05. find out

30 7 0
                                    

"Selama kamu di perusahaan ini tuh apa sih yang kamu lakukan?!" Raya berseru garang. Menatap sekretaris perempuan yang balik menatapnya tanpa rasa takut. "Gimana bisa kamu buat proposal dengan bentukan kayak begini?"

Disana, Wina membalas tanpa rasa bersalah. "Memang apa yang salah?"

"Apa yang salah?!" Ulangnya, memijat kening. Kepalanya terasa panas sebab sekretaris ini selalu mengulang kesalahan. Proposal, laporan, bahkan dokumen penting perusahaan tidak bisa dia tangani dengan baik. Raya jadi bekerja dua kali karena Wina selalu melakukan kesalahan. Waktunya jadi terbuang hanya untuk hal-hal seperti ini dengan percuma. "Kamu tahu nggak sudah berapa kali saya menegur kamu?!"

"Banyak, Bu."

"Sepuluh kali!" semburnya. Raya menahan diri untuk tidak mengumpat keras-keras. "Laporan-laporan tahun sebelumnya juga banyak yang nggak beres. Ada anggaran yang nggak perlu dan dana terbuang percuma. Kenapa semua ini bisa terjadi?"

Wina mengerjap. "Saya..."

"Apa benar kamu lulusan Ekonomi di Harvard?" tanya Raya padanya dengan tidak percaya.

"Kenapa Ibu bertanya begitu? Maksudnya apa?" Wina terlihat tersulut emosi.

Raya merotasikan netra. Dia membanting tubuhnya di atas kursi. Menatap Wina dengan tajam. "Kamu pikir saya nggak tahu apa-apa?" si perempuan mendesah panjang. "Saya tahu semuanya, Wina. Mengenai perusahaan ini. Hubungan kamu dengan Seungyoun. Orang-orang busuk yang bekerja disini." katanya. "Sekarang jujur sama saya, atau saya akan melakukan hal yang sama dengan menendang orang-orang busuk itu dari perusahaan."

"Ibu... mau memecat saya?"

"Saya meminta kamu jujur, Wina!" semburnya lagi. "Walaupun kamu memang lebih tua dari saya empat tahun, kamu bekerja lebih lama disini dari saya, bahkan setelah saya bekerja hampir dua tahun dan menjabat sebagai pimpinan dalam dua bulan, saya nggak melihat kinerja kamu yang menonjol. Semua yang kamu kerjakan harus selalu saya tinjau kembali. Setelah saya menegur kesalahan kamu, perbaikan kamu juga nggak ada artinya," Raya menjelaskan panjang lebar. "Benar kamu lulusan dari Harvard?"

Wina, perempuan itu terlihat menerima ucapan bosnya yang menyudutkan harga dirinya. "Ibu pikir saya memalsukan dokumen saya sendiri? Jaga bicara Anda!"

Disana, saat matahari mulai terik dengan cahaya yang membias dari balik kaca, Raya tersenyum samar. "Kenapa kamu menahan emosimu sejak tadi, Wina?" ia menatap perempuan yang tengah memandangnya berapi-api. "Saya hanya bertanya benar atau tidaknya kamu lulusan Harvard atau bukan. Saya nggak pernah membahas kamu memalsukan dokumen apapun."

Seketika, wajah Wina berubah pias.

"Setiap bulan kamu menerima tunjangan gaji sebesar empat puluh juta rupiah," Raya membaca dokumen yang ada diatas mejanya. "Bukankah ini terlalu besar? Sebelum bekerja disini, kamu bahkan tidak memiliki pengalaman apapun. Magang atau sekedar organisasi. Setelah lulus kuliah, kamu langsung menjabat jadi Asisten CEO?"

"Bu Raya, maaf saya nggak--"

"Benar atau tidak, Wina?"

"Apa?"

"Lulusan Harvard!" geram Raya tanpa sadar tangannya yang terkepal menggebrak meja. "Kenapa sih kamu mudah banget buat saya marah? Apa sesulit itu bagimu menjawab?"

Wina terdiam.

Raya menghela nafasnya panjang. "Keluar."

"Bu, jangan pecat saya."

"Kalau saya bilang keluar, ya keluar, Wina," Raya berbicara lugas. "Jangan membuat saya emosi terus menerus."

Selepas sekretarisnya keluar, Minhee bergantian masuk tak lama beberapa setelahnya. Lelaki jangkung itu melihat teman sekaligus bosnya itu tengah meminum berapa butir obat sebelum menegak air mineral.

Moments | Eunsang ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang