Waktu terus berputar, tapi entah sampai kapan aku mengharapmu di bait doa-doa pada sepertiga malamku. Meski aku tahu, kenyataan sungguh menghujam perih berbeda jauh dari harapan.
Memang penantian ini masih terus ada.-Penantian-
--¤♡¤--
Bulan berganti bulan, waktu kian berjalan seiring berputarnya roda kehidupan. Terhitung hampir setahun, Sabrina berada di kota yang mengobrak-abrikkan perasaannya.
Selama itulah dia di Jakarta menjadi seorang guru TPQ di dekat rumah Zain. Dia sosok guru yang baik, ramah, dan sangat digemari oleh banyak murid-murid. Mereka merasa mudah mendapatkan ilmu dari Sabrina. Sabrina tetap terus menjaga Amanah Zain meskipun terkadang ia sangat sulit mendapat izin dari Hasbi. Padahal Sabrina hanya sekedar mengajar ngaji lalu pulang. Jika sempat, ia akan sekedar mampir sejenak menemui Zhara.
Kemudian kehadiran Arkan, sedikit membuat hatinya sembuh meski nama Arkan tak pernah wujud di harapan dan doa dari seorang Sabrina.
Beberapa kali Sabrina harus terjatuh, bangkit lagi, tapi apakah untuk saat ini ia benar-benar terjatuh? Tak mampu untuk bangkit?
Singkat cerita, siapa lagi kalau bukan Arkan? Pria itu telah menemani hari-hari Sabrina, meski ia tahu resiko apa yang akan diterimanya ketika Zain mengetahui itu. Arkan berpikir, Zain telah mencintai Sabrina. Tapi kenyataannya? Zain masih melangitkan nama Farah di doa-doanya.
Arkan sadar, Arkan tahu, Sabrina bukanlah wanita yang pantas untuknya. Tetapi ia berjanji pada dirinya sendiri, untuk selalu tak membuat wanita pujaannya itu tak meneteskan air mata.
Suara itu kian terngiang terus menerus di telinga Sabrina. Beberapa kali kedua iris lentik Sabrina meluruhkan cairan bening.
Sabrina masih teringat jelas waktu itu.
Flshbck on
"Jadi gimana Zain? Kau harus segera meneruskan pendidikanmu lagi, dan pilihan yang tepat adalah Universitas Al-Azhar di Kairo Mesir."
Hening. Bahkan Sabrina seakan tersekat di tempat, ucapan dari Abuya sangat menghempaskan dirinya.
Zain terdiam cukup lama, bibirnya sangat ragu untuk menuangkan isi hatinya. Hingga membuat semua orang yang berada di ruang tamu termasuk Farah menatap penuh tanda tanya kepada Zain.
"Zain akan kuliah kalau Zain sudah ... Mengkhitbah seseorang." Jawab Zain dengan mantap dan sedikit melirik ke arah Farah.
Kedua sorot mata Sabrina tak sengaja mendapat pandangan menyesakkan itu. Ia tidak bodoh dengan putaran bola mata Zain pada gadis yang selama ini membuatnya ragu dengan perasaannya.
Seisi ruangan terkejut dengan pernyataan yang baru saja terlontar dari Zain tersebut. Benar saja, usia Zain baru menginjak dua puluh tiga tahun.
Umma Aisyah refleks mengangkat suara. "Kamu tidak main-main kan, Zain? Usiamu masih sangat muda, Nak."
Zain tertunduk, ia telah menduga dari awal jika hal ini pasti akan terjadi. Karena ini, Zain telah mempersiapkan matang-matang untuk mengungkapkan keinginannya.
"Zain, kamu bisa kuliah dulu. Baru nanti setelah kamu mendapat gelar sarjana, kamu boleh menikah. Dan kehidupan istrimu pasti akan sangat terjamin jika kau sudah selesai menuntut ilmu." Tutur Farah, yang langsung mendapat persetujuan dari Abuya dan Umma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian
Spiritual[REVISI] On Going Salahkah jika seseorang mempunyai keinginan rasa cinta yang bisa berbalas? Tentu semua ingin cintanya tidak sepihak. Namun apakah mungkin Sabrina bisa mendapatkan balasan cinta dari seorang Ustadz? Sedang takdir buruk nan tidak m...