31. Different Affection

2.1K 270 73
                                    

1 jam berlalu, akhirnya Rosé membuka matanya. Tak banyak yang dapat ia lakukan selain meringis kesakitan. Tubuhnya benar-benar terasa amat remuk, tanpa Rosé sadari kini setetes air mata mulai mengalir dari sudut matanya.

Jennie gadis dengan ciri khas mata kucing itu, dengan sigap mengenggam lembut telapak tangan yang amat kurus dan lemah itu. "Apa yang kau rasakan? Tolong beri tau unnie, jangan kau pendam sendiri eoh"

Rosé hanya menggelengkan kepalanya lemah, bohong jika Rosé tidak merasakan apapun. Sebab kini semua rasa sakit nampak sedang bersinggah di tubuhnya, namun ia tak ingin terlihat lemah di mata orang. Itu sebabnya ia memilih untuk menahannya walaupun sangat menyiksa.

"Uhuk..."

Masker oksigen yang di kenakan Rosé terlepas, membuat Jennie amat marah. Kini Rosé masih sangat membutuhkan bantuan masker oksigen itu untuk bernafas, tapi dengan mudahnya ia melepaskannya.

"Kau masih membutuhkannya, jangan di buka"

Rosé hanya dapat pasrah, memang kenyataannya jika gadis itu masih membutuhkan masker oksigen itu. "Apakah aku akan segera pergi meninggalkan kalian, eonnie?"

Pertanyaan itu mampu membuat Jennie terdiam kecut, matanya kini sudah memerah. Ia sangat membenci kalimat yang baru saja Rosé lontarkan, meskipun pada kenyataannya Rosé bisa saja pergi meninggalkan mereka kapan saja.

"Tidak! Kau tidak akan pernah pergi kemana-mana!. Kau pernah bilang jika kau kuat, maka kau harus bertahan. Tolong bertahanlah, Appa sedang berusaha mencarikan pendonor yang cocok untukmu"

Rosé hanya tersenyum lemah di balik masker oksigen yang menutupi setengah wajahnya. "Hm ya... kau benar aku kuat" Jennie menangguk sambil menagis menatap sendu wajah pucat milik Rosé.

"Jangan menangis... kau seperti anak kecil" Tangan kurus itu mulai menghapus lembut beberapa bekas air mata yang membasahi pipi mandu sang kakak.

"Ani, segeralah sembuh. Kau harus menepati janji mu, untuk membawaku pergi" Rosé hanya menanggukkan kepalanya.

***

Waktu terus berputar, tak terasa kini hari sudah sore. Tapi seharian penuh ini Rosé sama sekali tak mendapati lisa yang melihat keadaannya. Ia hanya termenung menatap Jisoo yang tengah membersihkan tubuhnya menggunakan handuk yang di basahkan.

Rosé sangat membenci seseorang menyentuh tubuhnya, tapi untuk sekarang sepertinya ia akan bersabar sejenak. "Dimana Lisa? Aku belum melihatnya seharian penuh ini"

Jisoo menatap wajah Rosé sejenak, lalu kembali memasangkan setiap kancing yang terletak di baju ini. Setelahnya Jisoo segera membereskan semuanya lalu mulai duduk tepat di sisi ranjang.

"Sebentar lagi pasti ia datang bersama eomma" Rosé hanya menganggukkan kepalanya.

Jujur ia sangat bosan harus terbaring lemah dengan beberapa alat-alat medis yang menempel di tubuhnya. Sendari ia sadar ia sama sekali tak di perbolehkan memegang ponselnya, padahal ia sangat ingin melihat berita terkini. Namun Jisoo nampak tak mengizinkannya.

"Ssshh~"

Rosé meringis sakit, saat perut bagian bawahnya kembali menimbulkan rasa sakit. Ia hanya dapat mengigit bibir bawahnya, berusaha untuk tidak mengeluarkan suara ringisannya. Namun percuma saja, jisoo bahkan dapat mendengar jelas suara yang terlontar dari mulut rosé.

"Apa yang sakit? Katakan pada eonnie"

Rosé mengenggam lemah lengan kiri sang kakak, membawanya menuju tempat di mana dirinya merasakan sakit itu. "D-di sini" Jisoo sedikit membuka baju yang Rosé kenakan.

Different Affection✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang