19

20.5K 1.2K 12
                                    

Pukul tujuh pagi Yani baru berani keluar dari kamar.  Hampir semalaman ia tidak bisa tidur, karena suara berisik mereka. Ia paling benci jika teman-teman Alfa sudah mampir ke kontrakan.

Semalam Alfa sempat mengetuk-ketuk kamarnya, dan Yani memilih tidak menghiraukan, karena ketakutan. Untung saja pintunya tidak sampai didobrak.

Yani berlalu ke kamar mandi, dan tidak sampai satu jam sudah bersiap ke kampus. Padahal mata kuliah mulai jam sepuluh, tetapi ia sengaja berangkat lebih awal untuk menghindari Alfa. Lelaki itu masih tertidur di ruang tamu. Dengan hati-hati ia berjalan melewati pintu.

Sebenarnya dirinya merasa bersalah karena tidak sempat masak terlebih dulu. Tapi, Yani terpaksa melakukan itu, karena takut jika Alfa masih di bawah pengaruh Alkohol. Biarkan saja Alfa mencari sarapan di warteg dekat kontrakan.

Sesampainya di kampus, ia langsung menuju perpustakaan, sembari menunggu mata kuliah pertama dimulai. Ia tidak menyangka jika di dalam akan bertemu Ifan. Sedang apa lelaki itu pagi-pagi begini.

Ifan yang sedang berdiri memilih buku di depan rak, menghela napas menatap Yani. Hanya sebentar sebelum melengos. Ia masih benar-benar kecewa. Meski Alfa adalah suami Yani, tetapi Ifan merasa Alfa tidak berhak menjamah tubuh Yani. Lelaki itu selalu memperlakukan Yani dengan buruk. Dan Ifan yakin pernikahan mereka tidak sah, karena Alfa tidak melakukan ijab kabul sepenuh hati.

Mengembalikan kembali buku, Ifan mengambil tas lalu keluar dari perpustakaan. Yani menghela napas, rasanya sakit kehilangan satu-satunya orang yang perduli padanya. Namun, ia tidak berhak berharap Ifan tinggal, lelaki itu berhak mendapat perempuan yang lebih baik dibanding dirinya.

***

Sayup-sayup Alfa membuka mata. Cahaya matahari sudah menyilaukannya. Lelaki itu mengumpat karena tidur di ruang tamu, sementara Ranu enak-enakan tidur di kamarnya. Dasar tempat kampret, ia berlalu ke kamar dan sudah tidak menemukan siapa-siapa.

Perutnya terasa keroncongan, segera ia pergi ke dapur untuk mengecek apa yang dimasak Yani. Kosong. Alfa kembali mengumpat, bisa-bisanya Yani pergi tanpa pamit dengannya dan tidak meninggalkan makanan apa-apa.

Mengecek jam sudah setengah sepuluh. Alfa berlalu ke kamar mandi, entah mengapa ia ingin menyusul perempuan itu ke kampus. Awas saja jika ia memergoki Yani bersama dengan Ifan, ia akan benar-benar menghajar lelaki cungkring itu.

Alfa berdecak, mengapa ia begitu merasa tersaingi dengan Ifan. Padahal secara fisik ia jauh lebih di depan. Dan itu yang membuat Alfa jengkel. Yani sangat sulit sekali diatur untuk tidak bertemu si culun itu.

Bersiap asal-asalan, Alfa keluar dari kontrakan. Jarak dengan kampus tidak jauh, sehingga ia dan Yani hanya menempuhnya dengan jalan kaki. Motornya sudah ia jual beberapa bulan lalu, karena kalah taruhan. Febri juga pelit, membelikan yang baru saja tidak mau.

Sampai kampus, Alfa bingung harus ke mana. Akhirnya ia memilih nongkrong di depan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, lagipula kemungkinan Yani kalau keluar juga lewat sini.

Alfa mengeluarkan sebatang rokok dan mulai menghisapnya. Siapa tahu juga ia akan bertemu Ifan di sini. Ia akan mencari masalah dengan lelaki yang dibencinya itu. Sepertinya olahraga menghajar Ifan merupakan ide yang bagus.

Namun, sial, bukannya bertemu Ifan, ia malah bertemu dengan pembimbingnya. Alfa mengumpat dalam hati. Lelaki setengah baya tersebut membelokkan arah. Padahal Pak Yayok sudah bersiap untuk mengajar, tapi dia sempat-sempatnya menghampiri Alfa.

Alfa lekas mematikan rokok, melemparnya ke kotak sampah. Dosen tersebut tersenyum, duduk di sebelahnya. Alfa menyapanya kikuk. Padahal ia sudah seringkali membuat kesalahan, tapi dosennya itu tetap saja memperhatikannya. Di saat dosen lain sangat sulit ditemui, Pak Yayok malah yang mencari-carinya.

Toxic MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang