Padahal belum genap seminggu, tetapi mereka sudah sering bertengkar. Apakah hubungan orang lain juga seperti ini? Apa karena hubungan jarak jauh? Atau memang Alfa saja yang tidak bisa berubah?
Bangun pagi rasanya sudah kesal sekali. Sampai jam dua pagi ia beradu argument dengan Alfa. Padahal laki-laki itu sendiri yang minta tidak diganggu, giliran ia menonaktifkan WhatsApp dan aktif di media sosial Alfa malah mencurigainya.
Betul-betul lelaki yang tidak introspeksi diri. Hobi menuduh. Padahal ia mulai simpatik dengan sikap Alfa akhir-akhir ini yang mencoba meyakinkannya, tapi sekarang lelaki itu berulah lagi.
Yani berangkat kerja dengan muka masam. Ia juga masih ngantuk, rasanya malas sekali berangkat kerja, tetapi ini sudah menjadi tanggungannya.
Sampai malam saat ia pulang, lelaki itu belum mengiriminya pesan. Yani berdecak ketika memeriksa ponsel. Ia jadi uring-uringan sendiri, padahal dulu ia dan Alfa juga tidak saling berkirim pesan. Namun, semenjak mereka berpacaran, Yani jadi sering kepikiran.
Namun, dalam posisi marahan begini, ia jadi gengsi jika harus menyapa duluan. Malas terlalu memikirkan, ia meletakkan ponsel dan berlalu mandi. Ketika selesai ganti baju, ia belum mendapati satu pesan pun dari Alfa.
Perempuan itu membanting ponsel di kasur. Padahal dirinya tidak menghendaki hubungan ini, tetapi kenapa jadi sekesal ini. Biasanya sepulang kerja begini ia akan mengobrol dengan Alfa. Apa lelaki itu masih marah, ia tidak suka silent treatment, meski dirinya juga tidak jarang melakukan itu.
Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Ia membuang napas. Capek bolak-balik scroll Facebook dan Instagram, ia pun meletakkan ponsel di meja samping ranjang, lalu mematikan lampu dan mencoba tidur.
Tidak mudah, sebentar-sebentar ia terbangun. Ketika akhirnya ia berhasil terlelap, ponselnya berdering. Sudah setengah satu dini hari, Yani berdecak membuka mata lalu mengangkat panggilan itu.
Sampai lima menit mereka sama-sama terdiam. Yani mendengus. "Kak..."
Di seberang sana Alfa hanya berdehem. Kembali terdiam sampai akhirnya Yani berdecak. "Udahlah, Kak. Kalau nggak niat ngobrol aku tutup aja. Aku ngantuk mau tidur."
"Jangan."
"Huh, terus?"
"......"
"Apa? Yaudah aku tidur aja."
Alfa menghela napas. "Iya, tapi telfonnya nggak usah dimatiin."
"Dih, biar apa?"
"Biar kedengaran."
"Suara ngoroknya?"
"Ya."
"Males ah, Kak Alfa ngoroknya keras. Ganggu nanti."
"Cih, mana ada."
"Iyaa. Dulu aku sering denger."
"Enggak!"
Akhirnya mereka kembali mengobrol seperti biasa. Melupakan jika sehari semalam mereka sempat bertengkar.
"Yan."
"Iya, Kak?"
"Huh..."
"Kenapa?"
Alfa terdiam sejenak. "Maaf," ujarnya lirih. Nyaris tidak terdengar.
Yani berdehem, Alfa kembali berkata, "Gue kemarin malam keterlaluan, ya?"
"Iya."
"Ya, Lo juga sih."
"Dih, kan Kakak juga awalnya."
Mereka kembali saling menyalahkan, sampai akhirnya Alfa berkata, "Bobo lagi gih, tapi gak usah dimatiin ya telfonnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Marriage
RomanceMenikah dengan kakak tingkatnya yang kasar hanya karena salah paham dan kena grebek warga, bukan hal yang Aryani inginkan dalam daftar hidupnya. Note; kurang cocok untuk anak dibawah umur, karena mengandung kekerasan dan banyak kata kasar. Selamat m...