[Extra Part] - Berlibur

744 87 23
                                    

Zalya Lirania POV






















"Mama... Zalya berangkat ya??" teriakku mengucap pamit pada Mama yang masih di dapur.

"Eh... Tunggu dulu! Zalya kamu belum minum ini juga... Ayo, diminum dulu."

Nampak raut wajah pria berkacamata tengah duduk di sofa sambil menahan senyum, melihat Mama yang cekatan memberiku satu gelas minuman jamu hasil racikannya. Kalau Mas Jen pernah bercerita tentang kebiasaanku memberinya minuman herbal setiap bertamu, mungkin ini bisa dijadikan sebagai alasannya. Mama suka sekali menanam tanaman rempah di taman depan rumah, seperti kunyit, kencur, jahe, sereh, dan lain-lain. Beliau sering membuat minuman sehat atau jamu saat senggang. Hobi berkebun dan suka membuat minuman herbal itu ternyata menurun padaku, bedanya fokusku hanya pada tanaman bunga dan buah saja. Sekarang, aku menerima satu gelas beras kencur yang berhasil kuteguk sekejap.

"Jen kamu mau?" tanya Mama tersenyum menawarkan.

"Mas Jen udah minum air jahe bikinan Zalya tadi, Ma," sahutku berbohong.

"Bener, Jen?" liriknya mau memastikan.

"Hmm..." kikuknya ia menggaruk tengkuk leher, ingin ikut berbohong tapi sepertinya ia takut akan dosa pada orang tua. Padahal aku bermaksud melindunginya agar tidak perlu minum jamu, toh dirinya kurang suka juga.

Insting seorang "Emak-emak" memang tidak pernah salah, "Belum kan? Hayo diminum dulu. Kalian ini kan mau berpergian jauh, harus minum-minuman sehat biar gak kecapekan di jalan." petuahnya.

"Hehe. Iya, Tante." pasrahnya menerima satu gelas beras kencur. Aku sempat melihatnya minum sedikit demi sedikit, tidak ada reaksi berlebih darinya. Entah karena dia jadi doyan, atau memang terpaksa diminum dengan menahan rasa tak sukanya.

Kedatangan Mas Jen ke rumahku bermaksud ingin diajak mengunjungi rumah sepupunya, Oji. Rencana ini tidak disengaja, mulanya berasal dari sebuah obrolan basa-basi Mas Jen yang katanya belum ambil cuti di tahun ini. Dan karena kebetulan aku sedang punya waktu luang banyak, akhirnya aku usul padanya untuk liburan. Dan ta-ra! jadi deh kami berlibur bersama!

Di kepalaku sudah mulai terbayang bagaimana serunya nanti saat aku bisa mengenal salah satu dari keluarganya. Terlebih banyak yang bilang kalau mereka berdua mirip seperti anak kembar. Selama ini aku baru melihatnya dalam sebuah foto saja. Sepertinya akan makin seru saat bertemu nanti, aku jadi tidak sabar!

"Chitato-nya mau, Mas?"

"Mau dong," katanya seraya mengendali setir kemudi.

Kami sudah berada dalam perjalanan menuju Bandara Soetta. Aku yang sedang mengemil kripik kentang varian sapi panggang favoritku lalu memberikan satu suapan padanya. Dia tidak sungkan untuk melahap yang secara tidak sengaja tersentuh jariku pada bibirnya.

"Asin deh, Zal. Kamu kasih garem ya?" protesnya bermaksud bercanda.

"Aku kasih keringet, Mas." gak mau kalah.

"Ih jorok."

"Jorok-jorok tapi suka kan?" godaku seraya mengelus dagunya yang sedikit tumbuh bulu-bulu kecil janggutnya.

"Genit ih." menatapku dengan tatapan geli.

"Biarin, kan genitnya ke kamu doang sekarang." lalu dia tertawa lebar sambil mengusap puncak kepalaku.

Tak pernah setiap kami berinteraksi seperti ini aku merasakan hal biasa saja. Pasti selalu diliputi rasa deg-degan ditambah perutku yang selalu dihinggapi jutaan kupu-kupu berterbangan. Seluruh tubuhku rasanya penuh dengan desiran darah yang polanya teracak seperti tak punya tujuan. Bahkan dadaku sering megap-megap bagai tak pandai mengatur napas.

[3] BETWEEN THE DOOR - The Announcers Series ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang