4

32.2K 1.7K 35
                                    

Alfa bersungut jengkel. Sudah jam dua belas malam dan Yani belum juga kembali.  Biasanya perempuan itu tidak pernah pulang telat. Sungguh, jangan pikir Alfa khawatir, ia hanya malas diinterogasi polisi kalau ternyata Yani bunuh diri, gara-gara kata-katanya tadi pagi.

Dasar menyusahkan. Ponselnya pun tidak bisa dihubungi. Jika pulang nanti, Alfa akan bener-bener memarahinya habis-habisan.

"Halo, Nu."

"Hmm, apa?"

"Lo tau di mana Yani?"

"Ye si gblk, mana gue tau, Lo pikir gue pengasuhnya."

"Ya, Lo kan tetangganya, kali aja dia pulang gitu. Ada gak di rumahnya?"

"Kagak ada. Gue kagak lihat. Emang ada apa sih?"

Lalu Alfa pun menjelaskan pertengkarannya tadi pagi, yang mengakibatkan sekarang Yani tidak pulang.

"Cie, Lo udah khawatir nih ceritanya. Enggak nyangka."

"Enggak njir. Gue cuma ngeri dia bundir. Ntar gue juga yang jadi tersangka."

"Makanya, bro. Sama cewek itu belajar lembut, Lo marahin terus sih."

"Ebuset, gak usah sok baik Lo, najis!"

Klik. Alfa mematikan telepon. Dia tahu seperti apa temannya itu, makanya Alfa pengen muntah saat Ranu mengatakan kalimat sok baik itu.

Arghhhhh, bikin masalah aja tuh cewek, Alfa mengusap rambutnya.

***

Pintu terbuka, Alfa langsung menodong orang yang baru datang itu.

"Dari mana aja Lo! Gak punya otak?"

Alfa sedang menahan tangannya untuk tidak dilayangkan perempuan yang mukanya agak pucat itu. Bagaimana tidak, jam delapan pagi Yani baru sampai rumah.

"Apa Lo lakuin beneran apa yang gue bilang kemarin?"

Yani hanya menatap dingin tanpa menjawab. Dan Alfa merasa sangat heran ditatap begitu. Yani benar-benar sudah berani dengannya.

"Darimana gue tanya, heh?!"

Tidak menjawab, Yani langsung nyelonong masuk. Membuat Alfa langsung menarik kasar tangannya.

"Heh, burik. Lo pikir Lo itu siapa? Ini kontrakan gue. Enggak usah sok merasa penting di sini. Ditanya bukannya jawab malah nyelonong. Gak punya sopan?!"

Yani masih diam. Ia tidak punya daya untuk menjawab  Alfa. Tubuhnya terlalu lemas, karena belum makan sejak kemarin, dan semalaman tidur di emperan. Ia yakin sebentar lagi akan demam.

"Jawab!!"

Tubuhnya terjingkat. Namun, tidak lama pandangannya mengabur, lalu tubuhnya limbrung. "Eh!"

Alfa kebingungan melihat perempuan itu pingsan. Ia menggusap rambutnya. Dengan segera diangkatnya tubuh ringkih itu, lalu dibaringkannya di ranjang.

Sebelumnya mereka tidak pernah tidur seranjang, karena Alfa tidak sudi. Untung saja kontrakan ini memiliki dua kamar, meski di kamar sebelah hanya ada karpet dan kasur lantai.

Terasa seperti banci memang, tetapi Alfa tidak perduli. Salah siapa perempuan itu yang datang di kehidupannya, memaksa untuk ikut ke sini, dan sekarang terima sendiri akibatnya.

Alfa mengecek detak jantung Yani. Huft, untung masih ada. Ia tidak membayangkan jika Yani mati dan dirinya akan berurusan dengan hukum.

Dasar merepotkan.

Alfa mengambil minyak kayu putih, lalu dioleskan di perut perempuan itu. Lelaki itu menelan ludahnya susah payah, perut Yani terasa lembut ia sentuh.

Naluri lelakinya bekerja, tanpa sadar tangannya merambat ke atas, menyentuh gundukan kenyal, meremasnya pelan, merasakan gelayar aneh. Ia mendekatkan kepala, mengecup lehernya. Namun, tidak lama Alfa tersadar lalu memukul kepala. Segera ia merapikan pakaian Yani kembali. Tidak mungkin ia terangsang dengan perempuan seperti tulang ini.

"Oy, sadar gblk!" Alfa menepuk pipi Yani.

"Ck, kampret memang ni cewek. Kalau pura-pura, abis Lo sama gue!" Alfa menggoyangkan tubuhnya.

Namun, Yani tidak kunjung bangun. Tidak lama Alfa mendengar suara perut perempuan itu. Perut yang tadi saat diusapnya memang sangat tipis.

Mendengkus, Alfa segera beranjak pergi. Ia segera ke warung burjo untuk membeli makan, atau perempuan itu akan benar-benar mati. Dan itu tidak akan berakhir baik.

***

Bersambung...




Toxic MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang