41

18.1K 1.1K 56
                                    

Berusaha menguatkan tekad Alfa meneruskan langkah memasuki halaman rumah orangtua Yani. Ia tidak tahu apakah keputusannya datang ke sini hari ini sehabis magrib sudah tepat. Namun, ini satu satunya jalan untuk menebus kesalahannya pada Yani.

Menarik napas ia mengayunkan tangan mengetuk pintu rumah tersebut, sembari lantang mengucapkan salam. Tidak berapa lama kemudian seorang anak laki-laki yang Alfa duga sebagai adik Yani membuka pintu.

Cowok tanggung itu menatap Alfa tengil, sembari menggedikkan dagu. "Siapa Lo?"

Ingin sekali Alfa menjitak dahinya. Tetapi, ia mencoba meluaskan kesabarannya. "Lo adiknya Yani? Nama Lo siapa?"

"Tito," jawabnya memutar bola mata. "Ada perlu apa?"

"Boleh gue masuk?"

"Yani nggak ada di rumah."

"Gue tau."

"Terus?"

"Gue mau ketemu orangtua Lo."

Mendengus, Tito menatapnya malas. "Mau ngapain?"

Alfa berdecak. "Anak kecil nggak perlu tau."

"Dih iya deh tua, serah lu," jawab Tito lalu berbalik pergi sembari berteriak,

"Maaa, ada tamu TUA tu katanya mau ketemu!"

Alfa menggeleng gelengkan kepala. Jika bukan adik Yani ingin rasanya ia tempeleng bocah tengil itu.

Seorang wanita paruh baya menghampiri. Menatapnya dengan dahi mengkerut. Memindai tatapan dari atas ke bawah, ia pun bertanya, "Siapa ya?"

"Saya Alfa."

"Sebentar," Tasri terdiam sejenak lalu menunjuknya. "Kamu..."

Alfa mengangguk. "Saya suaminya Yani. Boleh saya masuk?"

Tasri menahan napasnya, tertegun menatap Alfa beberapa saat sebelum tubuhnya bergeser, memberi jalan untuk Alfa masuk.

Menunggu di ruang tamu, sementara Tasri masuk memanggil suaminya. Alfa mengangkat wajah kala lelaki paruh baya dengan postur tinggi besar menghampiri. Tatapan lelaki itu jelas tidak bersahabatnya sama sekali. Begitu tajam, seolah ingin mencekiknya sekarang juga.

"Kamu," tunjuknya dengan kemarahan yang sudah terkumpul di wajahnya. "Ngapain ke sini? Mau apa?!"

Alfa menarik napas sembari memejamkan mata. Berharap nyalinya tidak surut. Lagipula orang seperti dirinya tidak pantas punya rasa takut. Ia tidak akan mundur pada sesuatu yang sudah diniatkannya.

Tasri berusaha menenangkan suaminya. Membujuknya untuk duduk terlebih dahulu. Untuk tidak buru buru emosi pada pemuda di depannya.

"Ngapain saya tanya?"

Alfa tersenyum. "Sebelumnya perkenalkan, Pak. Nama saya Alfa, saya lelaki yang disalahpahami warga sehingga terpaksa menikah dengan anak Bapak," ucapnya mencoba sopan.

"Anak saya siapa? Saya nggak punya anak liar seperti itu. Kalau kamu mau bawa, bawa saja, saya sudah tidak perduli dengan nasibnya atau apapun. Jadi, kalau sudah tidak ada keperluan lebih baik kamu pergi."

"Saya ada keperluan, Pak. Makanya saya ke sini."

"Keperluan apa?"

"Saya mau bapak memaafkan Yani."

"Heh," tunjuknya. "Ada hak apa sampai berani memerintah saya seperti itu?"

"Maaf Pak, ini bukan perintah tapi sebuah permohonan."

Pria itu berdecih. "lalu kamu ini siapa sampai saya harus menuruti permohonan kamu."

Alfa mengeratkan jemarinya. "Bukan buat saya Pak, tapi buat anak bapak."

Toxic MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang