Bab 51

99 8 0
                                    

||AETERNA||


Siaran langsung pertandingan sepak bola yang kali ini dikuasi liga Inggris berhasil memantik semarak para penonton khususnya laki-laki. Keluarga Firdaus tak terkecuali. Ruangan keluarga itu sudah menjadi arena untuk menyemaraki dukungan mereka masing-masing. Beberapa kali terdengar suara riuh ketika pemain dukungan mereka berhasil mencetak angka kemenangan, pun jika dukungan mereka mendapatkan kartu pelanggaran.

Sementara para wanita masih duduk di meja makan, menggosip soal tetangga Bintang yang anaknya menikah untuk ketiga kalinya dengan seorang daun muda. Obrolan mereka diselingi beberapa kudapan penutup berupa tiramisu, puding, serta beberapa jajanan tradisional yang dibawa Kakek dan Nenek dari Bogor juga keluarga Tiyo dari Bandung. 

Sudah menjadi kebiasaan bagi keluarga Firdaus di hari-hari libur seperti ini. Berkumpul keluarga menjadi waktu yang baik untuk bersantai melepas penat ketimbang harus merogoh kocek demi bisa berlibur entah kemana. Surya Firdaus lebih suka jika keluarganya berkumpul menjadi satu, kadang kala mereka akan melakukan kegiatan istimewa seperti barbeque di beranda belakang rumah Reno atau piknik di puncak bukit Bogor. Sesuatu yang sederhana namun selalu bisa menghasilkan kebahagian tersendiri. Meski termasuk dalam kalangan atas, Surya Firdaus selalu mengajarkan pada kedua putranya untuk hidup sederhana. Tak perlu kemewahan untuk sekedar berlibur, cukup berkumpul dan bersantai bersama keluarga sudah lebih dari cukup.

"Dari pada harus ngeluarin uang untuk pergi berlibur, lebih baik uangnya di donasikan bagi yang membutuhkan," kata Surya Firdaus kala itu saat ditanyai cucunya, Dea.

Alih-alih ikut bergabung bersama dua kumpulan berbeda itu, Zelia dan Davin sendiri memilih menyudutkan diri di samping rumah. Keduanya duduk di pinggir kolam sembari menatap gemintang yang muncul usai kabut kelabu menjauh. Keheningan tak benar-benar terasa, sebab suara-suara dari ruang tamu masih bisa terdengar. Davin yang memilih menutup mata sambil meletakan kepalanya dibahu Zelia, menyesapi aroma lily yang menenangkan. Kaki mereka tenggelam dalam air kolam, memberi nuansa menusuk karena dinginnya air.

"Jangan di pikirin omongan Nenek tadi," kata Davin meredam keheningan sejenak. "Kamu masih sakit, nanti tambah sakit kalau kepikiran terus."

"Aku nggak mikirin itu," kilah Zelia.

Davin menarik kepalanya dari bahu Zelia. Tangannya terangkat mengusap kerutan dalam di tengah alis Zelia. "Ini apa? Kamu pasti lagi pikirin soal tadi. Kita nggak akan menikah kalau itu yang kamu pikirin. Nenek sama kakek gak benar-benar ngomongin itu kok, cuma usulan yang gak berarti."

Zelia memberengut. Ia mendengus sebal. "Emangnya kamu gak mau nikah sama aku?"

"Hah?" Davin terperangah. "Jadi ... kamu mau ngikutin apa kata Nenek sama Kakek?"

Zelia membuang pandangannya ke arah pantulan cahaya yang berkilau di atas air kolam yang tenang. "Bukan gitu. Kamu ngomongnya kayak gak mau banget nikah sama aku."

"Mauu, ya udah kamu mau nikah sama aku? Kapan? Setelah kita lulus?" tanya Davin menatap jahil Zelia.

Zelia menyorot Davin sebal. "Bukan gitu, ih!"

Davin terkekeh, tangannya mengusap puncuk kepala Zelia. "Iya ... aku ngerti. Aku nggak mau ngerusak masa depan kamu. Menikah muda itu gak enak, Zelia. Cinta aja gak cukup buat mambina rumah tangga. Aku dan kamu masih terlalu dini untuk memahami itu semua. Lagi pula aku yakin setelah kita lulus nanti ada banyak hal yang ingin kamu lakukan. Jadi yah ... aku gak mau mengikat kamu dengan hubungan semacam itu." Tangan Davin beralih mengusap jemari kurus Zelia. "Lagi pula begini aja udah lebih dari cukup untuk aku."

Zelia tersanyum lalu menarik lengan Davin untuk dipeluknya, kepalanya kini bergantian menyender di bahu cowok itu. "Sweet banget, sih. Kamu kok berubah jadi tambah cute gini?"

AETERNA  | Selesai✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang