari bawah, Arkan tersungkur pilu di hadapan orang yang ia cintai. Arkan merasa jika dirinya ini begitu ceroboh, begitu jahat. Padahal ia tak ingin sekalipun menyakiti orang yang ada di hadapannya itu.

Zain menatap Arkan dengan tatapan sinis, juga tatapan yang membingungkan. Seolah apa yang dilakukan Arkan begitu aneh. Aneh menurut Zain karena ia tak pernah menemui Orang seperti Arkan yang seketika down hanya karena merasa bersalah pada Sabrina.

Sabrina diam membisu, ia tak pernah menyangka jika orang yang menabraknya kali itu adalah sahabat masa kecilnya, kenapa Allah mempertemukan mereka dalam kondisi yang menyesakkan?

Netra teduh Sabrina perlahan menitikkan tetesan air.
"Bangunlah, Jangan seperti ini Kan. Aku mohon berdirilah."

Pandangan Arkan masih tertuju pada keramik berwarna cream itu. Ia masih tertunduk pilu meratapi kesalahannya. 'Bagaimana bisa aku berdiri? Untuk memaafkan kesalahan pada diriku saja sangat sulit. Kau tak akan pernah mengerti.' Batin Arkan.

Mendengar penuturan Sabrina, Zain menaikkan alisnya sebelah, kenapa Sabrina begitu sok kenal dengan orang yang menurutnya brengsek itu.

Sabrina jengah melihat sahabatnya yang saat ini menjadi seorang yang cengeng, Arkan dulu yang ia kenal tak pernah merasa down seperti ini.

Sabrina menekukkan lututnya, dengan perlahan tubuh Sabrina ikut menyejajarkan berhadapan dengan Arkan.

"Arkan, kejadian yang lalu biarlah berlalu, kejadian itu kehendak yang Kuasa. Mana bisa kau hindari, bukan? Aku nggak pernah dendam sama sahabatku ini. Percayalah," bisik Sabrina lembut.

Arkan mendongakkan kepalanya, bisikan Sabrina yang lembut itu mampu untuk membuat perasaannya melunak.

Kedua iris legam milik Arkan sendu, dalam hati ia bergumam jika ia begitu merindukan sosok yang ada dihadapannya itu. Egoiskah dia jika merindukan sahabatnya?

PenantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang