Chapter 25: The Confess

53 17 0
                                    

Eunsang:
I have to tell you something
gue tunggu di pasar malam belakang sekolah
jam 7 malam ini

Netra Raya melebar saat matanya membaca notif pesan tersebut. Ponselnya sudah mati sejak sore, dan baru sempat menyala saat ia kembali ke kosan. Seingat Raya, hujan telah turun saat matahari mulai tenggelam. Kemudian matanya bergerak melihat jam yang ada di dinding.

Pukul 9.

"Dia nggak benar-benar nunggu kan?" gumam Raya. Karena tidak mendapatkan pesan masuk apapun setelah itu. Tetapi hatinya benar-benar dilanda cemas. Lagi-lagi, Raya merutuki betapa bodohnya diri ini.

"Tapi kalo dia dateng gimana?" Raya mengigiti buku jarinya. Badannya berjalan mondar-mandir serupa menyetrika baju. Jantungnya berdegup cepat, bingung harus bertindak apa. "Tapi diluar ujan deres banget, masa iya sih?"

"Lo ngapain?"

Raya terkejut saat mendengar suara yang masuk ke indera pendengarannya. Melihat Doyeon di pintu yang sedikit terbuka dengan tangan yang masih bertengger diatas kenop. Memandang Raya dengan raut wajah bingung.

"Ah, setidaknya gue harus kesana buat memastikan," Raya menyambar hoodie, payung serta ponselnya. Menghampiri Doyeon dengan tergesa-gesa. "Kak, gue minjem mobil lo dong."

Doyeon mengerutkan kening melihat Raya yang sangat panik. "Lo mau kemana ujan-ujan begini bawa mobil gue?"

"Penting!" Raya mengadahkan tangannya di depan Doyeon. "Yayayaya?"

Tangan Doyeon merogoh saku celana, memberikan kunci pada Raya dengan gerak ragu, "Jangan sampe lecet."

"Nggak bakal!"

Tak sampai lima belas menit, Raya sampai lokasi yang ia tuju. Pasar malam tidak buka mengingat hujan telah mengguyur dengan derasnya sejak tadi. Tempat tersebut sepi, hanya ada lampu yang menyala tanpa penghuni.

"Dia nggak dateng—what?" Raya terkejut saat melihat ada seseorang di depan kedai kecil yang biasanya menjual permen kapas. Dia mengambil payung yang ada di jok belakang dengan tergesa.

Menghampiri Eunsang yang berjongkok di depan kedai guna berteduh walau sebenarnya sia-sia karena tubuhnya sudah basah kuyup, Raya berdecak pelan saat payung besar yang ia bawa menutupi tubuh lelaki itu. Tidak berguna berteduh di tempat tersebut karena selain ukurannya yang tak besar, tak benar ada cukup ruang untuk berteduh.

Raya mengumpat pelan. "Bego banget lo."

"Oh, lo sampe," Eunsang berujar pelan dengan kepala mendongak menatap Raya. Wajahnya benar-benar sudah memucat dan terlihat sangat kedinginan.

Raya berdecak pelan. Menarik lengan Eunsang agar lelaki itu berdiri, memintanya memegang gagang payung. Eunsang hanya menurut. Menatap Raya yang membuka hoodie oversize berwarna abu-abu yang ia pakai, menyampirkannya begitu saja di badan Eunsang.

"Pake yang bener," pinta Raya saat memegang kembali payung tersebut. "Kalo gue nggak dateng, apa lo bakal jongkok dan diem disitu sampe pagi?"

Eunsang memakai hoodie milik Raya dengan gerak pelan. Napasnya terasa panas dan kepalanya terasa pening, jadi ia hanya bisa menjawab dengan lemah, "Tapi lo datang."

"Bodoh," umpat Raya karena percuma memulai perdebatan yang tak berguna. Segalanya sudah terjadi, dan apa yang Raya rasakan hanyalah rasa bersalah. "Motor lo mana?"

"Gue kesini pake ojol."

"Seriously?" Raya bereaksi tak habis pikir. "Hujan udah turun dari jam 6."

"Gue tau."

"Dan lo tetep—" Raya terdiam, berusaha untuk tak meluapkan amarahnya. Menarik tangan Eunsang walau sempat terkejut karena terasa begitu dingin seperti es. "Ikut gue."

Moments | Eunsang ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang