Gadis dengan jubah putih nampak berjalan dengan amat lelah, raut wajah lelah kini sudah terpancar di wajahnya. Dengan jalan dengan amat pelan gadis itu pun kini telah sampai di dapur, meraih sebuah gelas lalu mengisinya dengan air dingin lalu meneguknya hingga habis.
Setelahnya ia pun segera berjalan menuju lantai kedua, melewati sebuah bilik kamar yang sudah 1 tahun tidak berpenghuni. Meraih knop pintu kamar itu lalu membukanya, jisoo pun segera melangkah masuk.
Memejamkan matanya sejenak lalu memghirup dalam-dalam aroma parfum khas dari kamar ini. Walaupun sendari beberapa tahun silam hubungan jisoo dan rosé tidak begitu dekat. Namun saat kepergian rosè dari mansion ini mampu membuat jisoo menjadi tak berdaya untuk hidup, walaupun jisoo tau rosé merupakan sosok yang amat kuat. Tapi kita tidak tau sisi lain dari orang yang selalu kita lihat kuat itu.
Jisoo pun mulai melemparkan jubah putih dan juga sebuah tas kecil yang selalu ia bawa ke sofa kamar ini. Berjalan menuju kamar mandi untuk berendam dan menenangkan pikirannya sejenak. Tak butuh waktu lama jisoo pun sudah rapih dengan sebuah piyama yang berwana pink yang terakhir kali ia melihatnya saat tidur bersama dengan rosé.
Meraih sebotol parfum yang masih amat penuh di meja rias milik rosé lalu menyemprotkannya di tubuhnya, setelahnya ia pun beranjak membuka lebar pintu balkon kamar itu membiarkan saja angin malam yang mulai masuk memenuhi ruangan ini.
Jisoo pun segera berjalan menuju ranjang yang amat rapih itu, menghempaskan begitu saja tubuhnya ke atas ranjang itu. Lalu memejamkan matanya menikmati angin malam yang menyapa wajahnya.
"A-apakah aku harus menjadi pintar agar bisa di pandang dengan mu?"
"Apa aku harus menjadi jisoo! Jennie! Dan lisa!. Agar bisa di pandang oleh mu?!"
Plakkk~
"Appa! Sudah kubilang jangan mengunakan kekerasan!"
"Anak itu pantas mendapatkan ini, aku tak membutuhkan anak yang bodoh dan tak berguna!"
"Tidak berguna?? Bodoh??... apakah seorang anak harus menjadi berguna bagi orang tuanya?"
"Seorang anak terlahir karena... di butuhkan oleh orang tuanya, itu sebabnya seorang anak harus menjadi berguna!"
"Jika begitu seharusnya tidak usah dilahirkan!... aku juga tidak di minta untuk di lahirkan ke dunia ini, terlebih di lahirkan di keluarga ini!!!"
Kalimat itu, ucapan itu, nada itu, pertengkaran itu. Masih terus terngiang-ngiang di kepala jisoo, tak sanggup kembali mengingat hal itu jisoo pun segera membuka kedua matanya, dengan serempaknya air mata yang sudah mengalir dari kedua sudut mata itu.
"1 tahun sudah berlalu, dimana kau chaeng?. Eonnie merindukan mu. Apa kau tidak merindukan kami??" Lirih jisoo dengan nada yang sudah bergetar amat hebat.
Jisoo tak tau harus berbuat apa sekarang, semua cara sudah ia lakukan untuk mencari rosé. Namun gadis itu amat pintar menyembunyikan semua jejaknya, seolah-olah ia hilang dari dunia ini.
Memilih untuk menatap langit-langit kamar ini yang begitu suram, tak lama terdengarlah suara pintu kamar ini yang terbuka. Jisoo dengan antusias langsung bangkit dari tidurnya, dan menatap ke arah pintu berharap jika sang pemilik kamar ini kembali.
Namun jisoo kembali harus memakan ke pahitannya, jisoo menghela nafasnya kasar lalu kembali merebahkan tubuhnya. Dua gadis nampak menghampiri jisoo, duduk di sisi kanan dan kiri jisoo. "Eonnie~" Jisoo hanya membalas sapaan itu dengan sebuah deheman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Affection✔
Fanfiction"Hey, aku disini. Kalian melihat ku??" Park Chaeyoung "Chaeng, kemarilah" Kim Jisoo "Chaeng, mianhae..." Jennie kim "Kumohon chaeng kembali, aku membutuhkan mu. Mianhae" Lalisa manoban. Dahlah gak pandai buat deskripsi yang bagus, tapi intinya kaya...