🥀.05

58 13 1
                                    

Utamakan membaca Alquran terlebih dahulu yaa..
Okee next! Happy Reading..♥️

-Penantian-

--¤♡¤--

Tanpa terasa, sudah lama Sabrina berada di kota Jakarta ini. Lambat laun, sikap Zain sudah menghangat. Ia tidak sedingin dulu. Namun yang menjadi penyakit lain adalah, sikap Zain terhadap Farah yang seperti lebih dari sekedar sahabat. Berkali-kali Sabrina harus menahan rasa cemburunya.

Cemburu? Ia bahkan tidak menyangka jika ia telah jatuh hati kepada manusia. Semoga saja Sabrina tidak egois dalam perasaannya, sehingga ia tidak akan jatuh dengan ekspektasinya sendiri.

Sakit. Satu kata itu yang selalu menyiksa gadis bernama Sabrina. Tujuan berada di sini adalah menunggu sebuah kepastian yang jelas. Tetapi mengapa Zain tidak pernah mempedulikan keberadaannya di sini untuk apa.

Rinai hujan tipis-tipis perlahan mulai membasahi ibu kota negara ini. Aroma sejuk dari air hujan membuat Sabrina yang duduk di sebuah kafe itu merasa rileks dan tenang. Lengkap ditemani oleh secangkir kopi hangat, adalah hal yang paling cocok untuk cuaca seperti ini.

"Kak, Zhara mau ke depan dulu ya, Bentar lagi Kak Zain pasti balik lagi." Pamit Zhara pada Sabrina yang sedang menyeruput kopinya. Sedang Zain saat ini berada di kamar mandi.

"Oh, iya, Jangan lama-lama ya,"

Sabrina pun mengeluarkan ponselnya dan mulai sibuk memberi kabar untuk keluarganya di Surabaya.

Namun tiba-tiba setitik air mata terjatuh dari sebelah mata Sabrina. Gadis itu sangat merindukan keluarganya.

Sabrina memasukkan telepon genggamnya di tas mungil kesayangannya, lalu ia berdiri dan pergi meniggalkan tempat duduknya, berniat untuk pergi ke kamar mandi membasuh wajahnya.

Langkah Sabrina terhenti ketika kedua matanya menangkap dua insan yang sedang berbincang hangat.

"Mbak Farah? Ustadz Zain?" Gerutu Sabrina dalam hati.

Melihat dua sejoli yang sangat serasi itu membuat hati Sabrina yang dilanda rindu dan kesedihan kini bertambah menjadi sebuah goresan yang menyakitkan di hatinya.

"Bunda, brina sangat rindu dengan wajah teduh Bunda," Ratapan Sabrina dalam bisikannya.

Mata Sabrina kembali menitikkan cairan bening di kedua pipinya.

Suara gemuruh terdengar dari langit yang gelap. Hujan yang menenangkan berubah menjadi hujan yang sangat deras. Semesta seakan mengerti dengan kondisi hati Sabrina.

"Hujannya tiba-tiba makin deras aja. Gimana nanti pulangnya? Aku bawa sepeda motor lagi." Risau Farah dengan tangannya yang ia genggam dan menggosokkan telapak tangannya sebab hawa angin yang mulai dingin menusuk tulang.

"Hmm, bareng aja sama aku?" Tawar Zain dengan melipat kedua tangannya ia juga merasa kedinginan.

"Kan tadi bawa sepeda motor?" Ujar Farah menghembuskan nafasnya menggigil membuat Zain sedikit melirik Farah.

"Kau kedinginan?" Tanya Zain khawatir.

"Hmm, iya nih. Hawanya semakin menusuk tulangku saja." Ujar Farah mendekap raganya sendiri.

PenantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang