Chapter 18: Lunch

44 18 3
                                    

Sejak mengetahui bahwa menjadi sekretaris pelaksana dari salah satu acara besar, membuat Raya bersemangat untuk segera mengadakan acara tersebut. Banyak hal yang Raya korbankan demi terlaksananya acara peringatan hari ulang tahun sekolah, yang diramaikan oleh pentas seni yang dilakukan oleh perwakilan siswa dari setiap kelas.

Persiapan yang dibutuhkan untuk acara juga proker terakhir dari kepengurusannya membutuhkan waktu berbulan-bulan. Konsep, rancangan, dana, dan hal-hal lain perlu dipersiapkan hingga cadangan rencana jika ada terjadi masalah diluar dugaan.

Seharusnya, hari ini menjadi hari yang paling Raya tunggu-tunggu. Tetapi jelas kepergian Oma meninggalkan luka yang besar dihati Raya. Setelah Oma dimakamkan, Raya kembali ke sekolah—kemarin lebih tepatnya. Ia tak mengikuti kegiatan belajar mengajar, tetapi Raya jelas masih punya tanggung jawab yang harus dipenuhinya. Rapat dan persiapan menjelang acara.

Pentas seni yang dilakukan oleh perwakilan siswa dari masing-masing kelas telah usai. Sekarang adalah waktu istirahat dimana acara selanjutnya akan menampilkan bintang tamu dari musisi terkenal Indonesia.

Langkah kaki Raya bergerak menuju halaman belakang sekolah. Yedam meminta Raya menunggu disana karena ada hal yang perlu dibahas mengenai keberlangsungan acara.

"Mana sih Yedam," gerutu Raya.

Tiba-tiba seseorang menjulurkan sekaleng kopi favorit Raya di depan wajahnya. "You did great today."

Kepala Raya menoleh, mendapati Eunsang yang tersenyum sambil duduk di sampingnya sambil menerima kopi itu. "Lo yang minta Yedam buat gue kesini?"

"Hmm," Eunsang memberikan sekotak bekal berisi nasi dan naget pada Raya. "Nih makan."

"Gue nggak laper."

"Gue tau lo bakal jawab itu," Eunsang membuka kotak bekal tersebut, mengambil sesuap nasi dan potongan naget. "Mau gue suapin?"

Raya berdesis kesal dan merebut benda tersebut dari Eunsang. "Iya, iya, gue makan."

"Good girl," ucap Eunsang sambil tersenyum sementara tangannya bergerak mengusak rambut si gadis. "Kalo gue nggak paksa, pasti lo bakal skip makan kayak festival kemaren sampe drop begitu."

Sambil mengunyah suapan ketiga, Raya menganggukan kepala. "Mungkin. Karena lo tau lah, setiap waktu itu berharga."

"Gue tau lo itu sibuk dan lo punya tanggung jawab penting diacara ini, Ra. Tapi," Eunsang menjeda sejenak. Menatap Raya yang tengah mengunyah sambil melihat padanya pula. "Jaga diri lo. Cuma lo yang tau bagaimana kondisi tubuh lo sendiri. Jangan memanusiakan manusia lain, tetapi ketika diri sendiri tidak dimanusiakan."

Raya tegelak mendengar ucapan Eunsang. "That's a good quote."

"Ra,"

"Iya, Sa, Iya," balas Raya. "Lo sendiri udah makan belom?"

"Udah."

"Kapan?"

"Tadi pagi."

"Sa, gimana bisa sih lo nasehatin gue sedangkan lo sendiri belum makan?" tanya Raya tak habis pikir.

Eunsang membalas tak mau kalah. "Sekarang gue tanya, lo tadi pagi makan nggak?"

"Nggak," Raya menggeleng, "Nggak sempet. Tadi pagi ada breafing."

"Kan."

Tawa Raya lepas. "Oke, fine. Lo menang," Raya mengambil sesendok lagi dan kini dijulurkan tepat di depan mulut Eunsang, "Makan sama-sama. Eunsang, aaaa."

Moments | Eunsang ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang