25. Different Affection

2.3K 293 55
                                    

Baru beberapa detik gadis dengan jubah berwana putih itu keluar dari ruang operasi, dengan begitu saja lengan kirinya di genggam erat dengan seseorang. Dengan begitu saja tubuhnya terbawa, dengan langkah kakinya yang begitu cepat.

Hendak melontarkan sebuah kalimat dari mulutnya namun terpaksa ia urungkan saat mendapati wajah dingin dari sosok yang menariknya. Memilih untuk diam dan mengikutinya hingga kini mereka berdua sudah sampai di sebuah ruangan yang cukup besar.

Tubuh Jisoo dengan amat kasar terbanting di atas sofa ruangan ini, mengelus lembut pergelangan tangannya yang sudah memerah akibat genggaman erat itu.

"Unnie--"

Kalimatnya terhenti, seorang gadis di hadapannya itu hanya memilih menatap sekilas kedua bola mata Jisoo. Oke sekarang Jisoo sudah mengerti dengan semuanya, jika sang kakak sepupunya tengah bersikap seperti ini pasti ada hal penting yang ingin ia sampaikan.

Tapi Jisoo masih tak mengerti hal apa yang ingin kakak sepupunya itu sampaikan kepadanya, mereka tidak ada menangani pasien yang sama. Ingin sekali Jisoo menayakan hal yang sudah membuat rasa penasaran itu menghantuinya, namun tak ingin mengambil resiko jika ia akan terkena semburan dari sosok Irene.

Sebuah flashdisk berwarna hitam sudah menempel di sisi leptop yang berada di hadapan Irene, sudah hampir 2 menit mereka sampai di ruangan ini namun Irene masih tengah sibuk dengan leptopnya.

"Eonnie, apakah ada--"

Ucapan Jisoo dengan begitu saja terhenti saat suara dingin dari Irene menyapa gendang telinganya. "Kau akan merasa sangat sakit saat melihat video ini" mata itu sudah berkaca memerah, dan membuat Jisoo semakin bingung dengan keadaan.

Menatap leptop yang sudah menghadap dirinya, awalnya Kisoo merasa biasa-biasa saja saat melihat seorang pasien yang masuk ke ruangan itu. Tapi detak jantungnya seketika berdetak lebih cepat saat mendapati seorang wanita yang sangat ia kenali sedang berbaring di atas ranjang di ruangan itu.

Seketika mata itu berubahan menjadi kemerahan, ia tak menyangka jika dugaannya selama ini benar. Jika seorang yang satu tahun silam yang pernah ia jumpai itu merupakan sang adik. Tak dapat membendung lebih lama lagi air mata itu, dengan begitu saja sudah mengalir di pipi putihnya ini.

"Aniya, tidak ada yang serius dengan chaeyoung. Aniya" Kalimat itu sudah bergetar amat hebat.

Yang di katakan Irene benar, kini Jisoo merasakan sakit yang amat mendalam. Hatinya terasa begitu sakit dan sesak, pikiran negatif sudah menghantui kepalanya namun ia harus bisa berfikir positif.

Irene hanya memandang Jisoo, membiarkan gadis itu agar sedikit tenang sebelum hatinya kembali remuk saat membaca sebuah dokumen yang irene bawa. Jisoo hanya mengepal tangannya erat, dan mendongak menatap langit-langit ruangan ini, menahan agar air matanya itu tak kembali mengalir.

"Uuhhff, ia mungkin hanya ingin mengecek kondisi tubuhnya. Kau tau bukan jika keluarga ku setiap satu bulan sekali selalu berkunjung ke dokter penyakit dalam maupun dokter saraf untuk melihat kondisi tubuh" Kalimat itu mungkin terdengar amat lancar dan tegar.

Tapi di baliknya kini Jisoo sudah amat ketakutan jika yang ia pikirkan itu tidak sesuai dengan apa yang terjadi, irene sedikit menghela nafasnya kasar. Mengeluarkan selebar kertas putih yang berada di dalam map yang  ia bawa, lalu memberikannya ke hadapan Jisoo.

"Segera bawa Chaeyoung kembali ke rumah, ia membutuhkan perawat khusus jika tidak... kau sudah tau apa yang akan terjadi, Jisoo-ya" 

Tangisan itu pecah dengan begitu saja, dengan seketika Jisoo merasa tak berguna menjadi seorang dokter. Terlebih ia mengingat janji nya sewaktu ia SMA dulu yang berjanji untuk melindungi adik-adiknya dan keluarganya saat ia telah menjadi dokter.

Different Affection✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang