Setelah membereskan pekerjaan Yani bersiap pulang. Saat berjalan keluar ia berpapasan dengan Tomi. Ia tersenyum tipis, sementara Tomi hanya menatapnya sebentar, kemudian berlalu mendahuluinya.
Tomi masih dingin padanya. Rasanya benar-benar tidak nyaman, apalagi perselisihan itu sudah terjadi cukup lama. Tomi masih belum bisa menerima permintaan maafnya. Bahkan nomornya pun masih diblock.
"Tom," panggilnya mengejar Tomi menuju parkiran. Yani menarik pelan baju lelaki itu. Tomi berhenti, menoleh.
"Kenapa?" tanyanya.
Yani menatapnya kikuk. Terdiam cukup lama, bingung harus bagaimana. Tomi hanya menatap datar sebelum menggedikkan dagu, bertanya. "Apa?"
"Kamu masih marah terus sama aku? Ini gaada rencana kita buat baikan? Udah sebulan lebih, loh," tanyanya lirih.
Tomi menghela napas. "Emang kita marahan?"
"Setahuku sih gitu."
Tomi menggeleng. "Engga."
"Tapi kamu menjauh terus."
"Aku cuma jaga jarak kok, nggak enak juga nanti dikira ganggu istri orang."
"Tom..."
"Bener kan, cowok itu sendiri yang bilang. Dan setahuku kamu nggak pernah mengelak, walau juga nggak pernah terang-terangan mengakui."
"Kamu gak tau," ujar Yani menunduk.
"Ya emang aku nggak tau. Dan nggak perlu tau juga."
"Maaf ya," Yani mengadah, menatapnya. "Tapi, aku nggak nyaman terus-terusan begini. Apalagi di tempat kerja kelihatan banget kan, sampai kita beberapa kali ditegur bos, karena kurang bisa bekerja tim."
"Aku juga ngga nyaman."
"Kalau gitu ayo baikan," Yani tersenyum sambil mengulurkan tangan. Tomi hanya menatap tanpa menyambutnya.
"Baikan yang gimana?"
"Ya, kita bisa kembali selayaknya teman."
Tomi terkekeh. "Kayaknya aku memang harus memikirkan tempat baru buat kerja."
"Heh, kamu mau resign?"
"Mungkin, kalau aku udah fix dapat pekerjaan baru."
"Tom," Yani membuang napas. "Jangan gitu lah, lagipula kamu kerja di sini udah lama kan."
"Gak masalah. Pengalaman kerja tiga tahun di sini, aku rasa nggak akan bikin aku kesulitan dapat pekerjaan baru."
"Tom ...."
"Udah kan, mau ngomong gitu aja." Tomi meneruskan langkah menuju motornya. Yani masih mengekor di belakang.
"Maaf, kalau kehadiran aku di sini malah bikin kamu susah."
"Ngga masalah," ujarnya sembari mengenakan helm. "Oh iya, aku ngga marah kok. Anggep aja aku begini supaya gak terlalu berharap lebih," lanjutnya lalu melajukan motornya pergi.
***
"Yeay!"
Alfa berseru girang usai pak Yayok meng-ACC draft skripsinya. Ia sampai tidak sadar jika dosen-dosen yang berada satu ruangan dengan pak Yayok sudah menatapnya tajam.
Mendengar pak Yayok berdehem, Alfa langsung menormalkan gerakannya, lalu manangkupkan tangan sembari menundukkan kepala meminta maaf karena sudah berisik.
"Makasih, Pak."
"Ya, jangan lama-lama di pembimbing satu. Cepet sidang."
"Selow Pak, saya pasti cepet sidang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Marriage
RomanceMenikah dengan kakak tingkatnya yang kasar hanya karena salah paham dan kena grebek warga, bukan hal yang Aryani inginkan dalam daftar hidupnya. Note; kurang cocok untuk anak dibawah umur, karena mengandung kekerasan dan banyak kata kasar. Selamat m...