Chapter 26: Rumor

47 16 0
                                    

Dalam hari yang semakin menggelap diikuti langit yang berwarna jingga, Raya duduk di kursi pinggir lapangan badminton yang jaraknya tak jauh dari sekolah. Luka-luka di wajah serta punggung tangannya masih berdenyut terasa sakit. Walaupun sempat mengumpat dalam hati, pukulan cowok emang terasa bangsat, karena saat membandingkan dengan pukulan Jean kala itu, sekarang terasa sakit tiga kali lipatnya.

Raya bisa saja mati melawan tujuh lelaki sekaligus andai pekikan heboh dari dua guru yang datang serta murid-murid yang berlari dibelakang mereka tidak ada. Lelaki tersebut agaknya beberapa kali bilang bahwa mereka merasa tertantang berkelahi dengan perempuan sepertinya. Tidak bagai drama yang sering berdialog dengan berucap, "Andai aja lo bukan cewek, pasti udah gue hajar dari kapan tau," yang sering dikemukakan oleh peran antagonis pada peran wanita protagonis yang ada.

Hah, emang gue antagonis apa, rutuk Raya dalam hati. Setelah menghabiskan dua batang rokok, Raya memilih menenangkan diri duduk di tepi lapangan dan membiarkan angin berhembus pelan menerpa wajahnya yang luka. Rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai juga sudah kusut tanpa peduli tatapan aneh orang-orang yang melihat.

Ia bahkan mendapat hukuman skorsing selama tiga hari walau sempat berharap lebih baik membersihkan lapangan basket indoor yang walaupun besarnya bukan main, Raya masih bisa mengikuti beberapa pelajaran yang ada di kelas.

"Muka lo jelek banget sumpah."

Pandangan mata Raya menajam saat mendengar Jeongin berujar sambil melangkah dengan Beomgyu disisinya. Mendesis sebal, Raya menggerakan tangan mengusir, "Hush. Jangan mendekat!"

Alih-alih menurut, kedua lelaki itu malah duduk di kedua sisi Raya. Jeongin nyengir hingga matanya meyipit membentuk segaris lurus sambil memberikan sekotak susu stroberi yang diterima Raya dengan decak pelan, "Jangan marah-marah, Mbak. Muka lo jeleknya jadi dua kali lipat."

"Sialan." Umpat Raya. Benar-benar bocah sialan.

"Kenapa lukanya nggak diobatin?" tanya Beomgyu pelan.

Membuka sedotan dan menancapkan pada susu kotak tersebut, Raya menyeruput si susu stroberi sebelum membalas dengan dengusan, "Mana sempet. Lo nggak tau aja gue diocehin tiga jam di ruang kesiswaan tadi. Begitu keluar, udah bel pulang."

"Lagian, lo jadi cewek aneh banget," Jeongin menyahut enteng sementara Beomgyu menyodorkan plastik putih berisi obat merah dan plester luka, "Ngapain berantem lawan tujuh laki begitu? Nantang maut."

"Gue nggak bisa mentolerir lagi," kata Raya, "Sebenernya, yang pengen gue tonjok itu Cici sama Rani. Gue nggak ngerti kenapa laki yang kelabakan dan kebakaran jenggot kayak begitu."

Jeongin bergidik ngeri melihat raut wajah Raya yang mendadak berubah menyeramkan, "Ih, nyeremin banget si lo."

"Tapi nggak membenarkan tindakan lo juga, Ra," Beomgyu menyahut sambil menyandarkan tubuh, "Lo tau, berantem nggak menyelesaikan masalah."

Raya menyeruput susu stroberi hingga habis dan kotak susu tersebut sampai menyusut karena menyedotnya tak bersisa, "Gue juga tau. Tapi gue nggak bisa lagi tahan emosi."

"Biasanya lo digebukin Jean dkk juga nggak ngebales," Jeongin mendadak teringat kala melihat Raya babak belur diruangan osis tempo hari lalu, "Apa karena yang lo lawan cowok?"

"Mungkin iya, mungkin enggak," Raya mengangkat kedua bahunya karena dia benar-benar tidak tahu. Dia sudah kepalang emosi melihat ketiga temannya diperlakukan begitu dan ketika hendak melemparkan tamparan pada Rani, sebuah jotosan keras datang lebih cepat menghampiri wajahnya dan begitu saja, perkelahian terjadi. "Udahlah! Kenapa gue jadi merasa di interogasi begini? Gue udah muak tiga jam tadi ditanya-tanya. Diem lo berdua."

Moments | Eunsang ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang