Hampir 2 jam lebih Rosé dan Jennie nampak tak saling membuka suara satu sama lain, mereka nampak sedikit cangung setelah 1 tahun lama nya tak berjumpa.
Keadaan di anatara keduaannya amatlah hening, hanya ada suara detakan jarum jam yang mengisi keheningan mereka. Jujur Rosé sangat lelah harus berdiam seperti ini, hingga akhirnya ia membuka suaranya untuk pertama kali setelah 2 jam lamanya.
"Aku lelah terus terdiam, jika tidak ada yang terlalu penting kau bisa keluar dari tempat ku" Jennie seketika mendongak menatap wajah Rosé yang kini amat dingin itu.
"Pulanglah... semua orang merindukan mu" Rosé cukup terkejut mendengar suara lembut dari Jennie, menatap sejenak gadis yang berada di hadapannya lalu mengahlikan kembali pandangannya.
"Jika kemari kau hanya mengemis untuk aku pulang, sebaiknya kau pergi aku tak punya waktu untuk membicarakan hal yang tidak penting ini" Rosé bangkit dari duduknya, berjalan meninggalkan Jennie yang masih terduduk di kursinya.
Jelang beberapa menit kemudian, Rosé berjalan kembali memasuki dapurnya. Menghela nafasnya kasar saat masih mendapatkan sosok jennie di sana. Meraih sedikit kasar lengan sang kakak, lalu menuntutnya menuju ruang tengah.
Mendudukan tubuh pendek sang kakak di sofa lembut itu, lalu memberikan sebuah kartu debit di hadapan Jennie. Jennie menatap tajam mata Rosé, ia benar-benar tak habis pikir dengan sifat adiknya satu ini yang semakin tak sopan.
Meraih kasar kartu debit itu lalu meremasnya sekuat tenaga hingga kini kartu debit itu sudah tak semmulus seperti awal. "100 juta won di dalamnya, apakah masih kurang untuk menembus kesalahan ku tadi siang?"
"Bisakah kau tidak seperti ini? Ingatlah aku ini masih menjadi kakak mu!" Rosé hanya tersenyum hambar, berdiri lalu menatap jendela tembus pandang yang berada di ruang tengah penthouse nya ini.
"Kau lupa? Semenjak 1 tahun lalu aku sudah resmi bukan bagian dari keluarga mu, jadi kumohon mari akhiri ini semua" Jennie bangkit berjalan amat kasar nenuju Rosé.
Meraih kasar pergelangan tangan sang adik, lalu membalikan tubuhnya menatap dirinya. Sudut bibir Jennie sudah nampak bergetar dengan kedua bola mata yang sudah berkaca menahan air matanya.
Plak~
Satu tamparan mendarat sempurna di pipi Rosé, hari ini ia sudah mendapatkan dua kali tamparan dari seorang yang sama. Rosé memegang pipinya lalu mengelus nya lembut sambil sedikit tersenyum.
"Aku tau kau sakit hati, kecewa! Tapi tolong jagan berlagak seperti ini!" Rosé hanya tersenyum, menarik nafasnya kasar lalu melangkahkan kakinya menuju Jennie.
"Kau bisa dengan mudah berbicara seperti ini...karena kau tidak merasakan apa yang aku rasa!!" Tak sadar kini Rosé menaikan nada bicaranya, yang mampu membuat hati Jennie merasa amat tercubit.
Melangkahkan pelan kaki nya, lalu menatap tajam wajah Jennie. "Ingat hari ini kau sudah menampar ku dua kali, dan ku harap aku tak akan bertemu dengan mu lagi!" Rosé berjalan meninggalkan penthouse nya, sedangkan Jennie ia sudah terduduk lemas di lantai sembari menatap lengannya yang baru saja menampar sang adik.
***
Beberapa bulan belakangan ini para media di korea nampak berbondong-bondong menyiarkan berita mengenai debut solo Rosé. Jujur saja irene sangat senang mengetahui jika sang adik sepupu nya itu kini sudah sukses dan baik-baik saja.
Tapi seketika sebuah pikiran datang ke otaknya, masih ada satu masalah yang belum ia tau tentang hubungan Rosé bersama Chanyeol yang merupakan dokter penyakit dalam di rumah sakit ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Affection✔
Fanfiction"Hey, aku disini. Kalian melihat ku??" Park Chaeyoung "Chaeng, kemarilah" Kim Jisoo "Chaeng, mianhae..." Jennie kim "Kumohon chaeng kembali, aku membutuhkan mu. Mianhae" Lalisa manoban. Dahlah gak pandai buat deskripsi yang bagus, tapi intinya kaya...