🥀.31

23 3 0
                                    

Berharap kepada Tuhan untuk melupakan seseorang karena sebuah takdir dan kerasnya hukum alam akan menjadi hal yang paling sulit ketika diri sama sekali tidak menginginkan untuk melupa.

-Jbg, 07 Okt 2021.

--¤♡¤--

Kini Sabrina telah mencapai titik di mana dia telah pasrah akan ketentuan Tuhan, atur saja bagaimana baiknya menurut-Nya. Dipaksa untuk melupa bukanlah hal yang mudah. Ketika secuil rasa itu tidak bisa berbohong atas kenyamanannya menetap dalam hati Sabrina.

Sabrina menatap jendela kamarnya dengan tatapan kosong. Suasana malam ini begitu sepi, semilir angin menerpa dengan lembut wajah cantiknya. Namun, selang beberapa menit, angin yang semula menyejukkan itu menghembus dan seperti menusuk tulang-tulangnya.

Hatinya bergemuruh, suasana sepi ini mengingatkan dirinya saat dulu ia begitu mengharapkan lelaki itu. Hingga ia terlalu berkespektasi besar saat ia telah berada pada keluarganya.

Dari awal mula ia dikejutkan dengan kehadiran Zain di acara Halal bi Halal di keluarga besarnya. Sampai ia bisa merebut hati sang adik dari Zain hingga Adik yang bernama Zhara itu benar-benar menginginkan dirinya untuk menemaninya di sana.


Flashback on

"Lagi pun ini cuma masalah salah paham, mengapa tak ada satu pun di sini yang mau mendengarkan pihak lain?" Zain mengucap 0enuh kelembutan meredam emosinya.

Zain takut jika Sabrina risih karena secara tidak langsung adiknya memintanya untuk jadi pembantu. Ya bukan pembantu juga, tapi Zain khawatir, jika Sabrina terpaksa tinggal di sana untuk menunggu. Sedang dirinya tidak akan pernah untuk bertanggung jawab atas kesalahpahaman.

Sabrina hanya diam mendengar dua adik kakak yang tengah beradu mulut itu. Ia juga tidak tahu apakah ia akan menerima tawarannya atau tidak. Bibirnya sangat kelu untuk berbicara. Entah mengapa, ia sedikit kecewa dengan hari ini.

"Kak Sabrina mau, kan?" Zhara berharap dengan kedua matanya yang mulai berkaca-kaca.

Sebenarnya, Zhara hanya ingin masalah ini selesai dengan pihak kebenaran yang harus mengalah. Masalah benar atau tidaknya, lambat laun akan terungkap juga.

Semua mata tertuju pada Sabrina. Dari Bunda Sarah, Tiara yang terdiam sempat merasa bersalah namun ia tak mampu meyakinkan keluarga besarnya, bahkan ibunya Tiara juga. Hanya ada mereka di kamar tamu saat ini. Hal ini tentu saja membuat Sabrina gugup ditatap sejumlah tatapan mata termasuk mata teduh namun berkesan tegas dari Zain.

"Mmm, Kak Brina enggak tahu, Zhara. Kak Brina mesti pikir-pikir dulu."

"LO KOK, MAU AJA SIH DIJADIIN MURAHAN? HARGA DIRI LO MANA? BISA-BISANYA LO MAU MIKIR DULUAN SAAT LO HABIS ENTAH DIAPAIN SAMA TU ORANG."  Salah satu sepupu Sabrina ikut mendukung permintaan Zhara yang kali ini.

Bulir bening Sabrina mulai berani menampakkan dirinya di depan semua orang. Menjadi sebuah bukti bisu yang jika seseorang paham, maka kesalahpahaman ini akan berakhir. Namun sayang, agaknya musuh terlalu pandai berpegang teguh.

Kini Sabrina menghampiri Zhara yang tengah menunduk dalam dan tengah merenung. Entah apa yang mengganggu pikirannya. Sabrina menyentuh pundak Zhara secara perlahan membuat si empunya otomatis mengarah kepada siapa yang menyentuh.

"Kakak, mau ya?" Mohon Zhara dengan mengenggam tangan Sabrina dan sedikit mengedipkan sebelah matanya untuk meyakinkan Sabrina.

Zhara melakukan ini, karena pasti tidak mudah untuk Sabrina mengambil keputusan disaat dirinya menjadi korban kesalahpahaman antara Kakak kandungnya dan Sabrina.

PenantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang