Happy reading
||AETERNA||
"Bapak tahu, ini pasti bukan kesalahan kamu. Hampir tiga tahun kamu di sini, gak pernah sedikit pun kamu itu buat masalah, Dav. Lagi pula teman kamu itu sudah bilang kalo Daniel yang nyerang duluan, sudah toh kamu balik saja ke kelas. Biar bapak urus si Daniel ini," ucap Pak Hamzah. Lelaki berambut putih itu yakin betul Davin tak mungkin membuat masalah.
"Saya tetap bersalah, Pak. Maaf sebelumnya kalau saya buat bapak kecewa atas perilaku saya." Davin berucap tenang di kurisnya. Tidak ada raut menyesal dari wajahnya, melainkan rasa puas karena berhasil menuntaskan hasratnya. Matanya melirik Daniel yang masih meringis memegang telapak tangannya, sudut bibir cowok itu pun tak dilewatkan Davin ketika mengingat Daniel sering mengumbar senyum pada Zelia. Bukankah sudah Davin katakan, dia ingin mematahkan tangan kurang ajar itu yang telah berani menyentuh Zelia. Lagipula Daniel sendiri yang datang dan memukulnya, cowok itu memancing Davin. Jadi bukan salah Davin jika ia memakan umpannya.
"Duh, kalo masalah kamu nyerang dia, itu bisa dimengerti, Dav. Bukan laki-laki namanya kalo diserang cuma diam aja. Itu bentuk pembelan diri kamu loh, Dav. Gak papalah, gak usah dipikir. Bapak dulu remaja juga gitu, pas ada yang tiba-tiba serang bapak, ya bapak serang balik, harga diri harga mati. Kamu balik aja ke ruang kesehatan, luka memar kamu itu mesti dikompres nanti bisa bengkak."
Daniel tersenyum pahit, cowok itu mendekatkan kepalanya ke arah Davin di sebelahnya. "Gue gak pernah yang namanya ngerasain jadi anak tiri, tapi sekarang gue tahu rasanya dianak tirikan, " bisiknya.
Davin menoleh balik, ia tersenyum manis. "Oh. Siap-siap aja. Mulai sekarang lo harus belajar jadi kuat supaya tahan dianak tirikan. Termasuk urusan Zelia."
Daniel mendengus, matanya menatap tajam Davin. "Itu gak akan pernah terjadi. Gue gak akan biariin Zelia disakiti lo lagi."
"Kita lihat nanti, Bro."
"Oke, sudah ya tatap-tatapannya, bapak jadi takut nih kalian ngamuk di sini," ucap Pak Hamzah diselingi tawanya. "Sekarang Daniel kamu bisa ke lapangan nanti bapak akan menyusul ke sana dan kamu Davin, kamu bisa ke ruang kesehatan, disana—"
"Saya akan tetap menjalani hukumannya seperti Daniel, Pak. Karena biar bagaimanapun melakukan kekerasan itu dilarang keras di sekolah, dan ...." mata Davin beralih menatap Daniel. "Siapa pun bisa lihat, siapa yang lebih butuh diobati disini." Davin bangkit, menunduk sebentar ke arah Pak Hamzah sebelum melempar senyum manis ke Daniel dan beranjak keluar. Telinganya masih bisa mendengar suara Pak Hamzah berbicara pada Daniel.
"Tuh, kan kurang baik apa lagi Davin sama kamu, dia bahkan secara tidak langsung nyuruh kamu yang diobati. Sebenarnya kenapa sih kamu nyerang dia? Dia itu gak pernah punya masalah loh selama disini."
Davin hanya bisa melebarkan senyumnya sebelum membuka pintu. Keluar dari ruangan konseling Davin disambut dengan kerumunan siswa yang berebutan melihat ke dalam ruangan dari jendela kaca. Reyhan salah satunya, cowok itu berada paling depan, ia langsung menghampiri Davin saat melihat cowok itu keluar, begitu juga dengan yang lainnya.
"Gimana? Lo gak dihukum, kan? Pastilah! Secara yang nyerang duluan kan dia."
Davin tidak terlalu mendengar pertanyaan Reyhan karena matanya menemukan sosok Zelia berdiri paling belakang diantara kerumunan, disebelahnya gadis itu juga ada Ayu. Zelia terlihat kepayahan saat hendak merangsek lebih maju.
"Disitu aja," ucap Davin kepada Zelia. Sayangnya gadis itu tak tahu jika Davin berbicara padanya karena jarak yang terlalu jauh.
"Hah? Apaan, Dav? Gue nanya gimana lo dihukum apa kagak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AETERNA | Selesai✓
Teen FictionFOLLOW AUTHOR SEBELUM BACA:-) {Cerita ini hanya FIKTIF belaka. Jika ada kesamaan nama, tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan} Blurb : Menjadi gadis dengan hidup yang begitu memilukan bukan...