Bab 46

89 8 3
                                    

||AETERNA||

Zelia menjejakan kakinya yang dibalut sepatu berwarna hitam di atas jalanan pekat. Kakinya menendang kerikil sekedar menyingkirkan rasa bosan yang menggelayut. Kedua tanganya mencengkram erat tali tas di kedua sisi tubuhnya, bola matanya bergerak liar menyapu beberapa penumpang yang sedang menunuggu bus jemputan seperti dirinya.

Terhitung ini yang kelima kalinya Zelia berangkat dengan menggunakan angkutan umum. Meski harus merogoh kocek, Zelia merasa tak enak hati jika harus terus menumpang kendaraan Ayu atau Daniel. Meski kedua sahabatnya itu, tak merasa keberataan sama sekali jika Zelia berangkat bersama mereka.

Dingin bekas sisa hujan semalam membungkus kesibukan kota pagi itu. Lalulalang orang berjalan di penyebrangan, beberapa orang yang sepertinya pekerja kantoran tampak memegang sebuah cup dengan merek kopi ternama, sedang tangan sebelahnya menenteng jas belezer. Berjalan cepat menggilas aspal seakan tengah berlomba dengan waktu. Bola mata Zelia bergeser pada bapak-bapak penjual aneka pernak-pernik rumah tangga, menggelar sebuah kain di pinggir jalan sebelum menata barang dagangan. Suara yang sudah bergetar itu menyerukan beberapa nama dagangannya berserta kualitas demi menyeret perhatian pembeli. Meski ringih, Zelia bisa melihat aura semangat yang menguar dari bapak itu. Di sebrang jalan sana juga ada beberapa anak kecil dengan pakai lusuh, tengah berdagang asongan. Menjajakan beberapa makanan ringan, minuman serta tisu pada orang yang melintasi jalan dengan kaki atau dengan kendaraannya masing-masing.

Bus yang ditunggu Zelia tiba, mengalihkan perhatian dari orang-orang yang sedikit memberinya pelajaran pagi itu. Bersegera Zelia menyeret kedua tungkainya menyusup diantara kaki penuh tujuan memasuki bus untuk kemudian menempati tempat duduk masing-masing. Zelia mengambil kursi di baris terahkir dekat dengan jendela kaca. Zelia menarik napas dalam sebelum menempelkan punggungnya pada kursi, tangannya bergerak mengeluarkan earphone dari dalam saku bajunya lalu menyumpalkan di kedua telinganya.

Mata Zelia terpejam mencoba meredam ingatan-ingatan semalam. Dia harus bersemangat kali ini. Namun sepertinya suara indah James Arthur yang mangalun tak mampu menyapu bersih ingatan semalam, sebab potongan-potongan wajah tampan Davin terus-terusan menyergap isi kepalanya. Zelia tak ingin mengingatnya, tapi hatinya tak mampu berbohong bahwa ia benar-benar merindukan sosok itu.

Minggu pagi kemarin seusai pertemuan pertamanya dengan anak tetangga barunya, ponsel Zelia merontak kencang, menyerukan nama Ayu yang melakukan panggilan suara. Gadis berambut sebahu itu langsung mengajak Zelia untuk jalan-jalan ke Mall begitu Zelia mengangkat panggilannya.

"Cuma jalan-jalan doang?" tanya Zelia kala itu. Sebenarnya Zelia ingin langsung menyetujui ajakan sahabatnya itu mengingat ia sama sekali tak memiliki kegiatan. Namun jika dipikir lagi, Zelia tak mempunyai keinginan untuk membeli barang apa pun, lagipula dia harus berhemat mengingat hidupnya hanya bergantung pada kartu yang diberikan Selena.

"Nongki-nongki aja, lagi sumpek gue di rumah. Emak gue ngoceh mulu, katanya anak perawan gak boleh sering dirumahlah, nanti gak dapat jodohlah. Ish ... gak tahu aja dia kalo yang ngincar gue banyak," tutur Ayu sebelum telinga Zelia mendengar kikikan geli.

Zelia menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan tingkat kepedean Ayu. "Oke deh, eh tapi lo traktir ya, gue lagi berhemat ini."

"Iya santai aja, bisa diaturlah itu!"

"Kita berdua aja 'kan, Yu? Gak ada yang lain? Atau mungkin ajak aja Daniel sekalian."

"Ya gak bisalah, Zel. Nanti yang ada Reyhan marah, terus dia gak jadi ajak Davin deh. Terus kalian berdua gak jadi baik—astaga! Mati gue! Aduh ... keceplosan lagi!"

Zelia tersenyum pahit. Ternyata ada maksud tersembunyi dari niat Ayu mengajaknya jalan-jalan ke Mall.

"Jadi niatnnya bukan sekedar nongkrong, Yu?" tanya Zelia, seakan menyadarkan Ayu bahwa temannya itu sedang menahan marah sekarang.

AETERNA  | Selesai✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang