Chapter 36: Pilihan

52 16 0
                                    


Eunsang terbangun setelah tiga hari lalu melangsungkan operasi. Tubuhnya kian membaik dan dokter memberikan komentar yang positif. Jika dalam dua belas jam perkembangannya tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan, maka dalam beberapa hari Eunsang bisa pulang. Lelaki itu kini duduk dan bersandar dengan bantal sebagai penyangga. Menatap teman-temannya yang terlihat begitu khawatir.

Mereka semua sudah menceritakan yang terjadi semenjak Eunsang kehilangan kesadaran. Mulai dari Raya yang masuk daftar pencarian orang, apartemen Raya yang dipasangi garis polisi karena banyaknya bukti yang terdapat disana, media yang ramai membicarakan kejadian dipabrik dimana sang pelaku terhubung pada kasus pembunuhan berantai, hingga kejadian kemarin.

Kejadian dimana Raya menghampiri Yunseong meski malam larut setelah mengantarkannya ke rumah sakit. Ia tak tahu Raya sempat pulang atau menghindar dari polisi atau bagaimana yang jelas, Raya ditemukan terluka dengan satu luka tembak di tubuhnya dan saat ini tengah menjalani operasi kedua karena kondisi tubuhnya yang memburuk. Yunseong sendiri sudah ditetapkan menjadi tersangka oleh pihak kepolisian. Karena semua bukti yang Raya kumpulkan tak dapat terbantahkan.

Operasi tersebut sudah berlangsung selama delapan jam, belum ada kabar sama sekali. Eunsang pun mengalami ke khawatiran yang sama. Tetapi yang sekarang menjadi perhatiannya adalah Minhee yang tengah melamun. Biasanya, lelaki itu selalu berisik dimanapun dan kapanpun. Apalagi jika berada dalam ruangan yang sama dengan Yuna. Sekarang entah sudah keberapa kali ia mengusap wajah dan mendengus napas keras-keras.

"Seharusnya, gue mencegah Raya waktu itu," suara Minhee terdengar bergetar tatkala ia memecah keheningan setelah kesunyian yang cukup lama. Lima pasang mata menoleh padanya.

"Maksudnya?"

"Malam itu..," pandangan mata Minhee terlihat kosong, meski pikirannya bisa saja penuh, "Gue ketemu Raya, saat lo baru dianter ke rumah sakit. Dia keliatan marah. Raya ... kayak bukan Raya."

Ryujin menghela napas. "Dia pasti shock banget. Apalagi abis diculik berhari-hari."

"Mungkin," balas Minhee. Entah Eunsang melihatnya aneh, pandangan mata Minhee benar-benar kosong, apalagi saat melanjutkan, "Dia juga bilang sesuatu. Dia ngomong, dan gue kepikiran sampe sekarang."

"Raya ngomong apa?" saat bertanya, suara Eunsang terdengar serak. Ada gumpalan pahit yang mengganjal tenggorokan, pertemuan terakhir dia dengan Raya bukan pertemuan yang baik. Ah, tidak. Itu bukan pertemuan terakhir. Tentu saja.

Kepala Minhee mendongak menatap Eunsang, "Dia minta gue jagain lo."

"Hah?"

"Terus..," Minhee menjeda. Ia mengusap wajah, menghela napas keras, sebelum lanjut bilang, "Dia minta untuk jangan cari dia lagi."

Ah, gue paham, batin Eunsang. Iya. Eunsang rasanya sangat paham apalagi Raya memang orang yang keras kepala. Tindakannya mungkin memang berdampak begitu besar untuk Raya, tujuannya sebenarnya baik. Hanya saja, menurut Eunsang caranya salah.

Masih ada jalan lain. Raya tidak sendirian. Setidaknya, ingin sekali Eunsang berkata seperti itu padanya.

Eunsang ingin meyakinkan, Raya bisa mendapat bantuan. Kita hanya remaja usia tujuh belas tahun yang akan masuk ke dunia perkuliahan sebentar lagi. Raya tidak perlu menanggungnya sendirian. Karena sejatinya, manusia itu makhluk sosial, bukan? Tidak bisa hidup sendiri dan akan selalu membutuhkan bantuan orang lain bakan ketika mati. Tetapi kenapa gadis itu selalu keras kepala?

Moments | Eunsang ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang