Bab 24

150 12 4
                                    

🔘Happy reading🔘






||AETERNA||

"Makasih, Dav."

Zelia bergegas turun dari motor seraya membuka helm kemudian menyerahkannya pada Davin. Sesuai keinginannya, mereka mengahkiri semuanya setelah jam menunjukan pukul dua belas malam. Davin langsung mengajaknya pulang dengan semangat. Sepertinya cowok itu sangat letih, karena Zelia ajak keliling sekitar monas tanpa henti. Gadis itu asyik mencicipi kuliner dan membeli banyak souvenir sementara Davin mengikutinya bagai anak ayam.

"Hm, ini terahkir kalinya gue ikutin kemuan lo, besok-besok gak akan."

Zelia mengangkat bahu acuh. Sudah ia bilang apa yang di lakukan Davin esok tidak akan sesuai dengan ucapannya. Itu sudah menjadi tekad diri Zelia.

"Mana handphone gue."

"Nih." Zelia menyerahkan ponsel milik Davin. "Foto-foto tadi jangan lupa kirim ke Zelia ya. Nomor Zelia udah Zelia save, kok."

Mereka memang sempat berfoto di atas monas juga di hall. Tentu dengan paksaan darinya Davin mau ikut berfoto, bergaya di depan kamera meski dengan wajah lempeng tanpa ekspresi. Oh ya, itu semua bermula dari kejadian lucu saat mereka berada di puncak monas. Dua orang turis yang Zelia yakini sepasang kekasih tiba-tiba saja datang menghampiri mereka. Dengan bahasa indonesia yang kurang fasih keduanya meminta tolong pada Davin dan Zelia untuk memotret mereka dengan berlatarkan lampu-lampu kota. Setelah beberapa kali jepretan, keduanya menawarkan diri untuk gantian memfoto mereka. Davin langsung menolak halus tawaran itu. Namun tidak dengan Zelia, sembari menyerahkan ponsel milik Davin pada mereka, ia langsung menggandeng tangan Davin dan tersenyum di depan kamera. Hasilnya sungguh menggemaskan, Zelia yang tersenyum gigi didepan kamera dan Davin yang menatapnya kesal.

Zelia berjanji, suatu saat akan ia buat Davin tersenyum di depan kamera saat berfoto dengannya. Suatu saat nanti.


||AETERNA||



Jangan berpikir rencana yang telah Zelia susun rapi-rapi, sangat rapi seperti seragamnya yang di sterika Selena setiap malamnya, berjalan lancar tanpa hambatan. Nyatanya semua hanya dalam angan. Benar-benar sulit sekali mencairkan hati si makhluk arogan itu. Bagaimana tidak, usai kejadian minggu lalu dimana ia dan Davin yang pergi berkencan hingga larut malam, keesokan harinya Davin langsung membangun tembok tinggi padanya. Mengacuhkan Zelia setiap harinya, membiarkan gadis itu dijahili cowok-cowok berandal, bahkan dia juga berdiam diri saat Zelia terpleset di tangga.

Davin tidak berubah, dia memang seperti itu. Zelia lelah. Seluruh tubuhnya sudah berteriak kelelahan, tidak ada lagi semangat yang menggebu-gebu. Semuanya sudah lenyap. Selena tahu, tapi wanita itu memang tidak punya hati. Hari ini Zelia mengeluh bahwa perutku sakit.  Tapi Selena tetap menyeretnya untuk berangkat sekolah dan memberinya obat pereda nyeri. Pada ahkirnya Zelia akan tetap ke sekolah, meski dengan tubuh lemah.

"Selamat pagi."

"Pagi, Bu!"

"Hari ini Ibu gak bisa ngajar ya—"

Belum selesai kalimat Bu Frenda, kelas langsung penuh dengan kebisingan. Namun gebrakan meja guru di depan langsung membuat kelas menjadi hening kembali.

"Diam! Jangan ribut! Ibu gak ngajar bukan berarti kalian bebas gitu aja. Ini ibu ada soal-soal latihan, kalian kerjakan sampai selesai. Ingat, jangan kerja asal-asalan, ibu gak mau terima kerjaan yang gak jelas! Soal ini ibu gabung dengan soal kelas sepuluh dan sebelas, jadi anggap aja kalian lagi latihan buat ujian. Paham?"

AETERNA  | Selesai✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang