[Extra Part] - Reason

585 72 14
                                    

Zalya Lirania POV






Taukah rasanya dilamar seseorang tiba-tiba saat kamu hanya mengenakan baju piyama? Di sebuah balkon hotel dengan pemandangan malam yang redup sinarnya karena bukan pada saat di waktu bulan purnama. Diiringi sentuhan lembutnya yang menggetarkan, yang katanya masih tersisa rasa cokelat hangat yang baru saja kuisap. Plus tanpa cincin—entah ada apa yang terjadi pada dirinya sekarang.

Aku speechless.

Dipikiranku saat ini hanyalah, "Apa dia betul-betul serius?"

Aku sempat bertanya padanya mengapa harus aku yang terpilih menjadi pilihannya di masa depan. Mengapa? Dan jujur saja, ada sedikit keraguan yang menguar dalam hati. Bukan karena takut jika dirinya tiba-tiba tidak menyayangiku lagi. Atau karena sosoknya yang terkenal judesnya itu—untuk hal ini mungkin masih bisa dibicarakan. Entahlah, aku sedikit merasa terbebani jika alasan terbesarnya karena ia ingin merasakan hal yang sama seperti teman-temannya. Yang di mana ketika satu per satu para pria bujang di radio mulai melepaskan diri menjadi sosok suami idaman pasangan. Isi puncak kepalaku berantakan tak menentu saat ini.

Dulu, aku pernah merasakan kasih sayang seorang lelaki dari Papa. Aku selalu menganggap Papa sebagai cinta pertamaku. Meski aku tak tahu rasa cinta seperti apa yang bisa tergambarkan jika minta diberi penjelasan. Terakhir Mama bercerita, masa kecilku begitu amat disayangnya hingga aku berusia empat tahun, beliau bilang Papa sering mengajakku berpergian piknik—maaf, untuk cerita ini cukup sampai di sini saja. Aku tak ingin meneruskan ceritanya lebih lanjut, aku harap bisa dimengerti.

Lalu saat kuliah, aku mendapatkan rasa sayang dari sosok laki-laki selain Papa. Aku tak ingin menyebutkan nama saking besar rasa benciku padanya. Dengan rela aku memutuskannya karena tak ingin terlibat dalam keluarga besarnya yang tidak menyukaiku.

Selain itu, dirinya juga menjadikanku sebagai alasan agar ia batal mengikuti perjodohan di keluarganya. Jelas aku tidak mau dimanfaatkan seperti itu, aku takut akan karma. Lalu kejadian itu semakin membesar tatkala ia menyebarkan hal buruk tentangku di depan teman-temannya. Dari yang awalnya kami berdelapan lalu tertinggal aku sendirian. Rasa sakit hatiku masih tersisa sampai sekarang pada mereka.

Dan kini, tiba-tiba muncul pria berkacamata yang memakai piyama hitam berada di depan mataku. Yang sudah satu tahun lebih lamanya kami berhubungan jarak jauh karena studiku di Jerman. Tangannya tengah merangkul erat pinggangku dengan tatapan teduhnya. Sudut bibirnya sedikit terangkat melihat wajahku yang tidak siap dilirik akibat bintik-bintik jerawatku di area dahi yang belum mengempes setelah melakukan perawatan tadi sore.

Energinya yang pada awalnya lelah tak bertenaga tiba-tiba full charged saat melakukan aksi dadakannya. Setelah Papa dan mantanku, selebihnya aku hanya menerima rasa sayang yang tulus dari seorang Mas Jen.

Tiba-tiba setelah dia melamar aku jadi takut, apakah ini akan benar-benar selamanya? Apakah ia benar-benar menginginkanku untuk berada di sisinya? Apakah Mas Jen tulus melakukan ini semua tanpa ada niatan tertentu?

"Karena aku maunya cuma kamu."

"Aku memang belum siapin cincin untuk hari ini. Aku tahu ini dadakan. Tapi kamu bisa pegang semua kata-kataku, Zal."

"Gak ada yang aku butuhin lagi di dunia ini selain kamu, Zal."

"Aku gak tau mau bilang apalagi ke kamu tapi yang pasti, aku mau dihidupku akan ada kamu. Bahagiaku ada di kamu, senangku ada di kamu. Melihat kamu pun aku merasa diriku kembali hidup. Aku mau nemenin kamu biar kamu gak sendirian lagi. Aku mau semua yang ada di kamu, Zalya. Perasaanku gak pernah berubah sejak aku kasih jawaban ke kamu. Sampai sekarang."

[3] BETWEEN THE DOOR - The Announcers Series ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang