Tampak Yani sedang berbisik berbicara dengan seseorang di telepon. Malas bertele-tele Alfa pun segera menghampiri Yani, tentu saja perempuan itu langsung menutup teleponnya.
Yani tersentak ketika Alfa merebut ponsel itu darinya. Alfa memeriksa namun tidak menemukan apa-apa. Untung saja ia sigap menghapus tiap kakak Alfa mengirim pesan.
Febri sendiri yang berpesan supaya Yani tidak membocorkan pertemuan mereka. Jadi, Yani sebisa mungkin menjaga rahasia itu. Alfa merasa geram tidak menemukan bukti apapun. Ia segera menunjuk Yani, mananyai dengan galak perempuan itu.
"Siapa?"
Yani menggeleng. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Lebih baik ia diam karena jawaban apapun tetap akan membuat Alfa marah.
"Jawab?!"
"Temen, Kak."
"Temen?" Alfa tersenyum sinis. "Gak usah hoax, bilang aja ini Ifan, kan?"
Yani kembali menggeleng. Selalu ifan yang menjadi sasaran lelaki itu. Padahal sejak terakhir waktu itu ia sudah tidak berkontak dengan Ifan. Jangan sampai kali ini Ifan terseret lagi.
"Siapa?!"
"Bukan siapa-siapa, Kak."
"Siapa?!" nada bicara Alfa semakin keras. "Kalo Lo gamau jawab, gue banting hp ini."
Perempuan itu tetap membisu, sehingga Alfa tidak sabar dan membanting ponsel tersebut. Menangis, Yani memungut ponselnya. Layarnya retak, tapi untung saja masih bisa dihidupkan. Alfa benar-benar keterlaluan. Tidak sadar diri dia pergi di club' dengan perempuan, tapi melihatnya telfonan bisa begitu marah.
*****
Sebenarnya Alfa sudah curiga, semingguan ini Yani bisa membeli bahan makanan, padahal ia tidak memberi uang. Perempuan itupun juga tidak menjual seblak kering lagi. Setahunya orangtua Yani juga sudah tidak memberi uang. Dan yang Alfa heran, keluarga Yani tidak pernah terlihat mencari sejak ia memaksa Yani pulang ke sini hingga hari ini.
Meski begitu ia tidak perduli. Alfa lebih penasaran darimana Yani mendapat uang. Apalagi kejadian kemarin saat dia menelfon diam-diam. Pasti ada yang perempuan itu sembunyikan. Ia harus segera tahu.
"Kak, aku berangkat kuliah dulu, ya," izin Yani, Alfa hanya melirik seraya mengibaskan tangannya. Yani mengangguk, lalu keluar.
Namun, diam-diam ia berencana untuk mengikuti Yani. Kalau Ranu mengetahui, pasti ia ditertawakan keras. Ia mirip seperti seorang yang sedang cemburu, padahal nyatanya ia hanya ingin mencari kesalahan perempuan itu lalu menghajar selingkuhannya. Ia yakin Ifan lah orangnya, siapa lagi kalau bukan si culun itu, pikir Alfa.
Alfa segera beranjak mengganti pakaian untuk pergi ke kampus. Sebenarnya ia sangat malas, dirinya dan Yani berada di satu fakultas dan jurusan yang sialnya sama. Hal itu membuat ia sering bertemu pembimbingnya yang cerewet itu. Alfa jengkel jika harus ditanya-tanya kapan ia bimbingan lagi. Sementara bab satu yang kemarin saja belum ia revisi.
Ia berada dikejar-kejar deadline tiap kali bertemu dosen itu. Nomornya pun sudah ia blokir karena menghubunginya berkali-kali. Terdengar tidak sopan, tapi Alfa merasa begitu risih.
Dari kaca, ia mengangumi wajahnya yang rupawan, tapi sayangnya bokek. Kakaknya belum lagi mengirim uang padanya. Padahal kakaknya itu bukan orang susah, tapi pelit sekali. Alfa mendengkus, Febri memang tidak berperasaan.
Sekalian ia berdandan menarik. Siapa tahu kan ia bertemu mantannya seperti waktu itu. Atau, ada cewek lain yang kecantol. Lumayan jika bertemu perempuan royal, ia jadi untung ganda. Teman-temannya benar, ia memang berengsek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Marriage
RomanceMenikah dengan kakak tingkatnya yang kasar hanya karena salah paham dan kena grebek warga, bukan hal yang Aryani inginkan dalam daftar hidupnya. Note; kurang cocok untuk anak dibawah umur, karena mengandung kekerasan dan banyak kata kasar. Selamat m...