HAIIII
dah lama aku ga apdet ehehebtw ini part terakhir kemarin ya, tapi aku rombak sedikit demi alur cerita.
kalian masih ngikutin ff ini kah? huhu maafkan aku terlalu sibuk sama dunia rl.... kerjaanku penulis juga, nulis disini sama kerja bikin tangan keriting..
tapi gapapa, aku sih berharap semoga aku bisa selesain cerita ini 🥺🙏
👑⚽🐙
"Dizar?! Kok kamu ganteng banget hari ini?!"
Seruan seorang ibu-ibu di belakangnya lantas membuat Dizar menoleh. Bertemulah pandangannya dengan seorang ibu berpakaian putih ala perawat yang kini tersenyum bangga pada Dizar.
"Eh Ibu,"
"Penampilan kamu berubah?" tanya Ibu Jani, seorang perawat yang sudah sangat mengenal Dizar sebagai salah satu keluarga pasien Rumah Sakit.
Ya, sekarang Dizar berada di kamar Bundanya. Menjenguk sang Ibunda yang---kondisinya sama seperti dulu, masih terdiam seribu bahasa dan tidak dapat mengenali Dizar.
Meskipun begitu, tetap Dizar ingin Bundanya melihat cowok itu mencoba hal baru.
Omong-omong hal baru, yang dimaksud Dizar adalah penampilannya pagi ini untuk berangkat ke sekolah.
Perbincangannya dengan Rara seminggu yang lalu entah kenapa membuka mata dan pikiran Dizar sendiri.
Cowok itu bangun pagi ini dengan kondisi lebih segar dan bugar. Pertama hal yang dilakukan Dizar adalah bercermin, lalu tersenyum tanpa sadar karena menyadari.... gue ganteng juga.
Benar kata Rara.
Penampilan bertompel dan culun itu sama sekali bukan style Dizar. Dizar tidak pernah menginginkan hal itu.
Dizar ingin berpakaian seperti biasa layaknya remaja biasa tanpa harus menutupi identitas aslinya.
Jadilah sekarang lahir Dizar yang baru. Seseorang yang 'menyegarkan'.
Dizar tidak lagi berpenampilan culun seperti kemarin-kemarin. Ia tidak mengenakan kacamata dan melepas tompel buatannya yang ----sial Dizar baru menyadarinya kalau itu benar-benar aneh.
Dizar menata rambutnya serapih mungkin seolah-olah dia anak mahasiswa. Tak luput ia ganti memakai riasan wajah sedikit---yah, cowok juga butuh itu untuk tetap tampil menarik, bukan?
Kembali ke realita.
Seorang perawat yang sudah dikenal Dizar itu bergerak menuju nakas samping tempat tidur Bunda Dizar. ---mengantarkan segelas teh manis hangat.
"Akhir-akhir ini Bunda kamu minta bikinin teh manis hangat, Zar," kata Bu Jani sambil meletakkan gelas tersebut di nakas. Ia memandang nanar Bunda Dizar yang masih terdiam memandang jendela di luar sana.
"Maaf ya, Bu, saya baru sempat ke sini lagi."
"Ya. Gapapa. Selama ini Bunda kamu baik-baik aja kok. Jadi alangkah lebih baiknya kamu fokus sama sekolahmu itu," jawab Bu Jani.
Dizar yang tengah duduk di pinggir kasur menatap sang Ibunda lamat-lamat. "Bunda masih diam aja Bu? Gak minta apapun selain teh?"
"Begitulah, nak. Bunda kamu masih perlu pengobatan lebih lanjut lagi," ujar Bu Jani.
Dizar melipat kedua bibirnya---dia mulai nervous. "Sampai kapan?"
"Kita gak tau pastinya. Lambat laun Bunda pasti bisa pulih kembali. Tetap semangat, Zar."
"Kalo gitu, apa Bunda masih cari Saga?"
Pertanyaan yang dilontarkan Dizar sontak membuat Bu Jani mendadak terdiam. Mereka saling menatap satu sama lain---tetapi Dizar tahu ada yang disembunyikan dari tatapannya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Trinity ✓
Fiksi PenggemarReyes, Sandi, dan Dizar membuktikan kalau sahabat adalah orang yang dapat dipercaya. Tapi, bagaimana kalau suatu keadaan membuat mereka terpaksa saling mengkhianati? warning! °°mental health issues, harsh words, drugs, alcohol, etc. ©tanbaebaes, 20...