9

24.4K 1.3K 58
                                    

Malam itu Yani sedang berkutat dengan laptop. Meski ia tidak disukai, ia sering diminta teman-temannya untuk joki tugas mereka. Tentu dengan bayaran. Selemah-lemahnya, Yani tidak akan sudi mengerjakan tugas mereka secara cuma-cuma. Meskipun mereka curang, tapi dari situ Yani bisa mendapat tambahan uang.

Selesai mengerjakan makalah, Yani pun lanjut membuat logo sederhana untuk menghiasi produk jualannya. Begini-begini ia lumayan bisa photoshop.Meskipun belum terlalu pesat penjualannya, tetapi beberapa hari ini, jajanan yang berasal dari Bandung itu, lumayan memberinya penghasilan. Selain offline, Yani menaruhnya di market place, dan sekarang ia kepikiran membuat Instagram. Setidaknya itu bisa membantunya promosi.

"Jam segini belum tidur Lo," ujar Alfa yang baru pulang. Jam menunjukkan pukul satu malam. Yani memang mengerjakan di ruang tamu. Di kamar tidak ada meja. Berjongkok hanya membuat punggungnya sakit.

"Masih ngerjain ini, Kak," jawab Yani tanpa melihat Alfa. Selain soal meja, ia memang mengerjakan di sini untuk menunggu Alfa. Setidaknya Yani lega, meskipun pulang malam, Alfa tidak bau alkohol. Untung saja malam ini Alfa tidak mabuk. Yani memilih bersembunyi jika Alfa pulang dalam keadaan mabuk.

"Hhh, kayak laku aja," cibir Alfa setelah melihat logo yang dibuat Yani.

"Enak aja, laku ya, Kak. Buktinya hari ini aku goreng-goreng terus."

Alfa menyunggingkan senyum. Yani mendongak. "Kak, aku boleh minta tolong enggak?"

Menggedikkan dagu, Alfa berdehem. Yani tersenyum. "Aku boleh enggak minta tolong?"

"Ya, minta tolong apa?!"

Yani menghela napas. Gitu saja membentak. Dasar lelaki galak.

"Kakak mau enggak jadi modelku?"

"Model apaan? Model celana dalam?"

Yani mendengkus. "Bukan, Kak. Jadi gini, aku kan berniat bikin ig buat jualan aku. Jadi, gimana kalau kakak foto sama seblak keringku, terus fotonya kupajang di ig buat promosi?"

"Hhhh, gila aja Lo. Mending gue jadi model film porn sekalian."

Astaghfirullah. Sabar-sabar.

"Ayolah, Kak. Kakak kan cakep, pasti ig nya cepet rame kalau kakak yang jadi modelnya."

"Mengakui juga Lo."

"Enggak perlu mengakui kan semua orang udah tau. Atau ig kakak kan banyak tuh followers-nya. Gimana kalau kakak endors seblak aku. Jadi, pasti nanti lebih rame yang beli."

Alfa menatapnya tajam. "Lo lama-lama ngelunjak, yaa. Bilang aja kalau itu niat terselubung Lo, buat nunjukkin kalau elo itu istri gue."

Yani menghela napas. Ia sleep dulu notebook-nya, lalu kembali menatap Alfa. Memang harus lebih sering mengelus dada jika bicara dengan Alfa.

"Bukannya gitu loh, Kak. Ini kan juga buat makan bareng-bareng. Kalau penghasilannya banyak, kita kan bisa makan tiap hari," jelas Yani, berusaha selembut mungkin.

"Jadi, maksud Lo kalau tanpa Lo gue enggak bisa makan, gitu? Lo ngehina gue sebagai lelaki?!"

Lelaki itu bergerak mendekat, membuat Yani mundur. Yani selalu takut jika Alfa memukulnya. "Bu-bukannya gitu, Kak. Ya Allah, salah mulu aku."

"Ya, Lo itu emang selalu salah, baru sadar?"

Alfa memegang pipi Yani dengan sebelah tangannya. Yani sudah agak gemetaran. Namun, perlahan tekanan itu menjadi lembut, membuat Yani merinding. Alfa menatapnya lama, membuat kilasan saat Alfa memaksanya, hampir merenggut apa yang ia jaga, kembali terngiang di kepalannya. Reflesk Yani berusaha menyingkirkan tangan Alfa.

Seperti tersadar, Alfa menarik tangannya dari pipi Yani. "Sial, Lo pikir Lo itu menarik!" ujarnya jengkel, kemudian berlalu dari hadapannya. Yani bernapas lega. Biarlah diejek, setidaknya muka jelek menyelamatkan dirinya.

****

Masuk dalam kontrakan, Yani terkejut melihat Alfa sedang bermesraan dengan perempuan. Yani berusaha memasang tampang biasa, lalu berlalu menuju kamarnya, segera mengunci pintu.

Saat ia melewati mereka, samar-samar Yani mendengar,

"Eh, itu ada istri kamu."

"Udah, Sayang. Anggap aja dia pembantu."

Memang benar, selama ini Alfa hanya menganggapnya pembantu. Yani tidak keberatan disebut begitu. Tetapi, entah mengapa hari ini ia merasa jengkel. Alfa benar-benar keterlaluan. Sudah pemalas, playboy cap kadal pula. Yang dijadikan senjata lelaki itu cuma tampangnya.

Bukan hal baru sebenarnya. Ini sudah kedua kali Alfa membawa perempuan ke kontrakan. Apalagi semenjak kehadiran Yani. Lelaki itu seolah menjadikannya tameng. Sehingga, warga kampung tidak kembali menggerebek-nya.

Dari info yang Yani dengar, sebenarnya warna sekitar kontrakan ini memang sudah lama mengincar Alfa, karena dari dulu lelaki itu memang sering membawa pacar ke kontrakan. Namun, dasar nasib sedang apes. Yang ketangkep malah ia dan Alfa, gara-gara Ranu yang memaksanya mengambil buku di tempat Alfa.

Jika mengangkat itu Yani masih sebal. Namun, yang ia lakukan kini hanya berusaha menerima keadaan. Meski ia tidak tahu bagaimana akhir hubungan ia dan Alfa. Dan Yani yakin jika Alfa tidak berubah sampai kapanpun, kehidupannya akan semakin hancur. Biarlah dulu Yani masih di sini, sampai ketidaksanggupannya, membuat ia hengkang kaki.

Yani keluar lalu menutup mata ketika melihat apa yang mereka lakukan. Pakaian perempuan itu sudah acak-acakan. Dasar tidak malu, melakukannya hal tidak senonoh di ruang tamu. Perempuan itu pura-pura menjerit saat Yani memergoki aksi mereka.

Alfa menggeram, lalu bangkit mengejar Yani. Yani pun segera melarikan diri ke dapur. Alfa langsung menyudutkannya di tembok. Yani takut, seharusnya tadi dia berdiam diri saja di kamar.

"Maksud Lo apaan hah?"

"Aku enggak sengaja lihat, Kak. Kan aku tadi udah tutup mata."

"Lo sengaja kan mau ganggu!" Alfa memukul tembok, membuat Yani terkesiap kaget.

"La-lagipula kan ada kamar, Kak. Kenapa ngelakuin di ruang ta-tamu?"

"Terserah gue, tempat-tempat gue!"

"Ma-maaf, Kak."

Alfa menyeringai. "Lo pengen kan sebenernya?" Alfa mendekat, membuat Yani memalingkan wajah. Napas lelaki itu berhembus di telinganya, Yani merinding.

"Sayangnya, gue enggak nafsu sama perempuan kayak Lo!" ujarnya meninggalkan Yani dengan hati terberai.

***

Bersambung..




Toxic MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang