Rasa ini masih menetap dengan nyaman.
Menyinggah seolah tak terjadi sesuatu,
Tapi tidak. Nyatanya Hatiku remuk akibat rasa ini.
(Sbrnafsha)-Penantian-
--¤♡¤--
Coretan warna jingga terlukis indah di cakrawala, semilir angin menyeret lembaran-lembaran daun kering di teras rumah Zain. Gadis yang dipanggil panggil Brina itu terduduk bersama adik dari Zain.
Beberapa buku pelajaran menjadi bahan utama mereka. Ilmu pengetahuan Sabrina sedikit ia tumpahkan untuk Zhara.Sabrina memilih untuk mampir sebentar di rumah Zain, dan dengan terpaksa Arkan harus rela mengundurkan pertemuannya dengan sahabatnya itu. Arkan cukup sadar diri. Ia tahu, hatinya memang tak sanggup berada di tempat itu lama-lama. Baginya, biarlah sosok wanita pujaan hatinya bahagia jika bersama lelaki lain yang lebih pantas dibanding dirinya.
"Kak Brina dulu sekolahnya ngambil jurusan apa waktu SMA?" Tanya Zhara penasaran. Gadis itu memangku sebuah buku yang terbuka dengan tangannya yang menggenggam satu pulpen.
"Kak Brina dulu nggak SMA sayang, Kak Brina dulu sekolah di MA. Madrasah Aliyyah." Jelas Sabrina sambil menatap Zhara.
Zhara menaik turunkan kepala tanda mengerti. Ia pun kembali berkutat pada bukunya, Zhara mengambil jurusan IPA di sekolahnya. Ia memang berkeinginan unuk menjadi seorang perantara Allah untuk menyembuhkan orang yang sakit.
Seulas senyum terbit dari bibir Umma Aisyah, ketika ia tak sengaja mendapati putrinya itu tengah belajar bersama seorang gadis yang menurutnya adalah sosok yang membantunya untuk merawat putrinya ketika dirinya tak sanggup menemani Putrinya lagi.
Seorang pria berkulit putih ikut tersenyum berdiri di belakang kursi roda ibundanya.
Tanpa sadar, sedikit sentuhan di pundak Umma Aisyah membuat ia sedikit menggeliat. Lalu menoleh ke belakang, dan mendongakkan kepalanya.
"Zain?" Panggil Umma Aisyah.
"Iya Ma," jawab Zain tersenyum tipis.
Tangan Umma menekuk, menggenggam erat tangan putranya yang berada di lengan atasnya.
"Tolong bawa Umma kesana, Nak!" Perintah Umma lembut.Zain langsung menganggukkan kepalanya. Ia kemudian mendorong kursi roda Umma Aisyah menuju Sabrina.
Sabrina mendapat sebuah panggilan di ponselnya, dan ia pun terpaksa bangkit dari duduknya dan sedikit menjauhkan diri dari Zhara.
Sedangkan Umma dan Zain kemudian menghampiri Zhara yang sekarang terduduk sendiri dengan sebuah bukunya.
"Zhara!" Panggil Zain mengejutkan adiknya yang fokus dengan bukunya itu.
Kedua alis Zain terangkat, matanya menatap keberadaan Sabrina, lengkap dengan bibirnya yang sedikit ia majukan seolah bertanya pada adiknya itu.
"Ooh, Kak Brina?" Jeda sesaat.
"Dia lagi ..." Mulut Zhara yang membuka seketika berhenti mengeluarkan suaranya, ketika Sabrina telah kembali menujunya."Eh Umma, Ustadz." Sapa Sabrina sedikit menunduk.
"Mmm, Sabrina mau izin pamit pulang dulu." Ucap Sabrina dengan lembut.
"Loh kok buru-buru sih, Nak?" Tanya Umma Aisyah.
Zain menyahut, "Iya, mau kemana, Sha?" Tanya Zain masih menggenggam erat tempat untuk mendorong kursi roda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian
Spiritual[REVISI] On Going Salahkah jika seseorang mempunyai keinginan rasa cinta yang bisa berbalas? Tentu semua ingin cintanya tidak sepihak. Namun apakah mungkin Sabrina bisa mendapatkan balasan cinta dari seorang Ustadz? Sedang takdir buruk nan tidak m...