Setelah menitipkan seblaknya, Yani berterimakasih atas kebaikan ibu kantin yang mau menerima jualannya. Ia lalu berlari menuju kelas, karena sebentar lagi mata kuliah akan dimulai.
Dosen yang mengampu hari ini cukup killer, jadi Yani harus sampai kelas tepat waktu, atau dosen tersebut tidak akan membiarkannya masuk. Dengan napas yang memburu, Yani masuk. Untung saja ia hanya terlambat beberapa menit. Namun, tatapan penghuni kelas langsung menyerbunya, dengan kikuk Yani pun menuju kursi yang berada di belakang.
Beberapa teman cewek yang duduk di depannya, menoleh dengan tatapan yang tidak bersahabat. Agaknya mereka terlihat jijik dengan Yani, padahal ia tidak pernah berbuat salah pada mereka. Yani mengabaikan itu, ia memilih memperhatikan layar proyektor yang dosen tampilkan di depan.
Selesai mata kuliah Yani hanya berdiam di kelas sembari menunggu mata kuliah selajutnya di jam sepuluh. Ia tidak mempunyai teman untuk bicara, memilih bermain ponsel untuk mengatasi kesepiannya.
"Halooo, Yani!"
Yani menoleh, menemukan beberapa cewek di kelasnya mendatangi dirinya. Ia hanya tersenyum membalas sapaan itu.
"Kalau boleh tau, Lo sekarang udah bunting berapa bulan?"
Yani tercekat mendapat pertanyaan itu. Mereka kepo sekali. Dan darimana mereka mendapat informasi hoax itu. Ia bahkan tidak pernah melakukan apapun dengan Alfa.
"Aku enggak hamil."
"Masa sih Lo enggak hamil? Hhh, gak hamil atau belum tau?"
"Enggak kok, emang enggak."
"Aduh, Yan. Enggak usah malu-malu kenapa sih," sahut yang lain. "Lagipula mayan kan kalau Lo hamil sama Kak Alfa. Bisa memperbaiki keturunan. Secara Kak Alfa itu kan cakep, sementara Lo ya gitu deh."
Mereka tertawa, Yani merasa terintimidasi sekarang. Mereka pasti tidak berniat bertanya, tetapi hanya ingin mengejeknya.
"Tapi, ya. Gue penasaran aja cara Lo menggaet Kak Alfa. Pasti saat itu mata Kak Alfa lagi sakit, ya. Sehingga buta akan keindahan wanita lainnya."
"Mau kalian apa sih?!"
Tidak menjawab, mereka pergi setelah puas mengolok Yani. Ia hanya menghela napas. Oke, ini bukan masalah baru untuknya.
***
Sore itu setelah selesai mata kuliah, Yani menuju kantin untuk mengambil uang hasil jualannya. Meski tidak habis, Yani bersyukur karena masih laku. Setidaknya ada uang yang bisa ia bawa pulang.
"Makasih, Bu. Besok-besok aku masih boleh kan titip jualan di sini?"
"Oh, boleh, Yan. Kalau bisa sih tambah yang rasa original, karena enggak semua orang suka pedes."
"Ah, iya, Bu. Makasih masukannya."
Setelah berpamitan Yani pun melangkah pergi. Ia hanya jalan kaki, karena kontrakan Alfa tidak begitu jauh dari kampus. Hanya butuh waktu sepuluh menit jika ditempuh dengan jalan kaki.
Sampai di kontrakan, Yani pun masuk mendapati Alfa sedang duduk mengangkat kali, sambil asik merokok. Seumur hidup Yani tidak menyangka jika ia akan menikah dengan lelaki pemalas seperti Alfa. Kerjaannya hanya begitu, atau kumpul bersama teman-temannya.
Padahal Alfa mahasiswa semester akhir, tapi lelaki itu tidak pernah terlihat mengerjakan apapun. Padahal seharusnya dia sedang sibuk-sibuknya menyusun laporan. Yani yakin setelah selesai KKN, Alfa tidak mengurusi tugas-tugasnya yang terbengkalai. Apalagi mengurusi pertemuannya dengan dosen, Alfa pasti sudah tidak perduli. Entah sampai kapan lelaki itu akan lulus. Dan setelah lulus, jika seperti itu terus pasti akan berakhir jadi pengangguran. Dunia akan semakin banyak sarjana pengangguran, jika orang-orangnya seperti Alfa.
"Ngapain Lo lihatin gue kayak gitu? Terpesona?" sentak Alfa, Yani hanya menggeleng.
Ia segera ke dapur setelah di jalan tadi sempat membeli sayuran, dan beberapa bumbu dapur yang habis. Untung saja beras yang ia beli waktu itu masih tersisa. Sehingga Yani masih bisa menyisakan uangnya. Lagipula apa yang bisa diharapkan dari lelaki seperti Alfa. Ganteng saja tidak bisa bikin kenyang.
Lelaki itu tidak pernah melakukan usaha apapun. Tetapi, anehnya masih bisa beli makan dan memenuhi kebutuhan rokoknya yang mahal. Pasti Alfa meminta uang dari orangtuanya. Mana mungkin bekerja sendiri, itu hal yang mustahil Alfa lakukan. Kerjaannya saja cuma ongkang-ongkang. Yani menggerutu dalam hati. Anggap saja tugas yang ia lakukan, adalah bayaran karena sudah diizinkan tinggal di sini.
"Kak, ayo makan!" panggil Yani, Alfa yang memang sudah mencium bau masakan segera menghampiri.
Mata Alfa berbinar melihat sayur asam, oncom goreng tepung, dan sambal bawang yang baru dimasak Yani. Masalah makanan Alfa memang tidak pilih-pilih. Asal tidak agak busuk seperti waktu itu, Alfa tidak akan protes.
"Ini bukan oncom busuk, kan?"
"Rasain dulu, Kak. Baru komen."
"Ya tanya dulu, biar gue enggak perlu marah-marah, dan Lo juga enggak perlu kena semprot."
"Diredam, Kak. Lagipula marah-marah juga bikin cepet keriput."
"Apa Lo bilang?"
"Enggak, kok. Ayo makan," Yani mengambilkan nasi untuk Alfa.
"Nah, gitu dong. Sekali-kali tuh jadi orang yang berguna."
Padahal selama ini Yani selalu bersih-bersih, mencucikan pakaian Alfa, dan masak jika memang ada yang dimasak. Tetapi, Alfa masih sering mengatainya tidak berguna. Benar-benar mulut Alfa itu perlu dikuncir. Tapi, tentu Yani hanya bisa menggerutu dalam hati. Bisa-bisa Alfa langsung mengeluarkan tanduk jika mendengar Yani memprotes dirinya.
Lelaki egois.
Yani mengamati Alfa yang terlihat lahap memakan masakannya. Entah mengapa pemandangan itu membuat ia senang. Memang kalau soal masak Yani sudah tidak diragukan lagi, karena sejak tinggal bersama orangtuanya pun, ia sudah terbiasa masak dan mengerjakan kegiatan rumah tangga.
"Ngapain Lo ngeliatin gue? Mau ngejek?"
Yani menggeleng.
"Urus makanan sendiri!"
Perempuan itu mengangguk.
****
*Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Marriage
RomanceMenikah dengan kakak tingkatnya yang kasar hanya karena salah paham dan kena grebek warga, bukan hal yang Aryani inginkan dalam daftar hidupnya. Note; kurang cocok untuk anak dibawah umur, karena mengandung kekerasan dan banyak kata kasar. Selamat m...