Chapter 08: Masa Lalu Raya

59 19 0
                                    

Raya menyusuri koridor rumah sakit dengan setengah berlari. Tak peduli tatapan orang yang melihatnya karena Raya berlari sambil tersenyum dengan keranjang buah yang ia bawa. Sudah hampir dua minggu Raya tak mengunjungi neneknya yang sakit dan dirawat inap.

Begitu ia tiba di depan pintu ruang rawat nenek, Raya menoleh ke dua pengawal yang berjaga disana, "Oma nggak lagi tidur 'kan?"

"Tidak, Nona."

"Panggil Raya aja, jangan Nona," gerutunya. "Btw makasih infonya, coy."

Tanpa peduli tatapan terperangah kedua pengawal itu, Raya membuka pintu. Tersenyum kala mendapati sang nenek tengah menonton tv.

"Omaaaa! Raya dataaang!"

"Cih," Oma berdecak. "Sampe juga kamu."

"Maaf, Oma. Raya baru sempet dateng lagi," Raya meringsut duduk di tepi kasur. Ia langsung menghambur—memeluk neneknya dari samping. "Oma, Oma tau nggak? Raya itu rinduuuuu banget sama Oma!"

"Masa?"

"Beneran!"

"Rindu kamu udah seberat Dilan ke Milea belum?"

Raya menoleh, menatap sang nenek heran. "Oma tau dari mana Dilan sama Milea?"

"Oma juga kekinian tau."

"Oma bisa aja," Raya semakin mengerutkan pelukannya pada Oma. "Neomu manhi bogoshipda, Oma hante."

"Ngomong apa sih, nak?"

"Bahasa Korea, hehe, Raya lagi belajar," balasnya. "Artinya, Raya kangen Oma banyak-banyak. Lebih banyak dari Dilan ke Milea."

"Jago ya kamu kalo ngomong."

Raya mengeratkan pelukannya pada Oma. "Heheh, jurus seribu bayangan sayangnya Raya sama Oma."

"Hish," Oma mendorong Raya menjauh. "Kamu tuh berat, Raya."

Raya tak peduli omongan Oma, dia tetap memeluknya erat. "Gapapa, kan Raya lagi kangen."

"Lagi kangen apa lagi seneng karena baru menang lomba debat?"

Raya sontak melepas pelukannya pada Oma. Memandang orang yang paling dia sayangi itu. "Oma tau dari mana?"

"Tau apa?"

"Iii, Raya baru menang lomba."

"Oma tadi nonton beritanya di tv, kamu nggak tau?" tanya Oma. "Asean English Debate Competition, kan?"

Raya tersenyum. "Raya nggak tau kalo sampe masuk tv. Padahal udah seminggu yang lalu."

"Merendah untuk melangit banget ya kamu?" Oma lantas menarik Raya ke dalam dekapan. Memeluk sang cucu sambil mengelus kepalanya pelan. "Iya deh. Oma tuh bangga kok sama cucu kesayangan Oma yang cantik dan pintar ini."

"Jangan gitu dong Oma. Cucu Oma kan nggak Raya doang, yang lain juga," Raya meraih tangan Oma. Memegang tangan dengan kulit keriput nan pucat dimana urat-urat telah menyembul dari sana. "Nanti Raya jadi ge-er."

Oma menepuk-nepuk bahu cucunya pelan. Ada alasan kenapa Ratna menempatkan Raya khusus di hati kecilnya. Meski keluarga dan sanak saudara telah terang-terangan menjauhi juga kerap kali memaki Raya karena sifat dan perilaku anak itu dimasa lalu, Raya tetap tidak suka dinomor satukan. Gadis yang baru berusia enam belas tahun itu sudah menjalani hidup yang sulit. Didikan orang tuanya yang keras di masa lalu, menjadikan Raya pribadi yang berontak tetapi tak melewati batas.

Agaknya, Ratna tahu kenapa. Raya selalu berpikir realistis. Karena hidup bergantung dibawah harapan adalah hal yang paling semu di dunia. Tak pernah tahu akan berjalan seperti apa dan berakhir bagaimana. Raya sudah tak beharap punya keluarga yang manis nan bahagia. Karena Raya pernah bilang, memiliki sang Oma bagi Raya sudah lebih dari cukup.

Moments | Eunsang ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang