Dizar dibawa pergi ke rooftop sekolah oleh Rara. Untuk sampai ke sini, Rara dengan sangat kencang mengajak Dizar berlarian di koridor sekolah hingga menarik perhatian sesentereo sekolah termasuk kelasnya yang sedang di lapangan.
Meski begitu, Dizar juga tidak terlalu peduli, sih. Penampilannya juga sangat berbeda daripada yang biasanya---alias cowok itu tidak memakai tompel khasnya. Pasti dia hanya dianggap anak kelas lain alih-alih seorang Aldizar Sharga.
Sekarang, hal yang harus dilakukan Dizar adalah menghadapi hantu bar-bar yang ada di hadapannya sekarang.
Karena membekukan tubuhnya sehingga wujudnya menjadi manusia biasa, rambut pendek Rara bergoyang-goyang mengikuti arah angin. Ia melipat kedua tangannya di depan dada wajahnya juga terkesan arogan.
Melihat itu, Dizar tersedak angin. "Lo bukan seseorang yang mau minta tolong?"
Rara menaikkan alisnya tak mengerti.
Tidak mau repot menjawab, Dizar hanya menaikkan bahunya tak peduli. "Sekarang, silakan ngomong. Lima menit."
"Lima menit gak cukup."
"Tiga menit."
"Kok malah dikurangin?!" Rara melotot tak terima.
Tapi, Dizar juga pantang menyerah. Cowok itu berdeham, menaikkan dagunya dan melipat kedua tangannya di depan dada---kembali menantang hantu itu. "Semakin lo banyak omong, waktu semakin berkurang."
"Astaga, oke-oke!" Rara kelimpungan menghadapi Dizar, cewek itu juga mengangguk brutal seraya menengadahkan kedua tangannya di udara. "Bener kata lo, gue mau minta tolong."
"..."
"Jadi, gini..."
"..."
"Gue harus mulai darimana, ya?"
"..."
"Waktu habis." Saking gregetnya Dizar sama Rara, cowok itu memutuskan untuk mencegah cewek itu berbicara. Lagipula apa sih kendalanya sampai-sampai Rara terkesan ragu begini? Kalo sudah begini, kan, Dizar malah jadi membuang-buang waktu percuma.
Apalagi sedikit lagi adalah jam istirahat, di mana rooftop adalah tempat tongkrongan para preman sekolah ini.
Dizar buru-buru berbalik, tapi Rara dengan cepat menghadangnya. "Tunggu dong!" Cewek itu merentangkan tangannya mencegat Dizar berjalan.
"Kelamaan."
"Abisnya... gue gatau harus mulai darimana."
Oke, sepertinya Rara adalah tipe hantu arogan yang butuh bantuan manusia tapi sebenarnya tidak mau bergantung juga. Terlihat sekali dari ekspresi sombongnya alih-alih memelas seperti hantu yang biasanya Dizar temui.
"Lo Rahma Raditha, murid angkatan 23 yang bunuh diri di toilet cowok tiga tahun yang lalu. Alasannya, lo depresi karena menjadi korban pelecehan seksual. Jadi, apa yang mau-lo-minta-tolong-ke-gue?"
Terjadi jeda yang cukup lama usai Dizar berkata seperti itu, alih-alih bar-bar seperti beberapa menit yang lalu, Rara malah terdiam seketika. Alisnya juga mendadak menyatu dengan sirat mata yang tajam.
"Kenapa? Omongan gue salah?"
Rara juga tidak menjawab, hantu itu sekarang malah menunduk, menghindari bertatapan dengan Dizar.
"Gue gak bakal ngasih kesempatan kedua." peringat Dizar
"Ternyata rumor itu udah melekat ya di sekolah ini."
"Ya. Dan lo adalah hantu yang paling ditakutin di sini."
"Tapi rumor itu salah."
Kini, gantian Dizar yang memandang Rara penuh heran.
Salah?
Setahu Dizar, sejak ia menduduki bangku di sekolah ini, hal itu adalah hal pertama yang ia dengar dari orang-orang. Mereka mengatakan untuk berhati-hati ketika hendak ke toilet cowok, sebab ada siswa yang mati karena bunuh diri di toilet sana.
Desas-desus juga mengatakan kalau ia adalah korban pelecehan seksual.
Tidak dikatakan dengan jelas memang tentang pelakunya, yang jelas nama Rahma Raditha menjadi bulan-bulanan setiap murid yang baru masuk ke sekolah ini.
"Terus?"
"Gue gak bunuh diri. Gue bukan korban pelecehan seksual."
Dizar mendadak penasaran. Sudah dibilang bukan? Kalau kelemahan Dizar adalah informasi yang didapat setengah-setengah. Ia paling tidak suka dengan hal tersebut. Rasanya seperti berse*.
"Kalo lo mati wajar lo gak mungkin gentayangan." tandas Dizar.
"Tapi itu bukan berarti gue bunuh diri."
Dizar terdiam seketika. Benar sih, apa yang dibilang Rara barusan. Hantu gentayangan gak cuma mereka yang bunuh diri atau disantet. Tapi ada banyak jenis hantu gentayangan yang punya sebab lain saat proses kematiannya.
Rara melangkah maju mendekat pada Dizar dengan sorot mata yang sulit Dizar pahami. "Gue minta tolong sama lo, gue harus menyampaikan sesuatu ke sahabat gue."
"Siapa sahabat lo?"
"Tapi janji dulu lo harus mau bantu gue."
Dizar memejamkan matanya rapat-rapat. "Emangnya daritadi gue di sini ngapain kalo bukan mau bantuin lo?"
Rara melipat bibirnya rapat-rapat. "Sorry, kayaknya gua malah bikin keadaan makin sulit, ya?"
"Iya. Makanya lebih baik lo to the point langsung sama apa yang lo mau. Biar gak buang waktu gue juga."
"Sahabat gue, Jelita Maharani. Tau, 'kan? Cewek yang baru-baru ini naik daun jadi artis."
Jelita Maharani?
Tidak. Dizar tidak tau siapa dia. Selebgramkah? Youtuber? Atau artis sinetron?
"Dia atlet nasional golf. Baru-baru ini viral karena cantik." Rara tanpa sadar tersenyum. "Gue perlu nyampein sesuatu biar dia gak salah paham. Lo bisa?"
"Gue gak kenal dia. Bisa lo jelasin secara detail?" Dizar berkacak pinggang. "Gue juga mau nanya sebelumnya, kalo bukan bunuh diri terus lo mati kenapa?"
Rara mendadak melempar tatapan tajam pada Dizar seolah ia tidak suka ditanya seperti itu. "Lo gak perlu tau."
"Loh? Mulai detik ini hidup lo bergantung sama gue. Mana bisa gue gak boleh tau?"
Rara berdecak. "Iya-iya nanti gue kasih tau. Sekarang lo bantu gue dulu buat nemuin Jelita."
Sebenarnya, Dizar paling malas kalau sudah dipaksa mengalah begini. Apalagi yang berkepentingan sekarang adalah si hantu di depannya ini, tapi dia malah diperintah? Dizar menarik napas dengan tatapan lelahnya pada Rara. "Oke. Di mana dia sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Trinity ✓
FanfictionReyes, Sandi, dan Dizar membuktikan kalau sahabat adalah orang yang dapat dipercaya. Tapi, bagaimana kalau suatu keadaan membuat mereka terpaksa saling mengkhianati? warning! °°mental health issues, harsh words, drugs, alcohol, etc. ©tanbaebaes, 20...