Dua hari semenjak insiden bakwan udang kemarin gak membuat gue absen dari urusan kantor. Saking sibuknya bantuin yang lain buat persiapan meeting workshop, agenda terpenting di bulan ini. Ditambah posisi gue sebagai salah satu penyelenggara dan pembicara, merasa gak enak aja main tinggalin kerjaan. Untungnya kondisi badan gue masih bisa diajak kerjasama.
Gue terkejut sewaktu pintu di seberang gue tiba-tiba bergerak sendiri, seingat gue di sini gak ada siapa-siapa selain gue dan Sandi. Udah gitu yang lain juga belum pada keliatan batang hidungnya. Pas pintunya mulai melewati gue, ternyata ada Zalya di sana.
"Mas Jen, orang dipanggilin dari tadi kok malah gak dijawab." ucapnya lirih dari meja kerjanya.
"Kapan manggilnya?"
"Barusan, emang gak kedengeran?"
"Ya lo manggilnya bisik-bisik, gak kedengeran lah. Bikin kaget aja pake dorongin pintu segala." jutek gue menjawab. Memang jarak meja kami ada sekitar 1,5 meter, belum lagi terhalang pintu. Susah lah kalau dipanggil tapi sambil bisik-bisik begitu.
"Ada apa manggilin gue?" tanya lagi.
"Mas, masih gatel gak badannya?"
Gue memicingkan mata, "Lo mau kasih gue minuman sereh lagi? NO! Gak enak Zal."
"Kali ini bukan minuman kok. Tapi obat gatel bentuknya kayak salep gitu."
"Salep?"
"Ho'oh, dari kemarin elo masih ngeluh karena luka gatelnya kan, Mas?"
Gue mengiyakan dengan sebuah anggukan.
"Nah, kemarin Zalya dikasih tahu ini nih. Dipake ya." lalu menyodorkan sebuah obat salep berwarna merah dengan bentuk wadah mini merek Lapan-Lapan.
Gue merhatiin benda itu sambil membaca kandungan komposisinya yang tulisannya kecil-kecil banget, bikin pening.
"Itu ampuh banget Mas Jen, bakalan makin ilang. Gue jamin."
"Gue coba deh nanti, makasih ya." dan melempar senyuman kecil.
Gue pikir obrolan ini langsung berakhir, gak lama dia berbicara lagi,
"Mas itu nanti dipakenya pas abis mandi aja, terus kalo bisa dikeringin dulu badannya. Jangan kena angin, trus dioles tipis-tipis aja pake cutton buds...."
Gue memotong, "Iya-iya, Zal. Nanti gue searching caranya di gugel. Oke?"
"Oh, oke. Hehe." dia berpaling menghadap laptopnya lagi.
Semua staf udah berkumpul di ruang serbaguna, mereka duduk di kursi masing-masing yang sudah tertata rapi. Sandi lagi sibuk nungguin satu pembicara luar yang rencananya bakal datang ke sini untuk ikutan meeting.
"Dia orang mana, Pak?"
"Yang pegang acara Day and Night di Radio Life FM. Masih baru juga tapi udah lumayan dikenal, Yan. Suaranya beuh, mulus lah pokoknya." Sandi terkagum-kagum mendeskripsikan calon pembicara. Gue dan Yayan yang duduk disampingnya kompak ber-oh-ria menanggapi.
Oh iya, Wawan udah konfirmasi kalo dia gak bisa ikut untuk jadi pembicara di workshop. Ketebak sih, jadi anak-anak juga gak terlalu kecewa amat. Dan keputusan penambahan pembicara kali ini cuma satu orang aja, totalnya sekarang jadi ada 5 orang termasuk gue.
Orang yang ditunggu Sandi dan lainnya akhirnya datang. Dia mengenakan pakaian formal jas hitam dengan tatanan rambut yang klimis dan berwarna merah pudar. Dia tersenyum melihat semua yang ada di sini dan menyambut uluran tangan Sandi dengan berjabat.
"Senang akhirnya kita ketemu di sini, Mas." tatapan hangatnya bikin kami semua terpana.
Suaranya juga persis yang dibilang Sandi, alus banget bak penyiar profesional.
![](https://img.wattpad.com/cover/248578740-288-k80776.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] BETWEEN THE DOOR - The Announcers Series ✔
Ficción General[COMPLETE] "Halo, Pak....Jenderal?" sapanya pelan melambai-lambaikan tangan. "Panggil Jen aja, Mas Jen." sahut gue kemudian. Dua tahun bekerja sebagai editor di The Announcers Radio, Jen dikenal sebagai sosok mak comblang salah satu rekan kerjanya...