Bab 36

143 9 8
                                    

Happy reading

||AETERNA||

Pagi yang cerah, langit biru tampak menebar diatas bersama matahari. Hari senin itu diadakan upacara bendera seperti biasanya, semua murid Hisci berbaris rapi. Kali ini Zelia berdiri pada barisan kedua, meski sebenarnya gadis itu ingin sekali berdiri di barisan pertama karena ingin melihat Davin yang kali ini bertugas sebagai pemimpin upacara. Zelia ingin menikmati dan menatap wajah tegas Davin di depan sana. Tapi sayangnya manusia  ular  bernama Cindy seakan tak ingin Zelia berada pada barisan depan, Cindy bahkan menyuruh antek-anteknya untuk mengisi barisan depan. Sialan. Sempat terjadi keributan karena Zelia berusaha merangsek maju dan Ayu yang berada di sebelahnya juga memberontak tak terima karena mereka duluan yang mengambil tempat, tapi hanya sesaat begitu suara tegas Pak Hamzah menertibkan mereka.

Meski berada di barisan kedua, Zelia sudah bisa menikmati suara lantang Davin ketika menyuruh memberikan hormat kepada sang saka merah putih. Bahkan amanat pembina upacara di depan sana tak di dengarkan Zelia karena matanya sibuk mencuri lihat ke arah Davin, meski cowok itu tetap fokus dengan tugasnya saat itu.

Begitu upacara selesai dan semua barisan dibubarkan, dengan langkah riang Zelia menghampiri Davin setelah sebelumnya berpamitan dengan Ayu yang memilih ke kantin. Davin terlihat tengah membantu seorang siswa membereskan peralatan pengeras suara. Zelia tersenyum lebar dan melambai saat Davin menoleh ke arahnya, dengan gerakkan bibir Zelia mengatakan bahwa ia menunggu cowok itu selesai dengan tugasnya. Davin hanya membalas dengan sekali anggukan. Ketika hendak menghampiri Zelia, Davin dihadang oleh beberapa orang gadis. Seperti biasa, hadiah berupa sekotak cokelat, buket bunga dan minuman botol diberikan oleh gadis-gadis yang dikenal Zelia sebagai siswa kelas satu, mereka memberikan hadiah tersebut dengan senyum malu-malu yang membuat Zelia berdecih tak suka.

"Nggak bosen apa dikasih hadiah mulu," ucap Zelia pada Davin begitu keduanya berjalan bersisihan. Ia menatap hadiah-hadiah ditangan Davin.

"Mau?" tanya Davin menyodorkan  sekotak cokelat ke arah Zelia. "Cowok-cowok dikelas mungkin bosen makan cokelat."

Zelia menggeleng. "Nggak ah, entar gue diamuk masa."

"Lawanlah, segitu aja takut."

Zelia mengangkat kedua alisnya tinggi. "Bisa-bisanya mantan ketos Hisci ngajarin yang gak baik."

Davin mengangkat bahu acuh sembari memberikan hadiah-hadiah tadi pada beberapa siswa kelas dua belas yang dijumpai mereka sepanjang koridor. "Dari pada ditindas terus."

"Ogah, males gue tanggepin orang-orang kayak mereka. Percuma."

"Kalau gitu pas dihina-hina sama mereka jangan cengeng."

Zelia mengerucutkan bibir. "Iya ... kirain mau belaian gue."

"Kalau gue gak ada gue gak bisa belain lo. Jadi mulai sekarang belajar buat jangan cengeng, setidaknya ada sedikit keberanian kalau mereka udah berani main fisik." Perkataan Davin membuat Zelia menghentikan langkahnya. "Kenapa?"

Kening Zelia mengkerut samar."Omongan lo mengandung makna yang gak gue suka. Kayak orang mau pergi jauh aja, lo mau pindah sekolah? Nanggung tau, udah kelas dua belas juga."

Davin melihat ke sekelilingnya, mendapati koridor tampak sepi karena jam pelajaran sebentar lagi akan dimulai. Cowok itu melangkah mendekati Zelia. Menarik pelan tangan gadis itu sebelum menautkan dengan tangannya.

AETERNA  | Selesai✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang