42. Gagal

588 97 15
                                    

Gue dan Zalya masih berada di stand burger, belum berpindah sejak satu jam yang lalu. Walau situasinya tidak begitu ramai, justru keramaian terjadi dalam hubungan kami. Gue masih shock akan sosok dibalik pemilik asli email Ril. Gak terbesit dipikiran sama sekali kalo orang yang sering gue balas pesannya itu ternyata berasal dari Zalya. Boro-boro kepikiran, bahkan untuk menaruh rasa curiga pun enggak. Selama ini gue menganggap sosok Ril itu ya memang dia seorang, yang tidak pernah menyamar menjadi orang lain.

Zalya sendiri juga tak percaya dengan semua ini, dibalik nama Anggara yang dianggapnya friendly ternyata ada sosok gue yang berinteraksi dengannya. Kami seakan perang dalam hati, belum bisa menerima fakta ini karena ada beberapa hal yang menurut gue fatal di setiap pesan yang terkirim di sana.

Gue menyeruput capuccino ice untuk sekedar mendinginkan otak. Dia yang tengah menunduk selama beberapa detik sambil mencengkeramkan kepala. Kemudian mengangkatnya dan mulai bersuara. "Kok bisa sih? Enggak, maksudku.. Kenapa Mas Jen nama depan emailnya Anggara?"

"Wait, kamu tau emailku dari mana?"

"Blog. Zalya nemu blog tentang pekerjaan di radio, lalu tercantum nama email Mas kalo mau nanya seputar magang. Tapi seminggu kemudian blognya udah gak ada." jujurnya.

Sebuah blog yang dulu sering aktif selama tiga tahun terakhir sengaja dihapus karena isinya kebanyakan tentang kehidupan pribadi gue. Iya, gue suka menuangkan semua cerita hidup gue melalui tulisan. Cerita-cerita konyol dari jaman kuliah sampe terakhir cerita sedih diputusin Gendis juga ada di sana. Niatan gue ingin menghapus juga karena jejak rekam kehidupan pribadi gue mulai dijadikan konsumsi khalayak semenjak channel Jenderal Drafter lahir. Gue semakin gak nyaman karenanya.

Raut wajah Zalya dapat teranalisis dari pandangan, dalam hati gue yakin pasti dia mengingat sesuatu dari setiap percakapan kami di email.

"Kamu gak iseng lagi ngerjain aku kan?" tuduh gue padanya.

Ia mengernyitkan dahi, "Hah? Ngerjain? Mas serius, deh. Bahkan Zalya juga gak ngeh kalo nama belakang Mas Jen tuh Anggara." sanggahnya dengan nada sedikit kesal.

"What? Tapi kita udah berapa minggu loh, Zal."

"Iya tahu. Tapi Zalya tuh mikir selama ini yang namanya Anggara di Kementerian itu lebih dari satu. Dan waktu aku mau cari postingan blog-nya, udah close. Bahkan waktu mau janjian tadi aja Zalya masih beneran gak tahu kalo Anggara itu ternyata kamu, Mas Jen." lebarnya.

Mata gue menyipit, "Terus kalo seandainya itu beneran bukan aku, kamu mau gimana? Jadi mau ketemuan?"

"Ya gak gimana-gimana. Kita lagi bareng juga, dan aku cerita di email itu kalo Zalya... Zalya abis nembak kamu, Mas."

"Sekarang gini, gantian aku balik bertanya ke Mas Jen. Zalya masih gak paham kenapa kamu...ngomongin mantan, Mas? Let's see. Bahkan setelah kita jalan bareng kamu—" dia menyalakan HP hendak membuka pesan email-nya. Bener aja kan dia ingat semuanya.

"Zal." gue berusaha mengambil benda ponsel itu dari tangannya namun ditepis.

Terlihat ekspresi curiga, "Berarti yang waktu itu, malam-malam kamu telat janjian bareng aku, yang kita berantem di halte, itu karena kamu habis ketemu dia? Waktu itu aku email, Mas Jen juga kan. Anggara cerita soal dia yang katanya diajak ke sebuah acara yang ternyata udah punya calon suami. Anggara yang tadinya berharap lagi ke mantannya jadi kecewa dan marah karena situasi itu."

Skakmat.

"Dan dia orang yang kita temuin di nikahannya Mas Sandi, bener Mas?" ia mencondongkan wajahnya, mencari manik gue yang tengah menggigit bibir.

[3] BETWEEN THE DOOR - The Announcers Series ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang