Bab 14

229 16 0
                                    

🍄Happy reading🍄

||AETERNA||

Zelia menumpukan satu tangannya di atas meja lantas menopang dagu usai Bu Cristen beranjak keluar dari kelas, bola mata Zelia mengawasi dua siswa yang duduk paling depan. Ia berharap semoga keduanya mengajak dirinya makan siang bersama, meski dulunya Zelia begitu merasa nyaman dengan kesendirian. Tapi tidak dengan sekarang, Zelia mulai suka berbicara, bercanda lalu tertawa bersama-sama. Hal-hal yang tidak pernah didapatkannya dulu. Satu minggu memang waktu yang pas untuk mengubah Zelia.

"Hei."

Lamunan Zelia buyar seketika saat seorang gadis dengan rambut pendek sebahu tanpa permisi duduk dibangku Fika—teman sebangkunya. Gadis itu tersenyum ramah membuat Zelia ikut tersenyum meski masih sedikit bingung karena kehadirannya.

"Sendiri aja, belum punya teman ya disini?"

Zelia mengangguk kaku. "Yaa gitu."

Gadis itu mengulurkan tangannya pada Zelia. "Ayudian Mauren, panggil aja Ayu."

Zelia menyambut uluran tangan di hadapannya."Gri—"

"Grizelia Jovanka, lo udah kenalan tadi didepan," potongnya masih dengan senyum manis dibibir.

"Oh iya." Zelia menggaruk pelan plipis.

"Mau ke kantin? Sekalian gue tunjukin tempat-tempat Hisci."

Zelia mengangguk setuju meskipun sebenarnya ingatannya tidak terhapus sedikit pun mengenai seluk beluk Hisci. Keduanya kemudian bergegas keluar dari kelas yang ternyata sudah sepi penghuni, kedua laki-laki yang Zelia harapkan mau mengajaknya makan siang pun sudah hilang entah kemana. Zelia menghembuskan napas, langkahnya untuk mendekati dewa Hisci itu sepertinya masih sangat jauh.

||AETERNA||

Ayu. Gadis berambut pendek dan senyum manis dengan lesung itu memberitahu Zelia banyak hal mengenai bangunan Hisci yang tentu saja sudah sangat Zelia ketahui. Ia hanya pura-pura mengangguk mengerti dan sedikit bertanya. Satu hal yang Zelia bisa petik darinya. Ayu orang yang ceria, mudah bergaul, banyak berbicara, dan jangan lupa senyum cerahnya yang sepertinya sulit memudar. Ayu juga mengajak Zelia masuk ke dalam perpustakaan, mengenalkannya pada Pak Sugeng—penjaga perpustakaan. Pria tua yang sebenarnya sudah sangat kenal dengan Zelia karena waktunya yang dulu tersita untuk tempat itu, membuat keduanya lumayan akrab.

"Bakso dua sama es tehnya juga dua ya Mang!" seru Ayu dengan suara lantang pada pria paruh baya yang selalu mengenakkan topi bundarnya. Mang Cecep mengancungkan jempol sebelum berkutat dibalik gerobak baksonya. Usai mereka berkeliling, Ayu mengeluh perutnya yang berbunyi meminta untuk diisi. Zelia hanya mengangguk dan mengikuti Ayu yang menuntunnya menuju kantin.

Ayu melimpat kedua tangannya di atas meja, bola matanya melirik meja tengah yang ditempati beberapa cowok. Ada Davin dan Reyhan disana. Mereka semua hanyut dalam obrolan, hingga tidak menyadari Zelia dan Ayu tengah menatap mereka.

"Lo pasti seneng banget tadi langsung diajak kenalan sama Davin, iya kan?"

Zelia beralih menatap Ayu yang juga menatapnya, datar. Zelia mengernyit sambil menipiskan bibirnya. "Em ...yaa biasa aja sih. Emangnya kenapa?"

Oh astaga, Zelia lupa!

"Davin itu dewanya Hisci, cowok terpopuler di sekolah ini. Ya istilahnya kayak most wanted gitu." Yap! Zelia juga tahu itu. "Gue bisa baca sih dari raut wajah lo natap dia. Terpesona, kan?"

Zelia menghentikan gerakkan bibirnya yang hendak berbicara ketika Mang Cecep datang dengan nampan berisikan pesanannya dan Ayu.

"Silahkan dinikmati," ujar pria tua itu. Zelia dan ayu sama-sama berucap terimakasih.

AETERNA  | Selesai✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang