02. do this for

33 9 2
                                    

Percayalah, jika kau sedang dalam puncak karir dalam pekerjaanmu dan mengurus anak seorang diri tentu tidaklah mudah.

Dua tahun memang berlalu. Eunsang bahkan tak mengenal sosok Citra begitu lama. Namun afeksinya benar-benar tertinggal jelas dalam benak Eunsang. Dia perempuan yang sangat baik hati. Sangat baik hingga Eunsang masih saja bisa menyakitinya.

Dia tahu, dia masih naif waktu itu. Menikah ketika baru saja lulus dari pendidikan dokter memang bukan waktu yang tepat. Tetapi Eunsang juga tak bisa menolak sebab Papa memperbolehkannya meraih cita-citanya sejak kecil.

Citra juga tahu, saat itu Eunsang masih belum bisa melepaskan sosok Raya. Citra bahkan mengetahui banyak tentangnya. Bukan, bukan dia yang bercerita; melainkan Minhee dan Junho. Dia tak setega itu membicarakan perempuan lain padanya.

Tapi, jika tahu Citra akan pergi begitu cepat tepat ketika putra mereka dilahirkan, Eunsang akan berusaha mencintai perempuan itu, sepenuhnya.

"Papa!" Rino berseru di dalam gendongannya. Jemari telunjuk mungilnya menunjuk pada salah satu menu yang ada di restoran. "Es krim, es krim, es krim."

Kepala Eunsang menggeleng pelan. Memberikan kartu kreditnya pada karyawan kasir, membalas putranya pelan. "Kamu udah makan es krim tadi siang."

Rino itu tumbuh dengan sangat baik. Kosa katanya dalam berbicara memang belum banyak, namun mulutnya cukup lancar untuk berbicara. "Lagi, lagi, lagi!"

"Kalo Papa bilang nggak, ya nggak, Rino," balas Eunsang sambil menunggu pesanan mereka.

Mama bilang, Eunsang terlalu sibuk. Sudah lama tidak menghabiskan waktu dengan anaknya. Dia terlalu banyak bekerja lembur. Maka, hari ini ia memutuskan untuk meluangkan waktunya sedikit.

"Rino mau..," bocah lelaki itu mengerucutkan bibir. "Papa..."

"Besok ya."

Rino menggelengkan kepalanya keras. Matanya berkaca-kaca. Dia bergerak bebas dalam gendongan, memaksanya untuk turun. "Papa..."

"Ini pesanan Anda, Pak."

"Rino," Eunsang mendesah. Akhirnya melepas Rino turun guna menerima pesanannya.

Tepat ketika itu Rino berlari. Tak tentu arah. Namun ketika melihat pintu yang dibuka dengan suara denting, kaki mungilnya bergerak ke arah sana. Hingga tanpa sadar ia menabrak kaki seseorang. Rino terkejut, tapi dia buru-buru berdiri saat tak sengaja terjatuh. "Maaf, Ante."

Perempuan itu terseyum. Dia menggeser tubuhnya sedikit, agar tak menghalangi pengunjung yang hendak masuk atau keluar. Lalu berjongkok, berusaha menyamakan tinggi dengan si kecil. "Kamu gapapa?"

Kepala Rino menggeleng lucu.

"Ada yang luka nggak?"

Mata bulat Rino mengerjap. Dia melihat kedua telapak tangan kecilnya yang memerah dan menunjukkannya pada perempuan itu. "Warnanya merah tapi nggak sakit."

"Kamu lagi sedih, ya?"

Dia mengerjap lagi. Bibirnya lantas cemberut. Lalu kepalanya mengangguk-angguk.

"Kenapa?"

"Rino mau es krim..."

"Terus?"

"Papa marah..."

"Rino!"

Rino menoleh ke belakang. Sang Papa berdiri di sana dengan plastik berisi di tangannya dengan nafas yang terengah. Bocah kecil itu masih kesal. Dia melangkah, bersembunyi dibalik tubuh perempuan tadi. "Ante, Rino takut."

Moments | Eunsang ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang