🥀.10

41 9 2
                                    

Alqur'an tetap menjadi prioritas yaa..

Next..
Happy Reading🥰

-Penantian-

--¤♡¤--

Kriett..

Kepala Hasbi berpaling mengarah pada suara deritan pintu.

"Assalamualaikum." Salam Zain memasuki kamar Sabrina dan disusul Farah dan Zhara yang ada dibelakangnya.

Langkah Zain terhenti ketika ia mendapati sesosok laki-laki yang begitu dekat dengan Sabrina.

Wajah Zain hampir memerah padam, dan tangannya yang mengenggam.

Namun rasa itu ia buang jauh-jauh, ketika ia merasa seperti tidak asing dengan Pria berjas putih khas dokter itu.

"Kau? Siapa? Nampaknya kita pernah ketemu?" Tanya Zain dengan kedua matanya yang masih menginterogasi.

"Oh, kau lupa denganku?" Tanya Hasbi bangkit dari duduknya, dan berjalan menghadap Zain tepat di hadapannya, dengan kondisi rahang yang mulai mengeras.

"Kau apakan adik saya? Jawab." Tanya Hasbi pelan, namun dengan wajah yang sangat menakutkan.

"Saya nggak melakukan apa-apa."

"Saya udah pesen sama kamu, buat jagain adik saya baik-baik. Tapi nyatanya sekarang?" Emosi Hasbi mulai meluap-luap.

"Perempuan ini? Siapa lagi? Pantes Brina jadi kayak gitu." Protes Hasbi menunjuk Farah. Dan Zain hanya bingung apa maksud perkataan Hasbi.

Sabrina yang mendengar itu membuka suara.

"Cukup, ini semua bukan salah Ustadz, ini semua salahku, Kak." Lerai Sabrina dengan suara lirihnya.

"Diam kau Na, jangan ikut campur." Sahut Hasbi.

"Pergilah dari sini. Jangan pernah berharap kamu bisa temuin adik saya lagi."

Merasa terusir, Zain beserta Farah dan Zhara pun memberesi semua barang-barang mereka.

Mereka semua pergi meninggalkan Hasbi yang hingga saat ini berwajah merah padam.

"Kak, apa yang..." Ucapan Sabrina teropotong.

"Ssstt, udah. Ini yang terbaik untukmu." Ujar Hasbi mengelus pucuk kepala Sabrina

Sabrina yang menyadari itu meneteskan air mata.

"Hey, ngapain nangis? Ngapain kau harus tangisi dia yang sama sekali nggak pernah peka dengan perasaanmu?"

Sabrina pun semakin menangis tersedu, ternyata selama ini yang selalu mengerti akan perasaannya hanyalah Kakaknya sendiri.

Hasbi yang melihat adiknya menangis pilu mencoba untuk menenangkan Sabrina, dan menguatkan hati adiknya yang telah rapuh itu.

"Udah ya, Kak Bi tinggal dulu, kau istirahat aja disini. Kak Bi ada praktek hari ini." Ujar Hasbi langsung melangkah setelah mengelus kepala Sabrina dengan cepat, sebelum Sabrina menyahutinya.

-P-

Setiap orang pasti memiliki secercah impian. Terkadang, seseorang justru merasa bimbang dan tidak percaya untuk menggapai mimpinya sendiri. Padahal jika ia berniat dan terus ikhtiyar, Allah pasti akan membantu hambaNya.

PenantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang