Bab 61

109 6 1
                                    

||AETERNA||



Bulan bertukar dengan cepat. Setiap detik dan menit yang dijalani Zelia, semua terasa spesial.  Davin dan Zelia telah berhubungan sekitar enam bulan. Zelia hanyut dalam cinta yang Davin berikan hingga tak menyadari aturan hidup yang musti ia akhiri.

Tujuh bulan berbelenggu dengan aturan yang wajib ia jalankan, membuat Zelia justru terjerembab dalam cinta yang Davin curahkan. Zelia lupa daratan. Davin telah membuat Zelia melupakan semuanya. Tentu saja, enam bulan bukan waktu yang cepat. Serangkaikan kejadian telah mengikat sepasang insan Tuhan itu. Keduanya sudah mengarungi suka duka hingga mencapai puncak cinta tertinggi.

Kendati demikian, aturan tetaplah aturan.

Cinta yang telah bersemai justru harus disingkirkan sebab takdir telah tertulis demikian. Zelia musti mengakhiri segalanya. Tersisa satu bulan lagi. Dan Zelia berharap satu bulan berubah menjadi setahun, dua tahun, tiga tahun dan selamanya. Namun semua tak bisa berjalan sesuai keinginanya. Tidak akan pernah bisa. Sekuat apa pun cinta keduanya.

Lalu bagaimana dengan keajaiban? Bukankah hidup untuk kedua kalinya adalah sebuah keajaiban? Akankah ada keajaiban untuk kedua kalinya bagi Zelia?

Zelia tak tahu. Dia hanya bisa berharap pada pemilik semesta untuk kali ini saja bisa mengubah hidupnya. Sama halnya saat Davin menanyakan keinginan terbesar Zelia, dia ingin hidup lebih lama. Zelia manusia biasa. Dia egois dan serakah. Zelia ingin tenggelam selamanya, menyesapi kasih sayang dan cinta dari Davin, Aryo, Ayu, Daniel dan semua orang yang mengitari hidup Zelia. Mereka telah memberi sentuhan warna diawan kelabunya. Warna-warna indah dan menenangkan yang tak pernah dia dapatkan sebelumnya. Zelia sulit melepas dan pergi meninggalkan semuanya. Zelia ingin memiliki lebih lama rasa menyenangkan ini. Dia tak sanggup meninggalkan semuanya.

Hari dimana tersisa satu bulan, malaikat itu kembali mengunjungi Zelia. Pendar gelap kembali terlihat dimata Zelia sewaktu membuka pintu unitnya, hilang sudah senyum dibibir Zelia ketika mengira yang datang adalah Davin. Mereka telah membuat janji untuk menghabiskan akhir pekan ditaman kota sebelum minggu depan mulai disibukan dengan ujian kelulusan.

Namun hari itu sepertinya menjadi hari buruk bagi Zelia. Masih dengan raut dingin nan angkuh, serta bukul tebal yang usang di tangan kanannya, malaikat itu kembali berujar seperti sebelum-sebelumnya. Ia datang sebagai pengingat.

"Bedanya ... ini akan menjadi akhir dari tugasku untuk mengingatimu, Zelia. Mulai besok sampai satu bulan ke depan, aku tidak akan datang. Kematianmu sudah ditentukan. Aku akan membuat skanerio seolah dirimu mati tertabrak mobil. Mudah, bukan?"

Zelia tak tahu seburuk apa wajahnya kala itu. Mungkin mukanya sudah bersimbah pucat.

"Ter-tabrak ...?"

Zelia tak sanggup bicara. Lidahnya seakan tersangkut. Tubuhnya bergetar ketakutan. Membayangkannya saja dia tak sanggup, bagaimana bisa ia menjalaninya? Terlalu larut dalam bahagia membuat Zelia tak mampu menangkap semuanya.

"Iya. Aku akan mengaturnya. Hari pertama memasuki akhir bulan, kamu dan Davin harus pergi. Ajaklah dia kemana pun, dan setelahnya ... kamu mati tertabrak mobil. Lalu kisahmu selesai dan tugasku pun selesai."

Bola mata Zelia menggelepar, ia menunduk menelan susah payah ludahnya. "A-aku ...." Zelia tak bisa menyerukan isi hatinya, keinginannya untuk tetap berada di bumi. Dia tidak bisa. Kesadaran akan kenyataan bahwa ia harus pasrah terhadap segala macam takdir, membuatnya mengunci rapat-rapat mimpinya. Mimpi yang tidak akan pernah bisa ia gapai. Zelia menegakan lehernya, kepalanya mengangguk tegas. "Ya. Aku akan melakukannya."

"Itu memang harus kamu lakukan, Zelia. Aku sudah muak dengan tugas ini. Kuharap semua berjalan sesuai dengan rencana dan tidak ada yang berubah."

Berubah? Zelia justru mengharapkan hal itu. Ia menarik sudut bibirnya tegang. "Tapi ... bisakah aku meminta izin?"

AETERNA  | Selesai✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang