37

21.1K 1.4K 70
                                    

"Hati-hati, Kak," ujarnya tersenyum. Sore ini ia menghantarkan Alfa ke stasiun. Lelaki itu akan kembali ke Jakarta menggunakan KRL. Yani mengulurkan kotak makan yang ia bawa untuk Alfa.

"Makasih," ujarnya menarik Yani dalam pelukan, lalu memberikan ciuman di dahi. Yani menggigit bibir merasakan desiran di dada. Alfa mundur, memegang kedua lengan Yani. Sedikit menunduk, fokus pada bibir perempuan itu. Yani mengerti sinyal itu langsung mundur melepaskan diri dari Alfa.

"Malu banyak orang," ujarnya, tersenyum canggung.

"Ck, masa nggak ada ciuman perpisahan sih sama pacar, padahal kan mau LDR."

"Tadi kan udah." Yani menyentuh dahinya, meringis. Alfa memutar bola matanya.

"Apaan, gak kerasa."

"Udah sana berangkat, Kak. Nanti ketinggalan kereta loh."

"Yaudah, kan bisa besok lagi berangkatnya. Kita mampir kost gue dulu." Alfa mengedipkan matanya.

"Ish." Yani mendengus.

"Kenapa sih, kayaknya pengen banget gue cepet-cepet pergi."

"Ya, kan kakak juga harus cepet-cepet selesaikan skripsi."

"Ditunda sehari kan juga ga masalah. Para dospem gue juga nggak akan ngamuk gue telat sehari bimbingan."

"Kan katanya mau ngurangi malas dan menunda-nunda. Udah, itu loh dah pada masuk," tunjuk Yani ke para penumpang yang mulai memasuki kereta.

Alfa berdecak. "Iya-iya."

Yani melambaikan tangan saat Alfa melangkah pergi. Namun, lelaki itu kembali berbalik dan memeluknya erat.

"Gue bakal ke sini lagi. Nggak usah genit sama cowok lain, apalagi sama si Tomket itu," bisiknya.

Yani menghela napas. "I-iya."

"Jangan lupa tepati janji Kakak dulu sebelum ke sini," lanjutnya.

"Hm, ya."

"Hati-hati, jangan lupa dimakan bekalnya."

"Ya."

Alfa mengurai pelukan itu, berjalan memasuki kereta. Sampai di depan pintu, ia berbalik memberikan kiss bye dan melambaikan tangan sampai mendapat protes dari penumpang lain yang terhalang masuk. Yani mendengar Alfa sempat berdebat sampai akhirnya lelaki itu masuk.

Sifat egois dan tidak mau salahnya masih terpelihara dengan baik. Yani menggeleng. Ia masih melihat lelaki itu memunculkan kepalanya di jendela. Yani tersenyum lalu mengangguk, ia terus berdiri di sana sampai kereta itu tidak terlihat lagi di pandangannya.

Yani menunduk, membuang napas gusar. Entah keputusannya kali ini menerima Alfa sebagai pacar adalah tindakan benar. Namun, hanya itu satu-satunya cara supaya Alfa mau kembali dan menyelesaikan tanggungannya.

Yani mencari tempat duduk, lalu memijit kepalanya yang terasa berdenyut. Ia memegang dadanya yang sempat bereaksi mendapat pelukan dari Alfa. Dekapan yang terasa hangat, meski ia tidak tahu apakah Alfa tulus atau tidak memberikannya.

****

".... Kasih gue kesempatan buat menggali perasaan lebih dalam, karena gue juga perlu yakin, agar bisa jawab pertanyaan Lo secara sederhana," ucap Alfa hari itu.

"Please..."

Menyampingkan badan, Yani melihat Alfa yang menatapnya penuh harap. Ia memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam mengembuskan sembari mengangguk pelan.

"Bener!" Alfa memegang kedua pundaknya meyakinkan. Yani mengangguk sekali lagi. Lelaki itu langsung menarik Yani ke dekapannya. Yani mendorong lengan Alfa, memisahkan diri.

Toxic MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang