Note :
Latar waktu cerita berawal di tahun 2019. Patokannya dari Arina lagi LDR-an sama Yayan. (Kalo pernah baca "The Future" mungkin paham. Hehe).Happy reading!
-----------------------------------------------------------
Sekitar 3 tahun, gue udah lumayan lama menjomblo setelah putus hubungan dengan seseorang. Lebih tepatnya waktu baru satu bulan masuk jadi honorer di Kementerian, gue diputusin. Padahal gue udah rela masuk kerja di sektor pemerintahan demi dia. Untungnya bokap nyokap gak keberatan sama keputusan pilihan kerjaan gue waktu itu.
Gue gak bilang juga ke mereka kalo milih kerja di sana karena mantan cewek gue, enggaklah. Mau nyari mati emangnya? Gini-gini gue anaknya penurut loh. Yep.
Ibarat udah kadung kecemplung di laut, sekalian ajalah gue berenang. Ketimbang gue buru-buru resign karena jam kerjanya yang gak fleksibel. Pelan-pelan gue coba tetap nerusin kerjaan sebagai editor di sini, di sebuah radio Kementerian. Syukurnya betah sampai sekarang dengan rutinitas yang udah berubah.
Selama gue kerja di sini, udah banyak hal kejadian yang gue lewatin bareng orang-orang radio. Kebanyakan kejadian kasusnya tuh cinlok antar sesama pegawai di sini.
Anehnya, gue gak pernah dikasih kesempatan sama Tuhan buat ikut kebagian cinlok di sini. Entah kenapa. Orang-orang kayaknya bisa aja dapetin pacar yang pada sekantor gitu.
Lah gue boro-boro ada waktu buat nyari pacar. Waktu gue udah keburu abis sama deadline-an kantor. Ngelembur di kantor sampe malam, yang dipanteng tiap hari cuma layar komputer.
Gue nikahin juga nih si komputer lama-lama.
Padahal hampir semua pegawai ataupun anak magang yang baru di sini, pasti bakal lebih kenal sama gue duluan ketimbang yang lain. Soalnya tiap mereka mau masuk ke sini, pasti bakal ngeliat gue lagi sibuk di meja kerja. Posisinya emang persis bersebelahan sama pintu masuk ruangan.
Kalo dijabarin, posisi pintu ruangan ini tuh ada di tengah. Jadi kalo dibuka, gue ada di sebelah kiri pintunya. Sedangkan bagian kanan atau dibalik pintunya itu cuma ada lemari tinggi. Sering dipake buat naro peralatan liputan, naskah-naskah radio, sama sisa merchandise acara-acaranya radio.
"Permi.... Eh, Pak Jen. Permisi, Pak Sandi ada gak?""Masuk aja, Mbak. Situ belum masuk buat ngeliat, eh udah main nanya ke saya duluan." gue kasih fake smile.
"Hehe, abis paling deket buat bisa ditanya cuma Pak Jen."
Gue pura-pura ramah didepannya, "Ada kok orangnya. Ada apa, Mbak?"
"Oh, ada ya? Makasih, Pak." lalu dia baru masuk ke dalam setelahnya.
Gak jarang, gue kadang dijadiin agen penitipan barang sama orang-orang yang ngirim sesuatu ke sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] BETWEEN THE DOOR - The Announcers Series ✔
Fiksi Umum[COMPLETE] "Halo, Pak....Jenderal?" sapanya pelan melambai-lambaikan tangan. "Panggil Jen aja, Mas Jen." sahut gue kemudian. Dua tahun bekerja sebagai editor di The Announcers Radio, Jen dikenal sebagai sosok mak comblang salah satu rekan kerjanya...