Yani sedang menyapu halaman ketika tersentak mendengar suara di belakang. Ternyata Ranu yang senyum-senyum menghampirinya. Yani menelan ludahnya, ia merasa takut dengan kehadiran Ranu. Pasti laki-laki itu sudah memberitahukan keberadaannya pada Alfa.
Yani menaruh sapunya, berniat masuk, tetapi Ranu menarik tangannya membuat Yani membelalak. Ia berusaha melepaskan tangan, tetapi Ranu memeganginya kuat.
"Kenapa sih, Yan. Buru-buru? Lo enggak mau ngobrol sama kakak Lo ini? Enggak inget dari kecil kita udah bareng-bareng?"
Dulu Yani memang menganggap Ranu kakak, bahkan menyayanginya. Saat kecil Ranu cowok yang baik, meski sering jahil. Namun, entah mengapa semakin remaja Ranu berubah. Yani tidak tahu apakah mungkin karena pergaulannya yang salah. Hingga akhirnya mereka tidak sedekat dulu. Ranu makin kurang ajar dan tak jarang mesum, membuat Yani risih.
"Aku mau masuk dulu, Kak," ujar Yani masih berusaha melepaskan diri.
"Sombong banget sih semenjak udah nikah."
"Enggak usah bahas itu kenapa sih, Kak."
"Kenapa Lo lagi marahan sama Alfa? Hahaha, dia emang bajhingan, kok."
Yani menghela napas. "Kalau Kakak tau Kak Alfa itu bajhingan. Kenapa dulu Kakak paksa Yani ambil buku di tempat Kak Alfa. Andai malam itu gak ada, mungkin aku gaperlu berurusan sama temen berengsek Kakak itu."
Ranu malah terkekeh. "Kenapa Lo masih ungkit ini? Waktu itu kan gue minta tolong karena kebetulan Lo masih di kampus. Kalau Lo merasa terpaksa, kenapa harus mau?"
"Karena Kakak ngancem ...." Yani menghela napas, menunduk. Tidak ada gunanya ia membahas ini dengan Ranu. "Udah, Kak, lepasin aku. Kakak udah puas, kan jerumusin aku ke temen kakak. Sekarang lebih baik Kakak gak usah ganggu aku lagi. Aku malas berurusan sama cowok-cowok berengsek kayak kalian."
"Hahaha!" Ranu tergelak. "Enggak inget, Yan. Cowok berengsek ini masih menyimpan foto Lo yang waktu itu? Hahaha!"
"Cukup, Kak!" Yani berteriak. "Aku salah apa sama Kakak? Tolong jangan ganggu aku lagi! Aku mohon hapus!"
"Gak akan. Itu buat kenang-kenangan, kok. Lagipula Lo enggak bisa lari sepenuhnya dari gue, hahaha."
"Denger ya, aku bukan mainan Kak Ranu maupun Kak Alfa. Jadi stop nyetir hidup aku! Kalian jahat!" Yani menghempaskan tangan Ranu saat laki-laki itu lengah, lantas berlari masuk rumah. Ranu tersenyum miring, lalu kembali ke rumahnya.
****
Perempuan itu tersenyum ceria melihat blink-blink di depan matanya. Baru kali ini ia merasa begitu senang. Tubuhnya pun terbalut gaun biru laut yang indah. Tidak pernah ia merasa sebahagia ini. Sejak kecil ia memang selalu berangan menjadi seorang princess. Setidaknya sekali seumur hidupnya.
Lalu, hamparan kebun strawberry ini. Ah, darimana datangnya. Aneh, segalanya terasa tiba-tiba. Tetapi, ia menyukainya. Sudah lama ia tidak tersenyum selebar ini. Mungkin, ini kata orang sebuah keajaiban.
"Huh!" Matanya terbuka, Yani tersentak. Astaga hanya mimpi. Huft, kenapa ia harus terbangun. Rasanya ia rela jika harus terjebak di sana. Jam menunjukkan setengah dua malam.
Yani tetegun, menatap luka-luka parut di tangannya. Dirinya memang lucu, melukai diri sendiri untuk ketenangan hati. Terkadang untuk mendapat kelegaan memang setidak masuk akal itu.
Ia termenung. Kapan hidup seperti ini akan berakhir, dan apa masih berhak ia menjadi seorang princess seperti di mimpinya tadi. Rasanya Yani tidak sabar menantikan itu, meski ia sadar mimpinya hanya akan menjadi mimpi.
Perempuan itu memeluk gulingnya. Mungkin kembali begadang sampai pagi, merupakan ide yang bagus malam ini.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Marriage
RomanceMenikah dengan kakak tingkatnya yang kasar hanya karena salah paham dan kena grebek warga, bukan hal yang Aryani inginkan dalam daftar hidupnya. Note; kurang cocok untuk anak dibawah umur, karena mengandung kekerasan dan banyak kata kasar. Selamat m...