33

23.4K 1.3K 57
                                    

Kuah bakso mercon yang merah merona itu tidak sama sekali menggugah selera Alfa. Ia bahkan bingung mengapa ada orang yang mau menyiksa diri dengan makanan sepedas ini. Alfa menggeleng heran, menatap Yani yang tampak lahap makan.

Meski keringat bercucuran, tetapi Yani tampak sangat menikmati, sementara miliknya masih utuh tidak tersentuh.

"Ngga makan, Kak?" tanya Yani.

"Lo mau bunuh gue?"

"Kenapa?"

"Lo tau gue ngga begitu suka pedes, tapi Lo tetep ajak ke tempat mematikan ini."

"Lah, tadi kan katanya semau aku. Ya, aku maunya ke sini, kenapa kakak ga nolak?"

Alfa juga tidak mengerti mengapa ia menurut saja diajak ke sini.

"Udah, abisin cepet."

"Kaka beneran gak mau makan? Padahal sedap banget, coba deh."

Alfa menatapnya sinis. Ia menyeruput kuah sedikit, lalu buru-buru menandaskan satu gelas air putih. "Enak darimana, woy?!"

Penjual bakso spontan menoleh, Alfa meringis.

**

Usai makan bakso, Alfa mengajak Yani mampir ke kafe. Mencari tempat yang enak untuk mengobrol, sekalian Alfa mengisi perut karena tadi ia tidak makan. Daripada mubazir, Yani membungkus bakso Alfa untuk dibawa pulang.

Alfa memesan roti bakar, sementara Yani hanya memesan minum. Itung-itung untuk membasahi tenggorokan saat berbicara dengan Alfa.

"Lo betah hidup di sini?"

Menatap nyalang, Yani menjawab, "Kenapa aku harus nggak betah kalau aku jauh dari orang-orang yang nyakiti aku. Di sini nggak ada yang kenal sama aku, ngga ada yang tau aib aku. Suasana baru, hidup baru."

"Lo ... nggak kangen sama gue?"

Yani terkekeh. "Kak, apa yang mesti aku kangenin. Kangen dimarah, dibentak, atau dikasarin?"

"Sebegitu buruk kah gue di mata Lo?"

"Aku harus jawab apa kalau kenyataannya begitu."

Alfa menghela napas, mengunyah makanan sambil menatap Yani dengan pandangan tidak terbaca. Yani menunduk ditatap seperti itu.

"Kak."

"Ya?"

"Bukankah aku udah berpesan buat gak cari aku lagi?"

"Dan apa gue jawab setuju?"

"Kak," Yani menjeda ucapannya, mendongak, tersenyum kecil. "Apa aku nggak berhak atas ketenangan diriku sendiri?"

Alfa baru akan membuka mulut, Yani sudah lebih dulu melanjutkan, "Apa aku gak berhak menjauh dari orang-orang yang toxic ke aku. Aku cuma pengen berada di tempat di mana aku dihargai dan jadi diri aku sendiri."

"Kalau Lo merasa begitu, kenapa dulu Lo datang mohon-mohon buat tinggal sama gue? Harusnya setelah insiden itu kita nggak usah berurusan lagi. Dan Lo nggak perlu terlanjur jauh sama gue."

"Anggap aja aku perlu tempat tinggal."

"Jadi Lo manfaatin gue?"

"Kakak juga manfaatin aku kan, jadi apa yang perlu diperdebatkan?"

Alfa terdiam, menyedot minuman, melipat tangan.

"Huft, aku sering mencari tau apa kesalahan terbesar aku sampai orang-orang di sekitarku benci sama aku. Keluarga aku, Kak Alfa, Kak Ranu, temen-temenku. Padahal aku udah berusaha sebaik yang aku bisa. Lantas kalau udah begitu, apa aku gak boleh menghindar dari kalian semua?"

Toxic MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang