Chapter 04: Crossed Line

83 19 2
                                    


Hari senin kali ini, sangat terasa begitu berbeda untuk Raya.

Baru saja melangkahi koridor lantai satu—dimana kelasnya berada di lantai tiga, Raya selalu mendapat tatapan dari seluruh pengunjung sekolah. Mulai dari senang, hingga kesal yang mendominasi.

Meskipun telinganya memakai headset, Raya bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Dia tak memutar lagu apapun. Sengaja, agar terlihat sibuk dengan buku yang Raya pegang.

Beberapa kali, Raya mendengar bahwa dia si anak beasiswa yang beruntung. Sudah mendapatkan pendidikan gratis serta uang saku dari sekolah swasta Seikh High School¸ dapat berpacaran dengan anak ketua yayasan pula. Kebanyakan dari mereka mencibir, tak suka bagaimana bisa Raya berhubungan dengan Eunsang padahal intensitas kebersamaan di sekolahpun jarang terlihat.

Hari itu, masih terlalu pagi untuk Raya melihat sesuatu yang ganjil.

Kakinya mendekat ke belakang lab yang pojok dari sisi sekolah. Raya mengenal mereka, itu Nina dan Mika—pacar Junho dan Minhee.

Dari sini, Raya sudah bisa menebak.

Mereka adalah siswi dari kelas dua belas yang sudah sejak lama mengincar Minhee dan Junho, walau dia tahu—mungkin Raya adalah target selanjutnya.

"Lo ini Mika anak kelas sepuluh kan?"

"I-iya, Kak."

"Gimana bisa lo jadian sama Junho? Darimana lo kenal Junho?"

"Tau! Junho bukan orang yang mudah."

"Gue rasa, kalian bukan orang penting yang harus tahu hal kayak begitu," sahut Raya, berdiri tak jauh dari mereka.

Mereka semua kompak menoleh padanya, sementara Raya masih berdiri dari radius sepuluh meter jauhnya dari mereka.

Raya hafal betul. Indy, Jean, Vara. Ketiganya adalah orang yang gemar buat masalah. Baik itu membolos, ber-make-up tebal, hingga membawa alat-alat tersebut kesekolah. Ketiganya juga kerap membully jika kedapatan bertindak genit pada Minhee, Junho, ataupun Eunsang. Jean yang memang memiliki ilmu bela diri, tak segan memukul. Para guru sudah lelah menghukum mereka.

"Oh, lo yang jadian sama Eunsang 'kan?"

Raya mengangguk, tak peduli tatapan kesal mereka.

Indy tiba-tiba menarik Raya hingga dia berdiri bersebehalan dengan Nina dan Mika. Berbeda dengan keduanya menatap kakak-kakak kelasnya takut—Raya menatap dengan berani.

"Berani lo ngeliatin gua kayak begitu?" tanya Indy.

"Gue?" tunjuk Raya pada dirinya sendiri. "Kenapa harus takut?"

Jean mendorong bahu Raya hingga terbentur ke tembok. "Lo mau gue hajar?"

"Dengan lo mengancam begitu, terus berharap gue takut?!"

BUGH!

Kepala Raya mendadak terasa pening diikuti ujung bibirnya yang terasa berdenyut. Beberapa detik setelahnya, Raya bisa merasakan giginya yang goyang serta anyir darah di lidahnya. "Kakak-kakak sekalian, apa lo semua harus bertindak sejauh ini karena cowok? Mereka bahkan nggak nganggep kalian spesial kenapa kalian harus bertindak sejauh ini?"

"Ra," tegur Nina. Menggelengkan kepala—meminta agar Raya tidak semakin menyulut emosi para kakak kelasnya.

Mika menyenggol bahu Raya. "Jangan mancing terus—"

BUGH!

"—kak..."

"Lo nggak takut ya?" Indy mendekat pada Raya. Mencengkram seragam miliknya. "Lo itu cuma anak beasiswa yang jadi anggota OSIS, jangan belagu."

Moments | Eunsang ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang